3 - Al-G'hul
Batar terkejut ngeri tatkala Elorca menghambur tepat ke tengah pertikaian, hanya berjarak beberapa langkah dari ujung pedang para bandit. Sebuah tindakan yang sangat di luar nalar. Beruntunglah Rinan terpancing dengan Elorca, mengurungkan niatnya untuk menyerang. Pertarungan seperti terhenti oleh Elorca yang kini berada di tengah-tengah medan laga.
"Elorca, apa kau sudah gila!? Aku menyuruhmu untuk di dalam saja karena di luar bahaya! Kenapa kau malah keluar??" teriak Batar setengah marah.
Elorca berbalik, memandang Batar sengit. Dengan alis setengah naik, ia pun menyalak kecut, "Bahaya? Oh, Tuan Lonechair, apa kautahu bahaya apa yang tengah mengintai kita semua di sini?? Di dalam pun tidak ada jaminan kalau kita akan aman?!"
"Wapilaini!! Bawa orang-orangmu pergi dari sini!" teriak Elorca pada Rinan, tentu saja dibalas oleh 'Pimpinan Bandit' dengan sebuah penolakan penuh angkuh.
"Pah! Untuk apa aku harus mematuhimu, Perempuan Rendahan!!?"
Entah mengapa, Batar merasa ada garis yang diterabas oleh Rinan. Seketika emosinya terbakar tatkala Rinan melontarkan hinaan pada Elorca.
Batar mengacungkan kapaknya ke arah Rinan. "Jaga bicaramu, Rinan!! Sekali lagi kau hinakan nama Priestess dari Brenoth, aku akan memburumu meski kau berlindung di ketiak Bangsawan Isigalla atau Qasalon sekalipun!!"
Sementara itu, Elorca masih terlihat panik, masih—dan masih—mencoba untuk menengahi. Sepertinya, apa yang ditemukannya sangatlah gawat.
"Demi Buyut! Kalau kalian terus-terusan bertarung—"
Belum selesai Elorca berbicara, mendadak suasana dalam perimeter rumah Saksios berubah dengan drastis. Seperti merasakan bahaya mendekat, Elorca melanjutkan penjelasannya dalam teriakan pamungkas yang terdengar begitu panik.
" ... kalian akan memicu Susunan Runik yang sudah di tempat ini dan KITA SEMUA DALAM BAHAYA!"
Angin berhenti berembus, serangga pagi berhenti berderik, rumput berhenti bergoyang.
Sunyi, senyap, perlahan turun seperti menulikan indera pendengar. Qokar tengah diterpa panas-panasnya kemarau, tetapi mendadak udara menjadi begitu dingin. Sangat dingin, hingga seluruh kulit serasa seperti dikelupas oleh bilah es. Langit tiba-tiba menggelap kelam seperti akan turun hujan badai.
Lalu, perlahan cahaya sinar matahari berubah memerah, seakan satu daerah itu sedang diterpa badai pasir terburuk sepanjang sejarah Qokar.
'Makhluk' itu datang. Mereka datang.
*-*-*-*
Datang tiada undangan, pulang tiada jemputan.
'Makhluk-makhluk' itu termanifestasi dari ketiadaan yang tidak dapat dinetra oleh indera. Mula-mula muncul asap hitam, kemudian memadat menjadi kain hitam yang terbang di udara. Dari kain hitam yang telah koyak oleh waktu itu, muncullah kedua tangan dan kaki. Belenggu mengikat kaki mereka, senjata tergenggam di tangan mereka. Wajah mereka tidak terlihat, hitam legam seperti langit tanpa bintang. Namun, mereka mengeluarkan teriakan yang begitu mengerikan. Menakuti makhluk hidup apapun yang ada di sekitarnya, bahkan rumput yang diinjak mereka pun layu karena saking takutnya.
"Algol ...." Sebuah nama tersebut dari bibir Batar, tatkala 'sosok-sosok' itu perlahan termanifestasi ke bumi. Sosok yang memang seharusnya tidak berada di dunia nyata. Puluhan 'makhluk' kegelapan tiba-tiba muncul, di tengah siang yang berubah menjadi petang memerah.
Para makhluk itu pun menunjukkan taring-taring gelap dari wajah hitam legam, sepanjang jari telunjuk pria dewasa. Mereka pun berteriak parau, sebelum meluncur menyerang ke arah manusia yang dia temui. Tidak peduli dengan afiliasi, tidak peduli tua atau muda.
Ada tiga hal yang harus dilakukan ketika menemui penampakan Algol.
Ketika kau menemui kain hitam terkoyak yang tiba-tiba muncul dan melayang di udara, larilah.
Ketika kau menemukan ada asap hitam tiba-tiba muncul tanpa ada api, larilah.
Ketika kau mendengar seperti suara raungan hewan buas yang parau di tengah Savana Qokar, larilah.
"Algol. Itu Algol, Pak Tua! Sekawanan Algol menyerang tempat ini!" pekik Batar, seraya menggenggam erat kedua kapaknya. Sudah beberapa kali ia bergelut dengan berbagai hantu dan siluman Tanah Qokar yang sering mengganggunya ketika dapat tugas berpatroli di Hutan Leluhur. Namun, kalau bertemu Algol—apalagi keroyokan dengan jumlah yang 'cukup' banyak—itu lain cerita.
Kalau yang muncul Djinn Qokar, masih bisa dikendalikan. Namun, ini Al-G'hul. Satu saja sudah bikin repot, apalagi puluhan muncul secara tiba-tiba seperti ini?
"Puluhan Algol tiba-tiba muncul di tempat ini adalah hal yang tidak wajar, Elorca ...." Hanya itu komentar dari Ba'atur.
"Tempat ini sudah dimantrai oleh Susunan Runik yang kutemukan di sudut-sudut dalam rumah. Aku juga menemukannya tersembunyi di beberapa tempat di kebun belakang. Tersembunyi dengan rapi," sahut Elorca.
"Artinya??" Batar menoleh ke arah perempuan itu.
"Tidak ada dua puluh Algol yang menampakan diri tiba-tiba, Batar."
Tatkala Batar, Ba'atur, dan Elorca tengah bercakap, sesosok Algol meluncur ke arah mereka.
"MENGHINDAR!" teriak Batar.
Algol itu memelesat cukup kencang, hanya untuk terbang di antara udara. Beruntung Batar dan Elorca mampu untuk menghindar terlebih dahulu. Namun, hal yang sama tidak bisa dikatakan oleh Rinan dan orang-orangnya yang tersisa.
Sesosok Algol 'menelan' salah seorang bandit yang tidak sempat menghindar. Bandit itu pun langsung kejang-kejang, meraung-raung layaknya Algol, kemudian menyerang temannya sendiri. Bandit yang 'kerasukan' Algol itu berhasil melukai beberapa orang, sebelum sebuah anak panah tepat menembus kepalanya.
"MUNDUR! MUNDUR! KITA PERGI DARI TEMPAT INI!"
Rinan dan anak buahnya seperti tidak peduli lagi dengan tujuan awal mereka. Mereka lari tunggang-langgang, memacu kuda-kuda mereka sembari melepaskan diri dari Algol yang mengejar.
Kini, hanya tersisa dua Penjaga Tanah Leluhur dan seorang abdi kuil Suku Brenoth, dikepung oleh sekawanan Algol. Belasan jumlahnya, ngeri perawakannya.
"Batarich, Ba'atur. Aku dapat merasakannya. Algol-Algol ini dikendalikan seseorang," ujar Elorca.
"Ah, sudah kuduga," gumam Batar. Setidaknya kini ia tahu kalau 'makhluk-makhluk' halus itu sengaja untuk 'ditampakan diri'.
"Mungkin saja dia adalah pelaku pembunuh Saksios yang sebenarnya," tambah Ba'atur mengomentar. Sementara itu, para Algol mulai menggeram, menatap ketiga orang di depannya, sembari melayang-layang di udara.
Kemudian, Para Algol itu mulai meraung.
"Batarich, Ba'atur," panggil Elorca, seraya mengeluarkan sebilah pisau yang biasa digunakan sebagai pisau ritus. "Aku akan coba menemukan siapa yang memegangi ikatan Algol-Algol ini. Sampai aku menemukannya—"
Sekawanan Algol meluncur, bersiap menyerang mangsa mereka.
"Tolong lindungi aku."
*-*-*-*
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top