Part 3
After the Story
Saga & Sesil
###
Part 3
###
Selamat bermalam minggu dengan double S ...
###
Gara-gara mulut ember Alec, Saga tiba dua jam kemudian. Tampaknya pria itu langsung pulang begitu ditelpon oleh Alec.Memastikan gosip yang dihibahkan Alec bukanlah sekedar omong kosong, pria itu langsung membawa Sesil ke rumah sakit. Seperti biasa, mereka bisa menerobos antrean karena Saga adalah ketua yayasan rumah sakit. Sesil langsung diperiksa, tanpa menggunakan tes kehamilan dia langsung naik ke ranjang untuk diperiksa dengan mesih USG.
Ia positif hamil, usia kandungan memasuki tujuh minggu. Dokter bilang janinnya masih sebesar buah ceri, -dua buah ceri-. Sangat kecil, tapi makhluk itu hidup di rahimnya. Menghangatkan perutnya. Melipatgandakan hentakan kebahagiaan yang masuk ke dadanya. Tak hanya satu keajaiban, dua keajaiban langsung dianugerahkan kepadanya.
Tak henti-hentinya Saga mengelus perutnya sepanjang perjalanan mereka pulang ke rumah. Meyakinkan diri bahwa anak itu benar-benar ada di perut Sesil dengan sentuhan itu. Tetapi keyakinan itu meragu ketika sampai di rumah, Sesil langsung menghambur ke kamar mandi. Mengeluarkan seluruh isi perut wanita itu dengan cara yang menyakitkan. Peluh menghiasi seluruh wajah wanita itu, Saga merasa jengkel melihat kesakitan yang diderita Sesil.
"Sepertinya dokter salah mengatakan kau sedang hamil." Saga mengelus punggung Sesil, sekali lagi wanita itu muntah dengan keras ke lubang toilet. Suara muntahannya benar-benar mengiris ulu hatinya. Ia benci setiap melihat wanita itu kesakitan seperti ini.
"Kau sakit, Sesil. Bukan hamil. Dokter itu melakukan kesalahan," ucap Saga dengan kesal. Mengingatkan diri untuk menghubungi rumah sakit dan memecat dokter sialan itu setelah selesai mengurus Sesil.
Sesil menggeleng dengan lemas, mengusap bibirnya dengan punggung tangan seraya bangkit berdiri dengan bantuan Saga dan duduk di penutup toilet. Membiarkan Saga mengelap peluh di dahi dan sisa-sisa muntahan di sudut bibirnya.
"Ayo, kita kembali ke rumah sakit."
"Ini normal untuk wanita hamil, kau dengar sendiri apa yang dikatakan dokter tadi, kan?"
"Dulu kau sering berpura-pura mual saat hamil Kei, tapi sekarang ini jelas bukan sandiwaramu saja, kan?"
Sesil meringis mengingat kehamilan Kei dulu. Kehamilan Kei tidak banyak keluhan. Ia juga tidak muntah-muntah, pusing, dan lemah seperti saat ini. Bahkan ia selalu merasa bersemangat untuk menggerakkan badannya.
"Kau sakit." Sekali lagi Saga menegaskan.
"Lalu kaupikir hasil USG itu palsu?" sengit Sesil dengan bibir pucatnya. "Kaulihat sendiri, kan gambarnya. Dan kau juga dengar suara detak jantung mereka."
Saga membisu sesaat. "Mereka membuatmu sakit."
"Sejak tadi kau memegang perutku dan tersenyum-senyum sendiri. Kalau mereka tidak nyata, jelas kau yang jadi gila, Saga."
"Lalu kenapa kau muntah-muntah?"
"Itu karena aku hamil," jelas Sesil lagi dengan gemas setengah kesal. Dengan seidkit kekuatannya yang tersisa, ia beranjak berdiri. Mencuci mukanya dengan air dingin di wastafel dan berjalan keluar kamar mandi. "Aku ingin makan anggur. Bisakah kau mengambilkannya di bawah," pintahnya ketika Saga keluar dari kamar mandi sambil membaringkan tubuh di kasur.
Saga berjalan ke arah pintu, memanggil salah satu pelayannya.
"Aku ingin kau yang mengambilnya sendiri, Saga," ujar Sesil sebelum Saga sempat memerintah pelayan yang menyanggupi panggilan pria itu.
"Memangnya apa bedanya?" protes Saga.
"Karena kau yang mengambilnya. Dan itu sangat berarti bagiku."
"Selama beberapa hari ini kau terus menelpon mengatakan kapan aku pulang, dan sekarang setelah aku sampai di rumah, kau menyuruhku membuang-buang waktu kita untuk mengambil buah sialan itu, huh?"
"Aku sudah melihat wajahmu. Dan sekarang aku ingin anggur. Apa kauingin membuat kami bertiga kelaparan?" Kalimat terakhir Sesil sengaja keluar dengan suara memprihatinkan. "Aku sakit, dan aku hamil anak kembarmu. A-apa ..."
Saga menggeram jengkel, kemudian berjalan keluar kamar sebelum Sesil menyelesaikan sandiwara menyedihkan wanita itu dengan sempurna.
"Apa kaupuas sekarang?" sengit Saga setelah Sesil menandaskan sepiring anggur yang dibawanya dan meletakkan piring kosong itu ke nakas.
Sesil mengangguk. "Rasanya pasti tidak akan seenak ini jika bukan kau yang membawanya," tambahnya penuh nada merayu.
Saga mendengus pendek. "Kau hanya hamil, kan? Bukan berganti kepribadian?"
Sesil hanya tersenyum. Kemudian merentangkan kedua tangannya sambil berkata, "Aku ingin memelukmu."
Saga berdecih. "Kau sudah melihat wajahku."
Sesil mengerucutkan bibirnya, tetapi meski dengan kesal. Saga tetap mendekat dan membalas pelukannya. Bahkan memberinya kecupan di kening, pipi kanan, pipi, kiri, hidung, dan terakhir di bibir. Dan bukan dengan kecupan singkat. Melainkan lumatan penuh kerinduan yang membara yang masih berkobar meski sudah beberapa kali mereka berciuman sejak Saga datang satu jam yang lalu di mobil.
"Apakah ini tidak apa-apa?" tahan Saga ketika hendak melucuti pakaian Sesil dan membawa wanita itu berbaring di bawah tubuhnya.
Sesil mengangguk. Tangannya terangkat mulai membuka kancing ketiga kemeja Saga. "Tapi pelan-pelan. Payudaraku sedikit terasa sakit sejak kemarin."
"Apa kita perlu menunggu ..."
Sesil menggeleng. "Aku menginginkanmu. Sekarang juga."
Saga sungguh ingin menyanggupi permintaan wanita itu di detik itu juga, tapi sesuatu menahannya. Ia takut melukai janin dalam kandungan Sesil.
"Aku baik-baik saja, Saga," yakin Sesil. "Sepertinya ini karena kehamilan. Pantas saja selama beberapa hari ini gairah seksualku meningkat. Apa kauingin aku menuntaskan ..."
"Tidak perlu. Aku yang akan mengatasinya." Saga langsung menarik kedua kerah dress Sesil dan merobeknya dalam sekali sentakan kuat. Sekuat gairah yang menguasai aliran darahnya. Kancing-kancing berhamburan ke segala arah, tak butuh lebih dari satu menit untuk menanggalkan seluruh pakaian yang melekat di tubuh mereka. Dan kedua tubuh itu saling menempel, saling mengisi, dan saling membakar. Memenuhi kebutuhan untuk mencapai puncak.
***
"Apa kita perlu memberitahu Kei?" tanya Sesil. Bergelung di lengan kekar Saga dengan jemari yang bermain-main di atas dada bidang pria itu. Matahari sudah mulai tenggelam, membuat pencahayaan di kamar mereka mulai gelap karena keduanya enggan meninggalkan ranjang demi tetap berpelukan seperti ini.
"Dia pasti menyukainya." Saga memutar-mutar rambut Sesil di jemarinya. Melepaskannya kemudian mengulangnya lagi dan lagi. Rambut Sesil sangat lembut, sedikit lembab karena keringat. Tapi ia menyukainya. Kelembaban dan baunya, ia menyukai seluruhnya tentang tubuh Sesil. Dan tak pernah membosankan.
"Apakah menurutmu dia tidak akan merasa tersisihkan?"
"Itu hanya kekhawatiranmu saja."
"Sebaiknya kita tunda sementara waktu ini." Sesil berhenti menarikan tangannya di atas dada Saga, sedikit mengangkat wajahnya untuk melihat wajah Saga. "Ya?"
Saga pun mengangguk. "Kauingin sekali lagi?" tanyanya dengan gairah yang kembali muncul mulai membuat pandangannya berkabut.
Sesil tak menjawab, tapi tubuhnya segera naik ke atas tubuh Saga sembari menempelkan bibir mereka. Hingga menjadi lumatan yang dalam, tetapi saat gairah mulai membakar keduanya, terdengar pintu kamar diketuk dan suara polos Kei memanggil keduanya.
"Mama? Papa?"
Sesil bergegas menarik tubuhnya menjauh dan menatap ke arah pintu. "Yyaa, Sayang?" jawabnya sambil menoleh ke kanan dan kiri untuk mencari pakaiannya. Tapi ia ingat pakaiannya sudah dirusak oleh Saga. Ia pun mengambil kemeja Saga yang tergeletak di bawah ranjang dan mengenakannya. Melemparkan celana karet Saga ke arah pria itu untuk segera mengenakannya.
Seteleh menunggu Saga memakai celananya, ia memutar kunci dan membuka pintu. Tersenyum melihat wajah mungil putranya. "Ada apa, Sayang?"
"Kenapa hari ini Mama tidak menjemput Kei di sekolah?"
Sesil memasang raut penuh penyesalan. Kemudian berjongkok di depan putranya dan berucap dengan lembut. "Maafkan Mama. Tadi Mama harus pergi ke rum ..." Sesil berhenti sejenak. Ini belum saatnya Kei tahu tentang kedua adik kembarnya. Lagipula ia tidak menjemput Kei bukan karena ia pergi ke rumah sakit. Ia punya waktu untuk menjemput Kei setelah pulang dari rumah sakit, tapi karena Saga tak membiarkannya turun dari ranjang setelah ronde pertama mereka. Dan ia memang masih sangat merindukan pria itu. "Mama ada sedikit urusan yang mendesak. Mama minta maaf."
Kei terlihat sedih, tapi tidak mengeluh. Kemudian mengangguk pelan dengan senyum tipis.
"Apa kauingin Mama menyiapkan makan malam untukmu?" bujuk Sesil
Seketika keceriaan menghiasi wajah Kei. Anak kecil itu mengangguk antusias.
"Kita ke dapur sekarang." Sesil berdiri. Tapi kemudian langkahnya terhenti ketika mata Kei kini mencermati penampilannya dari atas ke bawah yang sangat berantakan. "Sepertinya Mama harus ke kamar mandi sebentar. Tunggu sebentar, ya."
***
Jangan lupa vote dan komennya, ya. Biar Author makin semangatzzzz nulisnya.
Saturday,
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top