Part 5


After the Story

Saga & Sesil 2

###

Part 5

###

"Sesil?" Dirga berpura terkejut. Sejak wanita itu turun dari mobil, ia sudah melihatnya. Menunggu sesaat si sopir lengah dan menyelinap masuk ke toko bunga. Bukan tak merelakan, hanya saja terkadang ia merasa begitu merindukan wanita itu.

"Apa yang kaulakukan di sini?"

Senyum Sesil masih secerah yang ia ingat. Ingatan lima tahun yang lalu. Karena semenjak Saga mulai ikut campur tangan dalam takdirnya, wanita itu tak lagi memberinya senyum yang sama.

Seluruh hati wanita itu telah menjadi milik Saga. Tak ada lagi tempat untuknya. Tak ada lagi penyesalan yang akan menyembuhkan lukanya.

Dirga menunjukkan beberapa tangkai mawar putih di tangannya. "Kau?"

"Aku akan menghadiri acara pernikahan... teman." Sesil meringis dalam hati dan merasa geli dengan kata teman yang diucapkannya. Tapi mungkin saja ia bisa menjadi teman istri Alec dan membantu wanita itu melarikan diri dari pernikahan yang tidak diinginkan. Sungguh, Sesik tak bisa menahan prasangka buruknya pada Alec mengingat ingatan dan pernikahannya yang dimanipulasi oleh Saga dan Alec. Semoga saja calon istri Alec tidak hilang ingatan seperti dirinya.

Dirga manggut-manggut. Menatap mawar merah di dekatnya dan mengambil beberapa

"Sepertinya kau sedang berkencan dengan seseorang, ya?" tebak Sesil dengan senyum tulusnya. Dalam hati bersyukur Dirga sudah menemukan tambatan hati dan berharap keduanya bisa berbahagia bersama sepertinya dan Saga.

Dirga hanya tersenyum tipis. Menambahkan beberapa tangkai lagi setelah jumlahnya tepat 30 yang melambangkan kesetiaan, ia berhenti. Keduanya berjalan ke meja besar di sudut ruangan. Dirga memberikan mawar di kedua tangannya kepada pegawai toko yang lain yang langsung merangkainya seperti keinginannya.

"Ini untukmu." Dirga menyodorkan buket mawar merah pada Sesil saat wanita itu baru saja menerima buket yang dipesan sendiri.

Sesil mengerutkan kening, menatap bunga dan wajah Dirga bergantian. "Untukku?"

"Ya." Karena Sesil tak juga membalas uluran tangannya, Dirga maju satu langkah, mengambil tangan kiri Sesil yang tak memegang apa pun dan meletakkan buket bunga darinya. Wanita itu terlihat sangat indah dan cantik.

"Dalam rangka?"

"Aku tanpa sengaja mendengar kabar bahagia tentang kehamilan keduamu. Dan aku tak sempat mengucapkan selamat."

Sesil tersenyum malu. "Terima kasih."

"Oh ya. Bolehkah aku menyimpan nomormu?"

"Hah?"

"Hanya ingin berbincang." Alasan yang licik, Dirga mengakui. "Memastikan dia tak akan membuatmu menderita lagi, mungkin?" Nada suara Dirga terdengar setengah bercanda.

Sesil terkikik. Kemudian meletakkan salah satu buket di meja dan mengeluarkan ponselnya dari tas. Menyodorkannya pada Dirga.

Dirga mengetikkan deretan nomor ponselnya dan langsung melakukan panggilan. Setelah tersambung dan nomor Sesil muncul di layar ponselnya, ia mematikannya. Tepat saat ia mengembalikan ponsel milik Sesil, si sopir masuk ke dalam toko dan langsung menghampiri Sesil.

"Nyonya, Tuan Saga ingin Anda segera pulang," beritahu si sopir.

Sesil mengangguk. "Dirga, sepertinya aku harus pergi. Sekali lagi terima kasih."

Dirga membalas senyum Sesil dan mengangguk. Lama menatap punggung wanita itu menjauh darinya hingga masuk ke dalam mobil dan hilang dari pandangannya.

Tangan kanannya naik ke dada. Merasakan getaran yang masih ia miliki untuk seorang Sesilia Nada.

***

Dengan kedua kaki yang bersilang dan menyandarkan punggung, Saga duduk di sofa ruang tengah menunggu sosok yang tak juga segera muncul. Hanya lima belas menit dan sudah membuatnya tak sabaran seperti ini.

Sialan!

Kenapa Sesil harus bertemu dengan Dirga?

Di antara sekian banyaknya tempat di kota ini dan istrinya secara kebetulan bertemu dengan Dirga?

Bolehkah ia curiga bahwa Dirgalah yang sengaja bertemu dengan istrinya?

Ataukah toko bunga itu memiliki makna bagi kenangan Sesil dan Dirga?

"Saga?"

Saga mengangkat wajahnya dan tangan Sesil yang memegang dua buket bunga di kanan dan kiri. Mendengus dalam hati memastikan salah satunya pasti pemberian Dirga.  Seperti yang dilaporkan sopirnya. Mawar merah. Sangat klasik. Melepaskan tapi tak rela. Ck.

"Kau sudah pulanh?" Sesil berjalan mendekat. Dalam perjalanannya menyerahkan kedua buket pada dua pelayan. Tak lupa menyuruh buket yang satunya untuk diletakkan di dalam vas dan membawanya ke kamar.

"Di mana pun. Tapi tidak di kamarku," tegas Saga mengoreksi perintah Sesil. "Atau di tempat sampah."

Sesil menoleh. Matanya menyipit. Sudah pasti Saga tahu darimana bunga ini berasal. Kemudian mengangguk pelan pada pelayan yang memegang buket dari Dirga untuk menuruti perintah Saga.

"Kau marah?"

Begitu Sesil berada dalam jangkauan lengannya, Saga menarik Sesil dan mendudukkan wanita itu di pangkuannya. Menangkup wajah Sesil dan langsung melumat bibir wanita itu habis-habisan dengan penuh gairah.

Sesil memukul pundak Saga, dua kali tiga kali hingga keempat kalinya akhirnya pria itu melepas pagutannya. Merasakan wanita itu mulai kehabisan napas.

Napas Sesil tersengal setelah berhasil menjauhkan wajahnya. Sekali lagi memukul pundak Saga dan matanya mendelik. "Apa kauingin membunuhku?!"

Saga terkekeh. Tangannya terangkat, ibu jarinya menyentuh sepanjang bibir bawah Sesil yang bengkak, merah, dan panas. "Tidak akan. Kau tahu aku tak bisa hidup tanpamu, Sesil."

"Nyawamu hanya milikku," bisik Saga di telinga Sesil. Mengakhiri bisikan itu dengan gigitan lembut di daun telinga Sesil.

Sesil merasakan gelenyar merambati tulang punggungnya. Beruntung Saga menahan pinggangnya dan tubuhnya meluruh dalam pangkuan pria itu.

"Jadi, jika kau berpikir akan menjadi milik pria lain..."

Bola mata Sesil berputar dengan jengah. "Jadi ciuman ini hanya karena aku bertemu dengan Dirga?"

"Hanya salah satu alasan."

Hufttt...

Sesil mengangkat tubuhnya dari pangkuan Saga. "Kami hanya bertemu dan saling menyapa, Saga. Kecemburuanmu berlebihan."

"Berlebihan? Kauingin aku membuang pemberian pria itu ke tempat sampah?" Mata Saga menyipit.

Sesil menghela napas panjang. Mengangkat kedua tangannya menyerah. Ia tak akan menang berdebat dengan Saga jika berhubungan dengan Dirga.

"Karena kau sudah pulang, sebaiknya kita bersiap ke pernikahan Alec." Sesil mengalihkan pembicaraan. Berjalan lebih dulu ke kamar.

Saga sendiri yang tak ingin membuang waktu membahas pria lain, tentu tidak keberatan. Mengikuti Sesil ke kamar mereka.

***

"Saga, bagaimana jika calon istri Alec orang baik-baik?" Sesil tak henti-hentinya memikirkan pernikahan macam apa yang akan dijalani oleh Alec.

"Itu bukan urusanmu, Sesil. Jadi berhentilah ikut campur urusan pernikahan orang lain atau seseorang akan menendang bokongmu," jawab Saga dengan gumaman pelan penuh keengganan.

"Ck." Sesil memberengut sembari memukul dada pria itu. Tapi Saga malah menarik lengannya dan mendudukkannya di pangkuan pria itu. Sesil segera menghadang wajah Saga dengan kedua tangannya sambil memiringkan muka ke samping. "Tidak, Saga. Kau akan merusak riasanku. Kau bilang sebentar lagi kita sampai, kan?"

Saga menurunkan tangannya dari pinggang Sesil. Gaun peach tanpa lengan wanita itu benar-benar membuat kulit mulus Sesil terlihat begitu cerah dan yang pasti akan sangat lembut di bibirnya. Entah karena hormon kehamilan atau bukan, kulit wanita itu menjadi lebih cerah. Dan aroma tubuh wanita itu selalu menggugah gairahnya. Selalu dan tak pernah membosankan.

Tiba-tiba kecepatan mobil berkurang, Sesil langsung turun dari pangkuan Saga dan menengok keluar jendela mobil yang mulai melewati gerbang tinggi. "Kita sampai," katanya riang dan penuh ketidaksabaran.

***

Saturday, 6 March 2021




Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top