Chappie 3
Luiz POV
Kepalaku terasa begitu berat. Dengan sekuat tenaga aku mencoba membuka kedua mataku. Yang pertama terlihat adalah dinding bercat biru muda. Perlahan aku mencoba duduk sambil memegang kepalaku yang sepertinya terbentur. Aku melihat sekelilingku terdepat Alvin, Amilya dan Roy yang tak sadarkan diri.
"Alvin! Bangunlah!" seruku sambil menggoyangkan tubuh Alvin yang dekat denganku.
"Ukh kepalaku... tunggu di mana kita?" tanya Alvin sambil melihat sekelilingnya.
"Aku tidak tau sebelum itu, kau bangunkan Amilya dan aku akan membangunkan Roy," kataku sambil menunjuk Amilya yang tak jauh darinya. Alvin mengangguk mengerti dan langsung menuju Amilya.
"Roy bangunlah!" seruku sambil menggoyang-goyangkan Roy yang dalam posisi menyamping. "Roy!" panggilku tetapi ia tetap tidak bangun. Aku mencoba mendorongnya agar posisinya menjadi terlentang.
"Luiz bagaimana dengan...- huh? Dia malah ngorok?" tanya Alvin yang mendekatiku sebelumnya dengan panik tetapi saat melihat Roy yang menunjukan wajah anehnya ia langsung kesal.
"Bolehkah aku menginjaknya? Sekali saja?" tanya Amilya yang aku dan Alvin balas dengan anggukan.
Akhirnya Amilya benar-benar menginjak perut Roy sampai yang terinjak merasakan kesakitan. Tanpa memperdulikan teriakan aku dan Alvin mulai berpikir.
"Kau itu cewek tetapi kasar sekali!" kata Roy sambil menggosok-gosok belakang kepalanya.
"Siapa yang menyuruhmu tidur dengan wajah menyebalkan huh?" tanya Amilya kesal.
"Kalau tidur siapa yang bisa mengatur? Lagi pula kenapa kita bisa ada di sini? Sebelumnyakan kita ada di kapal bersama..."
"FILA!!" seru kami berempat bersamaan.
"Luiz, kau tau sesuatu?" tanya Alvin.
"Tidak, aku bangun sudah seperti ini," kataku sambil menggeleng-gelengkan kepalaku.
"Teman-teman coba lihat ini," kata Amilya sambil menyerahkan secarik kertas.
Alvin menerima kertas itu dan mulai membacanya, "halo, maaf jadi terikut di culik. Aku hanya mempunyai urusan dengan salah satu teman kalian. Pintu keluar ada di pintu yang berwarna coklat. Berhati-hatilah dalam perjalanan. Tetapi jika kalian ingin membebaskan teman kalian, kalian harus men-hack melalui komputer yang telah tersedia di setiap ruangan. Aku usul kalian pulang dan jangan memberitahu hal ini pada siapapun. Hehehehe... APA MAKSUDNYA INI?!" seru Alvin setelah membaca surat itu sambil membanting surat di tangannya.
"Baiklah, mari kita pulang," kata Roy dengan santainya.
"Tunggu, apakah kau ingin meninggalkan Fila begitu saja?!" tanya Alvin kesal.
"Karena kita di biarkan pergi lebih baik kita mejauhi masalah," kata Roy santainya.
"Aku... tidak bisa meninggalkannya..." kata Alvin pelan dan terlihat ia mengepalkan tangannya kuat.
Ia langsung mengangkat wajahnya dan menoleh ke kanan dan ke kiri dengan kuat. Akhirnya ekspresi di wajahnya menunjukan bahwa ia menemukan apa yang ia cari. Ternyata ia melihat komputer yang di tulis di surat itu.
Aku dan Amilya saling bertatapan lalu berjalan mengikuti Alvin. Ia menekan tombol power di sebuah layar komputer. Terlihat angka-angka dan huruf-huruf yang saling bercampur aduk. Alvin terlihat memencet keyboard yang ada di layar sentuh yang berbeda dengan layar komputer dengan cepat. Tetapi tulisan error terus bermunculan.
"ARGH!" seru Alvin kesal.
"Sini biar aku yang mencobanya," kata Roy yang menggeser Alvin. Eh?
"Roy?" panggil aku, Alvin dan Amilya bersamaan.
"Kau masih di sini?" tanya Amilya bingung.
"Percuma aku keluar dari ruangan aneh ini tanpa petunjuk jalan," kata Roy yang berkonsentrasi dengan layar di depannya.
Aku, Alvin dan Amilya saling tertawa kecil mendengar perkataan jujur Roy.
"Apakah kau bisa mengatasi kode-kode itu?" tanya Amilya sambil melihat kode-kode yang berjalan seiringan dengan gerakan jari-jari Roy.
"Sepertinya.... tidak," kata Roy yang seiringan dengan tulisan error yang muncul di layar.
"Tunggu, biarkan aku mencoba," kataku sambil menggeser Roy lalu menatap layar itu dengan seksama.
"Apakah aku bisa? Itu adalah kode yang sangat su...-" perkataan Roy terhenti karena suara mesin yang membuka pintu.
"Kau bisa?!" seru Amilya dan Alvin bersamaan.
Aku melihat layar dan pintu yang terbuka secara bergantian, "aku merasa... nostalgia..."
"Kau pernah mencoba belajar men-hack sebelumnya?" tanya Roy bingung yang aku jawab dengan gelengan.
"Sudahlah, tunggu apa lagi? Ayo!" seru Alvin semangat menuju pintu.
Baru saja aku ingin beranjak, sesuatu masuk ke dalam ingatanku. Apa ini? Penghargaan? Apa saat kecil aku pernah mendapat penghargaan?
"Luiz, ada apa? Kau yang paling diperlukan saat ini. Ayo cepat sebelum terjadi sesuatu," kata Alvin panik. Aku mengangguk cepat dan menyusul Alvin, Roy dan Amilya. Mungkin tadi hanyalah halusinasi.
🌸
Fila POV
Aku membuka mataku pelan. Apa yang sedang aku tiduri bukanlah sesuatu yang nyaman.
"Oh, putri tidur sudah bangun rupanya. Sepertinya kau mempunyai masalah tidur setelah suami tersayangmu mati ya?" tanya kakek-kakek yang menyebalkan.
"Mengapa kau mengenalku maupun Jullian?" tanyaku kesal sambil berdiri.
"Tentu saja karena ia sudah membuatku bangkrut, di tambah orang tuanya memperkuat perusahannya! Ia menjadi semakin terkenal! Kau harusnya merasakan apa yang aku rasakan!" serunya kesal di depan wajahku.
"Ugh, klo iri ya ganti usaha dong. Bukan protes. Tunggu, izinkan aku bertanya beberapa pertanyaan."
"Silahkan," katanya sambil tersenyum.
"Apakah kau yang membunuhnya?"
"Ehehe..."
"Jika kau benar-benar yang membunuhnya, kau sekarang juga ingin membunuhku juga?"
"Tak aku sangka, sebagai istri di kehidupan lama kau pintar juga ruapanya," katanya dengan senyum yang semakin melebar.
"KAU YANG...- tunggu bukankah biasanya kebalik? Kau membunuh orang yang di cintai orang yang kau benci baru orang yang kau benci? Kok tatanan urutannya salah?" tanyaku bingung.
"Aku bukan orang yang suka menyimpan sandra, lebih baik orangnya lansung. Apalagi melihat ia menyebrangi sungai sendirian, itu adalah kesempatan yang bagus. Lalu kau juga pernah merendahkanku di depan orang banyak, karena itulah aku ingin membunuhmu. Jadi sekarang terima akibatnya," katanya sambil mendekatiku.
"Tunggu dulu!" seruku sambil merentangkan tanganku di depannya.
"Apa lagi?" tanyanya kesal.
"Bagaimana dengan teman-temanku yang lain?"
"Mereka selamat," ucapnya kesal.
"Bagus, sebenarnya aku tidak peduli jika kau akan membunuhku. Tetapi setidaknya hapus dulu mengenai diriku dari ingatan mereka dan orang-orang yang mengenaliku. Seakan-akan aku tak pernah ada di dunia ini," kataku datar.
"Sebenarnya jika mereka melewati pintu keluar, ingatan mereka mengenaimu semuanya akan di hapus.."
Aku ragu mereka akan melewati pintu keluar, tetapi lebih bagus kalau mereka melewati pintu keluar.
"Aku harus menarik orang-orang yang mengenalmu kemari lalu menghapus ingatan mereka. Itu terlalu merepotkan," katanya sambil menghembuskan nafas pelan.
Ugoh. Kek, aku tau kok dunia tidak seinstant mie instant.
"Lalu aku akan berpikir apa yang akan aku lakukan ya? Enaknya langsung membunuhmu atau memperkosamu ya?" tanyanya dengan wajah mesum.
Keinginanmu terlalu ketauan tau, udah jadi kakek-kakek tetap aja mesum. Oh iya, "bagaimana kalau aku saja yang memilih?"
"Boleh, tetapi opsi langsung membunuhmu di hapus ya," katanya dengan wajah ceria.
"Oh tenang saja," kataku sambil tersenyum. "Nah, pertama-tama mendekatlah," rayuku.
Dengan entengnya ia berjalan mendekatiku. "kau ingin hadiah?" rayuku dengan wajah yang aku buat seyakin mungkin. Tentu saja dengan cepat ia akan mengangguk ceria.
Aku tersenyum, "baguslah.." kataku lega. Dengan cepat aku meninju perutnya yang membuatnya terdorong menuju dinding di belakangnya dan menghasilkan suara keras. Rasakan kakek mesum.
"Ka-kau..." katanya kesal.
"Kau pikir aku adalah tipekal cewak feminim yang hanya akan berteriak minta tolong begitu?" tanyaku dengan nada meremehkan sambil menunjukan senyum kemenanganku.
Tiba-tiba ada seseorang yang memelukku dari belakang, "itulah yang membuatku nyaman denganmu," bisiknya.
"Huh?"
"Mr Betyard, saya menantang anda," katanya.
Tunggu, itu Luiz!
Aku melihat ke belakang terlihat Amilya, Alvin dan Roy yang tercengang. Apa yang sebenarnya terjadi?!
"Menantangku? Huh, tak ada..-"
"Saya akan mencoba merobohkan bangunan ini, sedangkan anda mencoba melindungi bangunan ini. Jika anda menang, anda boleh mengambilnya. Jika saya menang biarkan kami keluar dan jangan tunjukan wajah anda di depan kami lagi," kata Luiz dengan serius.
"Heeeh, itu tidak adil. Biarkan aku melakukan hal sesukaku, kalian berada di wilayahku loh," katanya sambil berdiri.
"Terserah anda, karena saya sama sekali tidak berniat untuk kalah," kata Luiz dengan tatapan serius.
aku merasakan sesuatu yang berbeda tetapi terasa familiar. Tiba-tiba saja dua layar komputer berserta keyboarnya muncul di depanku dengan berhadapan. Tidak begitu dekat, tetapi tetap saja itu membuatku kaget.
Tanpa berbicara maupun aba-aba, Luiz dan kakek itu langsung menuju komputer masing-masing dan saling mengetik sesuatu di keyboard mereka dengan cepat. Aku dapat melihat dewa hacker di sini.
Hm? Perasaan aneh yang familiar, dewa hacker, dan kata-kata itu jangan-jangan Luiz adalah... JULLIUS?!
Tunggu dulu, mungkin saja aku salah. Mungkin si Luiz memang menyukaiku, menyukai segala sesuatu yang berkaitan dengan komputer lalu perasaan itu... mungkin aku pernah melihatnya seperti ini.... iya tidak ya?
Aku berjalan mendekati Amilya, Alvin dan Roy yang masih di tempat mereka.
"Apa yang sebenarnya telah terjadi?" tanyaku.
"Itulah yang ingin aku tanyakan,"kata Alvin yang terlihat masih shock.
"Apakah di antara kalian tau bahwa Luiz sejago ini?" tanya Amilya bingung.
"Aku tidak tau, ini adalah hal yang baru. Aku bahkan yang pernah menang dalam banyak lomba hack tidak bisa memcahkan kode-kode orang ini," kata Roy yang melihat kedua orang yang dengan cepat menggerakkan jari-jari mereka.
"Hack ada lombanya?" tanya Alvin tak percaya.
"Ada, tetapi kecil-kecilan. Walaupun begitu semuanya adalah orang-orang pro," kata Roy yang masih menyaksikan kegiatan kedua orang itu.
Aku terdiam, tetap terdiam. Tiba-tiba saja dinding-dinding bangunan itu lepas begitu saja.
"Saya menang," kata Luiz tanpa berekspresi.
Kakek mesum itu menatap layar komputernya dengan tatapan tak percaya.
"Saya harap kau tidak akan pernah menunjukan wajah anda lagi di hadapan kami," kata Luiz sambil mengambil satu langkah ke belakang lalu menunduk kecil, "perlombaan yang menyenangkan," katanya lalu mengangkat kembali kepalanya.
Mendengar itu nafasku seperti terhenti. Jullius. Tak lama, terdengar bahwa bangunan akan runtuh.
"Ayo kita keluar sekarang," perintah Alvin panik.
Aku melihat Luiz yang mulai berlari akhirnya aku juga ikut berlari dengan Luiz di sebelahku. Ia melihatku dengan senyum senang, yang aku balas dengan senyum pasrah.
Entah mengapa setelah itu pandanganku menju ke atas. Melihat ada yang aneh aku langsung mendorong punggungnya dengan sekuat tenaga. Lalu jatuhlah bangunan itu menimpaku dengan beberapa batu yang membuatku tak bisa bergerak.
"FILA!" panggil Luiz keras.
"Huh? Dimana Fila?" tanya Amilya terdengar panik.
Nyungslep di antara batu. Saat aku mencoba menarik kakiku aku merasakan sakit, mungkin sekarang kakiku berdarah?
"FILA!" panggil Roy, Amilya, Alvin dan Luiz bersamaan.
Kalau aku diem aja kayaknya ekspresi mereka akan semakin ser..-
"YOSELIN!"
Huh? Itu... suara Luiz...-kan? Mengapa dia memanggil nama lamaku? Ugh! Sudahlah, mereka pasti sudah cukup kawatir.
"Aku bawa palu!" seru Roy tiba-tiba.
Kalau kena kepalaku gimana woi?!
"Ide bagus!" seru Alvin.
DARI MANANYA?!
Dengan pasrah aku mengangkat tanganku di antara batu.
"Itu dia!" seru Amilya.
"Bisakah kalian menyingkirkan batu-batu ini? Sepertinya kakiku terluka," kataku sebelum ada yang menarikku.
"Amilya, ambilkan P3K di tasku," perintah Alvin.
Wah ternyata benar-benar ada yang bawa selain aku ya?
Tak butuh waktu lama, cahaya langsung mengenaiku dan batu-batu yang menimpaku sudah di singkirkan tidak dengan batu-batu yang berada di bawahku.
"Bertahanlah!"
"Oi."
"Tetaplah bersamaku!"
"Oi!
"Tenanglah!"
"Yang perlu tenang adalah dirimu sendiri tau, aku hanya terluka di kaki. Bahkan tidak pingsan," kataku lalu terkekeh geli.
"Aku sudah menemukan P3K-nya, Luiz tolong kau pegangi agar Fila bisa duduk," kata Amilya yang langsung mendekatiku.
"Harus duduk? Badanku lemas semua nih," candaku yang sedang di bantu Luiz untuk mengambil posisi duduk dengan lenganku yang bersandar di dadanya.
"Aku hanya bisa mengobati orang jika ia duduk dan kau lemas karena kekurangan darah! Kau pasti tidak cepat-cepat menyahut saat kami meneriakimu ya?" tanya Amilya galak.
"Wah ketauan, ampun bu dokter," kataku dengan nada bercanda.
"Sepertinya kau kembali seperti Fila yang semula ya," kata Roy sambil mendekatiku.
"Fila yang biasanya adalah aku yang sebenarnya," kataku sambil tersenyum.
"Tetapi tidak saat kau di dekat bangunan itu," kata Alvin.
Aku terdiam lalu terkekeh, benar juga. Karena tempat itu adalah tempat yang paling berharga untukku di dunia ini.
"Mungkin karena sudah bertemu dengan orang yang kau sukai ya?" tanya Roy dengan nada Jail.
Aku melihat Luiz yang sedang tersenyum. Tanpa berbicara sepatah katapun aku memegang kedua pipinya. Mencubitnya ke arah yang berlawanan, memutar-mutarkan pipinya lalu menaikan pipinya. Setelah melakukan itu aku tertawa, ekspresi yang di keluarkan juga sama.
"Jadi, beri tahu padaku apa yang sebenarnya terjadi," kataku yang langsung dalam serius mode.
"Aku juga ingin tau apa yang terjadi," kata Roy yang mengambil posisi duduk di hadapan Luiz begitu juga dengan Alvin yang duduk di hadapan Luiz.
Ia menarik lalu menghembuskan nafasnya pelan, "saat pertama memecahkan kode itu aku merasa nostalgia lalu setelah selesai aku mendapat memori bahwa saat kecil aku mendapatkan penghargaan dengan IQ-ku yang diatas rata-rata. Setelah memecahkan soal yang kedua aku mendapatkan ingatan saat pertama kali aku mencoba bertutat dengan kode-kode komputer.
Setelah memecahkan kode yang ketiga aku mendapatkan ingatan bahwa aku dinikahkan oleh kedua orang tuaku, baik aku ataupun gadis itu tidak berbicara. Setelah memecahkan kode keempat aku mendapatkan ingatan saat aku menghabiskan waktu dengan gadis itu. Setelah memecahkan kode yang terakhir, aku ingat terakhir kali aku melihat wanitaku dan pekerjaan terakhirku. Maaf aku tidak dapat pulang dengan selamat dan membuatmu bersedih," jelasnya saat sua kalimat terakhir ia menatapku dalam.
Air mataku turun begitu saja. Aku langsung memeluknya erat, seerat-eratnya. Pertama dari gerakannya ia terlihat salah tingkah tetapi akhirnya ia membalas pelukanku dengan erat juga.
"Uwoooo..." kata Amilya pelan.
"Kok rasanya panas ya?" tanya Roy.
"Iya panas sekali," kata Alvin.
Aku tertawa kecil lalu melepaskan pelukanku, "aku tau kok Alvin dan Amilya saling menyimpan rasa satu sama lain," kataku yang sukses membuat Amilya dan Alvin langsung salah tingkah. Untung saja kakiku lelesai di perban kalau tidak luka di kakiku akan tambah membesar.
"Aduh, aku jadi obat nyamuk nih," kata Roy kesal.
"Oh mumpung hampir malam kan?" hm... tunggu dulu...
"MALAM?!"
"Sejak kapan menjadi malam?!" seru Alvin panik.
"Hampir vin! Hampir!" seru Luiz yang sama paniknya.
"Iya! Perjalanan kita tinggal sedikit lagi bukan?!" tanya Roy yang sudah mulai menggila.
Deja vu banget.
"Tetapi aku rasa kalau kita berjalan sekarang...."
"Akan langsung sampai bukan?!" tanya Roy menggila.
"Nggak, setidaknya kita baru bisa sampai saat matahari muncul karena kita tidak tau di mana lokasi kita sekarang," jawabku datar.
Keringat langsung membanjiri tubuh para lelaki. Tiba-tiba terdengar semak-semak saling bergesekan. Para lelaki terdengar hampir ingin berteriak sampai akhirnya terlihat seseorang yang berbaju seragam tim penolong.
"Oh, kalian berada di sini," katanya sambil tersenyum sumrigah. "HEI DI SINI!" panggilnya kepada sesuatu di belakangnya.
🌸
Akhirnya kami diantar pulang dengan mobil jip. Karena aku terluka, mereka terlihat terburu-buru padahal yang luka saja biasa aja. Setelah sampai di kota, aku langsung di antar di rumah sakit dengan ambulan dengan ibuku yang tiba-tiba masuk. Tunggu, sebenarnya apakah kami berhasil menyebrangi danau?
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top