Is There A Happy Ending for Illegitimate Son of The Family
TW// Kekerasan, Self Harm, Bunuh Diri
~o0o~
Tubuh kurus kering itu langsung jatuh ke atas lantai karpet setelah mendapat tamparan keras di pipinya. Terdengar suara tercekat dari dua orang perempuan berpakaian pelayan, suara napas terengah-engah karena menahan amarah, dan suara tawa puas dari dua gadis berambut seperti emas. Hope hanya bisa menahan rasa sakit serta tak mampu menatap wajah ibu tirinya.
"Dasar anak haram! Menuangkan teh saja tidak bisa. Kerjamu itu cuma bermalas-malasan? Masih untung kau tidak kujadikan makanan anjing!" geram Countess Hellios.
Para pelayan berusaha menenangkan wanita pemilik rumah, tetapi dua remaja itu malah memanas-manasi sembari berekspresi senang.
"Dia memang sengaja, Bu. Pasti setelah ini mau mengadu ke ayah."
"Dia itu memang berniat untuk menyelakai ibu. Dari awal, 'kan, selalu seperti itu supaya bisa mengusir kita nantinya kalau sudah dapat gelar Count."
Alhasil, Countess makin marah dan mulai melempar cangkir porselen mahal ke tubuh si remaja. "Mati saja kau! Jangan harap anak haram sepertimu mendapat kebahagiaan! Mati kau, Bedebah!"
Pada akhirnya, supaya semua barang di ruangan itu tidak turut dilempar, salah satu pelayan menarik lengan kurus Hope untuk membawanya keluar. Wajah remaja itu datar, tidak menunjukkan emosi apa pun ketika pelayan menariknya ke koridor. Akibat sudah terbiasa dengan perlakuan kasar Countess dan anak-anaknya, Hope bahkan sampai terlihat seperti bukan manusia. Semua pekerja di kediaman itu juga tahu akan hal ini, tetapi tak banyak yang bisa mereka lakukan untuk Hope.
"Nyonya itu selalu saja marah-marah," keluh si pelayan sembari menuntun Hope melewati persimpangan koridor. "Ah, saya sudah tidak tahan melihat Tuan Muda diperlakukan begitu. Tuan Muda, apa Anda tidak mau pergi dari sini saja?"
Ekspresi Hope datar, sama sekali tidak berminat untuk menjawab. Si pelayan mengembuskan napas, reaksi remaja berusia 14 tahun itu sama seperti biasanya. Jadi, ia hanya bisa mengoceh demi menghibur hati kecil majikannya.
Hope, anak yang lahir dari selingkuhan Count Hellios dibawa ke kediaman saat usianya 4 tahun. Hidupnya tidak pernah bahagia bahkan setelah ia lahir. Ibu kandungnya menggunakan Hope untuk mendapat uang dari Count, kemudian pergi meninggalkan anak malang tersebut di kediaman Hellios yang mirip neraka. Alasan Count menerimanya karena dia tidak punya pewaris laki-laki, dua anaknya dari Countess perempuan dan tidak bisa mewarisi gelar Count.
Sejak awal kedatangannya, Countess tidak suka. Gara-gara hal ini juga pasangan Hellios ini jadi sering adu mulut. Karena Count juga tidak memedulikan ucapan Countess yang ingin anak itu jadi pekerja di rumahnya, alhasil Countess meradang. Ia mulai memperlakukan Hope dengan kasar. Pelayan-pelayan yang berpihak pada Countess mulai ikut menindasnya, menyuruhnya melakukan kerjaan para pekerja, memberinya makanan tidak layak, bahkan memukulnya.
Count Hellios sering pergi ke ibu kota untuk urusan bisnisnya, baru pulang setiap tiga bulan sekali dan saat itulah semua berubah jadi baik. Sebenarnya pura-pura baik. Otomatis makin banyak pula orang-orang yang memperlakukan Hope dengan kejam, kecuali Nancy. Pelayan perempuan muda berusia 20-an ini selalu berusaha netral, ia sering diam-diam memberikan makanan layak konsumsi, dan perlakuan baik.
"Tuan Muda, ayo kabur dari sini," ajak Nancy setelah berhenti melangkah di dekat tangga menuju lantai dasar.
Hope mendongak, tubuh Nancy lebih tinggi darinya. Sebetulnya, Hope sangat ingin pergi dari kediaman itu, tetapi setelah berada di luar ia harus ke mana?
"Tuan Muda, saya punya kampung. Saya masih punya orang tua, kalau Anda mau bagaimana kalau ke kampung saya?"
Namun, Hope menggeleng. Bukannya ia tidak mau pergi ke kampung Nancy, tetapi ia takut jika nantinya orang-orang itu juga akan melakukan hal yang serupa. Belum lagi, ucapan kejam Countess dan anak-anaknya masih terus terngiang di benak remaja itu.
Nancy mengembuskan napas, lalu kembali melanjutkan langkah menuju kamar Hope. Lagi pula tawaran itu bukan pertamanya kali dilontarkan Nancy. Sayangnya mau berapa kali pun mencoba, pelayan itu tidak bisa membujuknya untuk pergi dari kediaman mirip neraka kecil bagi Hope.
~o0o~
Dini hari itu Hope terbangun dari tidurnya. Dalam kondisi tidur pun mimpinya tidak pernah indah, gara-gara ini juga ia jadi kekurangan tidur. Bekas tamparan keras Countess sudah diobati siang tadi oleh Nancy, pelayan itu juga meninggalkan sepotong roti, semangkuk sup krim jagung, dan air minum untuk makan malamnya.
Setelah menghabiskan semuanya, Hope memutuskan untuk memandang langit-langit kamarnya yang gelap. Cahaya hanya masuk dari ventilasi udara dan lilin kecil di atas meja. Kemudian, ia melihat bayangan dari lilin di tembok, lama sekali sampai tidak terasa matanya pedih karena tidak berkedip. Samar-samar ia mencium bau sesuatu yang terbakar, tetapi diabaikan.
Setelah puas memandang bayangan, remaja itu kembali ke ranjang untuk kembali tidur. Namun, tiba-tiba Nancy membuka pintunya dengan keras, wajah pelayan itu terlihat panik dengan pakaiannya hanyalah baju tidur tipis.
"Tuan Muda, cepat keluar! Mansion-nya terbakar!" seru Nancy.
Hope membelalak, lalu melompat turun dari ranjang. Mereka berdua kemudian berlari di koridor yang sudah dipenuhi asap hingga terbatuk-batuk. Banyak pelayan dan pekerja berlarian menyelamatkan diri, hingga memadati pintu keluar masuk khusus pekerja. Nancy tahu mungkin mereka tidak akan sempat jika lewat sana, jadi pelayan itu berlari menuju main hall supaya bisa lewat depan.
Sembari menuntun Hope melewati main hall, Nancy menjerit saat lampu gantung kristal jatuh. Sebisa mungkin ia melindungi majikannya dari kobaran api yang sudah melahap main hall.
"Tuan Muda, saya akan melindungi Anda. Pintunya ada di seberang, jadi kita harus---" Namun, belum sempat Nancy melanjutkannya, ia langsung terbatuk-batuk.
Udara di sana sudah tidak baik untuk dihirup, napas mereka terasa sesak, tetapi Nancy tetap memprioritaskan Hope. Dalam kondisi seperti itu pun mereka berlari seraya menutupi hidung dengan baju mereka, lalu menghindari tempat-tempat yang terbakar. Lagi, jalan mereka terhalangi oleh puing-puing dari langit-langit yang berjatuhan.
Sekarang Hope yang menarik Nancy untuk mencari jalan lain, sebab pelayan itu terlihat napasnya makin sesak. Pegangan tangan mereka terkadang terasa longgar, tetapi Hope tetap menariknya untuk sama-sama menuju pintu keluar.
Pada akhirnya Nancy menyerah, napasnya makin tersengal-sengal dan kepalanya terasa pusing. "Tuan Muda ... pergilah ... tanpa saya."
Hope menggeleng. Tanpa berbicara sepatah kata pun, remaja itu turut membantu si pelayan untuk berdiri. Namun, ia juga sama. Napasnya makin sesak serta kepalanya mulai pusing. Mata mereka pun terasa perih, rasanya tenaga untuk kembali bangkit sudah tidak ada.
"Cepat ... pergi .... lupakan saya," ucap lirih Nancy sebelum kehilangan kesadarannya.
Hope panik, lalu ia mencoba untuk membangunkan pelayan baik hati itu. Bahkan, karena tidak mau keluar sendirian, remaja tersebut menyeret Nancy menuju pintu. Sayangnya tubuh Nancy terlalu berat untuk tenaga Hope yang kecil, jadi ia tidak bisa menggendongnya. Pada akhirnya di tengah usahanya yang nyaris mengkhianati hasil itu membuatnya mendekat ke pintu.
Namun, Hope terjengkang ke teras mansion tepat ketika runtuhan berjatuhan ke tubuh Nancy. Tatkala remaja itu hendak menarik pelayannya, seseorang dengan cepat menariknya untuk menjauh. Spontan Hope meronta, meneriakkan nama Nancy yang tertimpa pintu besar mansion yang terbakar.
Untuk pertama kalinya setelah sekian lama, Hope berlinangan air mata. Pelayan yang selalu memperhatikannya meninggal dengan mengenaskan. Kini yang tersisa hanyalah memorinya tentang semua kebaikan Nancy pada Hope.
~o0o~
Setelah insiden kebakaran mansion, Hope mulai tinggal di kediaman Hellios di ibu kota. Hanya saja kali ini tidak ada pelayan seperti Nancy yang memperlakukannya seperti anak sendiri. Keluarga Count Hellios yang tersisa hanyalah Hope dan Count yang segera menjemputnya dari ibu kota kerajaan. Countess beserta dua anaknya meninggal di insiden tersebut.
Akibat insiden ini pula Hope jadi pewaris satu-satunya dan mulai menjalani pendidikan sebagai pewaris. Namun, tutor yang didatangkan tidak ramah dan suka menghinanya hanya karena Hope memiliki darah seorang rakyat biasa. Para pelayan kediaman di ibu kota pun kebanyakan tidak bersikap seperti Nancy, mereka jadi segan dan beberapa ada yang suka menghinanya secara diam-diam.
Roda kehidupannya benar-benar berputar. Tidak ada lagi yang suka menyiksanya, ia mulai membaur dengan pergaulan kelas atas setelah menyelesaikan debutante, dan seluruh aset keluarga Hellios jatuh ke tangannya. Benar-benar seperti balas dendam yang manis karena para penindasnya berakhir di akhirat.
Setelah melewati upacara kedewasaan, pernikahannya telah ditentukan. Hope dijodohkan dengan putri dari keluarga Count Daymoree. Mereka menikah setelah setahun bertunangan. Seharusnya ini menjadi akhir bahagia bagi Hope, tetapi nyatanya tidak begitu.
Setelah Count Hellios meninggal dunia akibat sakit, gelar Count diwariskan pada Hope. Di sinilah masalah mulai bermunculan. Bisnis keluarga mulai goyah, belum lagi kapal pengangkut dagangan milik keluarga Hellios tenggelam di laut karena badai. Countess yang baru ternyata diam-diam berselingkuh dengan putra Duke, dan anak mereka yang baru 4 tahun terkena penyakit langka.
Rasanya Hope benar-benar ingin mati saja, di tengah kesulitan untuk mempertahankan bisnis keluarga, ia juga harus ke sana kemari mencari obat untuk anaknya. Sementara Countess asyik berselingkuh dan tidak memedulikan anak mereka.
Ketika bisnis keluarga bangkrut, Countess langsung menggugat cerai, sebab ia tidak sudi hidup dengan bangsawan miskin. Wanita itu bahkan menelantarkan anaknya dan pergi dengan selingkuhannya. Berbagai tabib ternama, utusan dewa dari kuil suci, bahkan dari luar kerajaan pun telah didatangkan demi kesembuhan sang anak. Sayangnya, tidak ada yang berhasil menyembuhkannya, menyebabkan Hope makin putus asa.
Di ulang tahun ke-6 anaknya, Hope sudah kehabisan cara. Hartanya sudah habis dan yang tersisa hanyalah mansion itu. Para pekerja juga sudah lama meninggalkan kediaman, tersisa butler tua yang setia menemani.
Wajah Hope terlihat cekung dan ada kantung mata, jelas ia terlihat lelah. Namun, Hope masih setia menemani anaknya sembari menggenggam erat tangan mungil tersebut. Sebetulnya, ia ingin menangis melihat kondisi anaknya yang makin hari makin pucat, tubuhnya kurus kering seolah tidak memiliki daging. Akan tetapi, menangis di depan anaknya hanya akan menambah kesedihan anak itu.
"Ayah," panggil si anak lirih.
"Iya, Nak?"
"Ayah tidak tidur?"
Hope tersenyum getir. "Ayah akan tetap di sini menemanimu sampai hari ulang tahunmu selesai."
"Tapi ayah harus tidur ... supaya nanti setelah Luke sembuh, Luke bisa main sama ayah." Setelah mengucapkan itu, si anak mulai batuk-batuk.
Hope mulai menyodorkan sapu tangannya dan hatinya makin sakit tatkala melihat darah keluar dari mulut Luke. Setelah batuknya selesai, anak itu hanya tersenyum berusaha menenangkan ayahnya supaya tidak khawatir.
"Nak, istirahatlah. Ayah akan tetap bersamamu sampai kapan pun," kata Hope.
Luke mengangguk, lalu memejamkan matanya ditemani lantunan pengantar tidur dari Hope. Malam itu di hari ulang tahunnya yang ke-6, Luke mengembuskan napas terakhirnya dalam tidur.
Kehilangan satu-satunya hal yang paling berharga untuknya, Hope benar-benar berada di titik terdalam jurang putus asa. Ia bisa hidup dengan kemiskinan, tetapi tidak dengan orang tercinta. Dalam hatinya, Hope mempertanyakan takdirnya sendiri. Haruskah ia menerima takdir kejam yang selalu datang? Apakah perkataan mendiang Countess Hellios terdahulu benar adanya bahwa nasib anak haram tidak akan pernah berakhir bahagia?
Hari demi hari yang dilakukannya hanyalah mengurung diri, memikirkan semua kemalangannya. Ia menolak makan, terkadang berteriak, dan menyakiti dirinya sendiri dengan pisau. Bayang-bayang dari rasa bersalahnya karena tak bisa menyelamatkan orang terkasih menghantuinya. Dimulai dari rasa bersalahnya pada Nancy, lalu pada Luke.
~o0o~
Andai saja waktu itu aku tidak menolak ajakan Nancy, mungkin hidupku lebih baik. Andai saja aku tahu caranya menyelamatkan Luke walau jiwaku sebagai pertukarannya, Luke mungkin masih hidup sekarang. Aku ... sungguh menyedihkan. Tidak ada akhir bahagia untukku, satu-satunya akhir untuk anak haram sepertiku hanyalah mati.
Catatan itu kemudian. ditemukan satu hari setelah Hope mengakhiri hidupnya dengan gantung diri.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top