Part 2

After the Story

Saga & Sesil

###

Part 2

###

"Apa yang kaulamunkan?" Saga melingkarkan lengannya di pinggang Sesil sembari mengecup leher wanita itu. Sepanjang pagi, wanita itu tampak melamun dan lebih banyak diam. Memperhatikannya interaksinya dan Kei dengan reaksi seadanya. Menjawab pertanyaannya dan Kei sekenanya saja. Dan sekarang, wanita itu memandang bagian belakang mobil yang membawa Kei pergi ke sekolah dengan pandangan yang kosong. "Apa ada yang mengganggu pikiranmu?"

Sesil hanya menggeleng pelan. Mengangkat wajahnya ke samping dan mencium pipi Saga. "Pagi ini kalian terlihat sangat akrab."

Saga mengangkat satu alisnya. Menyadari makna yang tersirat dalam kata kalian yang wanita itu ucapkan, menyiratkan kesedihan yang berusaha istrinya pendam. "Kalian?"

"Kau dan Kei," jelas Sesil. Senyum tipis tergores dibibirnya dengan miris.

Mata Saga menyipit, berusaha mendalami makna dalam suara Sesil yang terdengar tak seperti biasa. "Kenapa dengan kami?"

'Kalian tidak membutuhkanku,' jawab Sesil dalam hati. Wanita itu menggeleng pelan, dengan senyum yang lebih tinggi tapi tidak sampai di hatinya.

Saga membiarkan tangannya diurai dari tubuh Sesil, wanita itu berjalan masuk ke rumah. Saga menyusulnya dan memeluk pundak wanita itu menempel di tubuhnya. "Ada apa?"

"Tidak."

"Tidaknya wanita berarti sesuatu, kan. Jadi katakan."

Sesil berhenti melangkah. Berpikir sejenak kemudian memutar tubuh menghadap Saga. "Sepertinya Kei tidak membutuhkanku."

Saga terbelalak. Merangkum wajah Sesil dengan kedua telapak tangannya dan berkata dengan lembut. "Hei, apa yang membuatmu mengatakan hal tak masuk akal itu?"

"Dia menolak semua pilihanku." Sesil menggigit bibirnya. Merasakan dorongan dalam dadanya yang ingin menangis.

"Dan bukan berarti dia membencimu."

"Kalian berdua sepertinya baik ..."

"Kami tak pernah sebaik ini sebelum kau kembali ke rumah ini."

"Kau menjaganya dengan sangat baik."

Saga tak akan mengoreksinya. Ia memang menjaga Kei dengan sangat baik, memberikan yang terbaik dari yang terbaik dari materi sampai kasih sayang seorang ayah dan ibu yang tak bisa diberikan oleh Sesil. Tanpa kekurangan sedikit pun. Ia mengenal Kei dengan sangat baik. Setiap pertumbuhan fisik dan kebiasaan serta kesukaan putranya tersebut. Saga tak pernah melewatkannya dan tak pernah tidak tahu.

"Aku harus menjaganya untukmu."

"Kenapa saat itu kau mengatakan padaku dia sudah meninggal?" Suara Sesil terdengar penuh kekalutan bersamaan setetes air mata yang jatuh. Tetapi kemudian ia menyesal menanyakan pertanyaan konyol tersebut. Ialah yang ingin pergi dari hidup Saga, tidak sepatutnya ia menimpakan kesalahan pada Saga.

Bibir Saga terkatup rapat. Melepaskan Sesil adalah satu-satunya pilihan yang paling tepat saat itu. Dalam hati, ia meminta maaf tak menyesal telah mengambil pilihan tersebut. Meskipun harus memendam kerinduan yang teramat besar, setidaknya wanita itu menyadari arti dirinya. Sesil membutuhkan dirinya sama besar seperti ia membutuhkan wanita itu.

Sesil menggeleng sambil mendesah pendek. "Maafkan aku. Aku tidak seharusnya menyalahkanmu. Akulah yang memaksa pergi dari hidup kalian."

"Kau tidak sepenuhnya salah. Tapi semua sudah berlalu dan kita sudah kembali bersama. Tak ada yang perlu kauresahkan lagi. Tempatmu di sini, bersama kami."

"A-aku ... mungkin kami memang belum bisa beradaptasi. Aku akan berusaha lebih keras untuk mendekatinya."

Saga tersenyum, lalu mengecup kening Sesil. "Kalian baru saling mengenal. Butuh waktu lebih banyak untuk saling memahami. Dan kau bisa mendapatkan waktumu sebanyak apa pun."

Sesil mengangguk. "Dia seperti menjaga jarak."

"Dia takut membuatmu kecewa."

"Dia tidak pernah mengecewakanku."

"Dia tidak tahu itu." Saga menangkup wajah Sesil lagi. "Dan kau perlu memberitahunya."

Sesil mengangguk lagi, kemudian memeluk Saga. Merasa ketenangan sudah kembali.

"Saga?" gumam Sesil kemudian.

"Hmm?"

"Bagaimana jika aku hamil lagi?"

Saga terkesiap pelan, mengurai pelukan Sesil dan menatap seluruh wajah wanita itu dengan kedua bola mata yang hendak melompat keluar. "Apa kau hamil?"

Sesil menggeleng. "Tidak, aku hanya bertanya."

"Apa kau terlambat?"

Sesil menggeleng lagi.

"Lalu?"

"Aku belum memeriksanya. Tapi aku sudah tak pernah meminum pilku sejak kecelakaan itu," beritahu Sesil.

Sekali lagi Saga terkejut.

"Kenapa? Apa kau ingin menundanya dulu?"

"Tidak. Sejak kau kembali, kupikir kau yang tak ingin kuhamili lagi."

Wajah Sesil memerah. "Kau pasti akan membuatku hamil meskipun aku tidak ingin, kan?" dengusnya.

Saga hanya menyeringai. "Kau masih muda dan aku masih sehat. Ranjang kita juga masih panas-panasnya. Kupikir kita tak mungkin hanya memiliki Kei, kan?"

Wajah Sesil benar-benar terbakar. Kemudian tubuhnya ditarik menempel ke tubuh Saga, pria itu menjunjungnya sedikit dan melumat bibirnya dengan rakus. Tak menyia-nyiakan suasana yang mendadak panas dan menggendongnya naik ke kamar.

"Kali ini kau ingin perempuan atau laki-laki?" tanya Sesil ketika pria itu sudah membaringkan tubuhnya di atas kasur dan mulai melucuti pakaian mereka.

"Selama itu anak yang tumbuh dirahimmu, aku tak akan pernah mempermasalahkannya. Karena jelas dia seorang Ganuo." Saga mengakhiri jawabannya dan membenamkan wajahnya di kulit perut Sesil. Mencium perut Sesil lama, seolah di sana sudah tumbuh darah dagingnya. Membuat Sesil tertawa geli.

***

Tiga bulan kemudian, pagi itu Sesil sudah curiga bahwa dirinya tengah mengandung ketika rasa mual membangunkannya. Kepalanya yang pusing akhir-akhir ini pun membuatnya lebih banyak tidur. Tamu bulanannya yang seharusnya datang dua minggu yang lalu pun tak kunjung datang.

Saga sedang keluar kota sejak lima hari yang lalu. Ini pertama kalinya pria itu pergi begitu lama meninggalkan rumah. Dan ia sangat merindukan pria itu.

Sesil mengingatkan dirinya untuk menyuruh salah satu pelayan membelikannya testpack saat membasuh mukanya dengan air dingin. Kepalanya masih terasa berat tapi ia harus pergi ke kamar Kei untuk memeriksa putranya meski tahu perhatiannya tak begitu dibutuhkan.

Kei sudah rapi dengan seragamnya, anak itu tersenyum menyambut kedatangan Sesil dengan tas sudah tersampir di pundak. Dan ada Alec yang duduk di kasur mungil putranya.

"Alec?" Sesil terheran. "Apa Saga sudah pulang?" tanyanya dengan penuh semangat.

Alec beranjak berdiri. "Saga menyuruhku pulang lebih dulu. Untuk memeriksa sesuatu, dan karena rumahku lebih jauh aku bermalam di sini."

Wajah Sesil langsung berubah muram.

"Apa kau sehat? Wajahmu tidak terlihat baik?" Alec baru menyadari kepucatan di wajah Sesil ketika ia berhenti tepat di depan Sesil yang berdiri di ambang pintu.

"Bukan urusanmu," sinis Sesil segera berpaling. Mengingat terakhir kali kehamilannya yang menjadi bahan olokan Alec, lebih baik ia menghindar.

Namun, saat ia mual di tengah meja makan dan menghambur ke kamar mandi terdekat untuk memuntahkan seluruh isi di perutnya. Mendadak pria itu muncul dengan ekspresi yang membuat Sesil dongkol luar biasa.

"Kali ini, anakmu pasti perempuan."

Sesil mendelik. "Jangan sok tahu, Alec. Memangnya siapa yang hamil?"

Alec terkekeh. "Di kepalamu tertulis, aku hamil."

Sesil memukul lengan Alec dengan keras. Pria itu sama sekali tak mengaduh, dan malah tergelak. Sialan, ia saja belum memastikan tentang kehamilannya, bagaimana pria itu bisa tahu membuatnya semakin kesal. Bahkan menebak jenis kelaminnya.

"Sepertinya aku harus segera menelpon Saga. Sebelum siang, aku yakin dia sudah terbang pulang."

***

Untuk story ini, jadwal upnya setiap hari Sabtu, ya. Buat menemani malam minggu kalian yang ... (isi sendiri) wkwkwk

Saturday, 13 February 2021

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top