Bab 26 - Sabiya, Raka, dan Bunda

Jangankan kepada sesama manusia. Terkadang manusia juga datang kepada Allah saat butuh saja.

~Sabiya (Luka yang Kau Torehkan)~
Karya Mellyana Dhian @mellyana.i

***

Apa kabar The strong geng?
Stay safe ya.

Tahun baru ke mana nih?

Yang gak kemana-mana mari melihat Naila hahaha

Di rumah aja baca Sabiya sambil komentar di setiap paragraf. Soalnya aku always baca komen di paragraf.

Follow instagram Sabiya yuk @sabiya.sahzan minta aja follback pasti dikasih

***

"Aku gak suka Sabiya kerja sekantor sama kita," kataku kepada Abizard begitu dia masuk mobil.

Wajahnya masih ditekuk. Aku tahu dia masih badmood, tapi aku juga sudah menahan ketidaksukaan ini sejak beberapa jam yang lalu.

Dengan tangan bersilang di depan dada aku berkata, "Kok kamu diem aja sih? Manager harusnya punya kuasa juga dong buat keluarin dia." Suaruku meninggi. Kesal dengan sikapnya yang seolah mendiamkanku.

"Bawel!"

Hah? Bisa-bisanya malah mengataiku. "Ngeselin banget sih! Keluarin Sabiya dong!"

"Kamu tahu gak siapa yang rekrut dia?"

"Raka?"

"Iya."

"Nama aku di mata atasan sekarang jelek gara-gara ada penurunan penjualan produk yang ada di timku. Ditambah kabar perceraian dan perselingkuhan. Kamu jangan kayak anak-anak! Kepalaku udah mau pecah ini." Matanya melotot ke arahku. Bukan seperti Abizard yang kukenal.

"Dewaku." Dia tidak pernah seemosional ini.

Abizard membuang napas kasar. Lantas mencium punggung tanganku. "Maaf Sayang. Aku emosi sama istri durhaka itu."

"Jangan lagi sebut dia istrimu! Sekarang istrimu cuma aku."

"Iya. Aku emosi sama Sabiya."

Saat mobil kami siap jalan, Sabiya muncul membawa trash bag berisi sampah. Hahaha... kasian banget sih kerja jadi bawahan. Cocok sih tabiatnya aja rendahan gitu. Lihat saja perubahan wajahnya, sudah penuh jerawat. Dia kan dulu cantik gara-gara Abizard. Maaf Sabiya kalau aku kejam, tapi kamu sudah meremehkanku. Orang yang menilai rendah orang lain pantas diperlakukan rendahan.

Sengaja aku membuang bekas wadah seblak ke arahnya. Kuah yang masih tersisa itu pun mengenai pakaiannya. Padahal dia sudah mengenakan pakaian ganti, bukan lagi pakaian staf masak. "Ups sorry, sengaja."

Sabiya melotot. Menghadang mobil kami yang memang berjalan pelan menunggu mobil di depan menepati parkir. "Turun kamu! Wanita gak punya akhlak! Kamu tu cocoknya jadi pemain antagonis film kumenangis daripada di sini."

"Apa sih?" tanyaku sambil memutar bola mata malas. Pake samain pemain film segala.

Abizard membuka kaca mobil. "Astgfiruallah, drama banget. Minggir kamu Sabiya. Saya mau lewat."

"Gak bisa. Itu wanita yang duduk di sampingmu harus tanggung jawab." Dia makin menantang seraya menunjukan bekal noda kuah seblak.

"Turun sana. Kasih uang biar diam," pinta Abizard seraya memijat kepala.

Aku mengambil satu lembar lima puluh ribu. Membuka kaca mobil sedikit. "Nih. Buat makan. Kere kan lo gak dihidupin Mas Abizard." Iya, akhlakku memang nihil kalau dihadapkan sama Sabiya. Siapa dulu yang menyulit api. Dia, kan? Aku hanya membalas kejahatannya saja.

Dia meludahi mobil Abizard. Benar-benar gak tahu diri. Gak punya akhlak. Dewaku mematikan mesin. Darahku pun ikut mendidih. Kenapa coba Abizard gak tabarak aja wanita ngeselin itu.

"Kenapa mesinnya dimatiin?"

Abizard keluar dari mobil. "Selesaikan urusanmu. Aku males liat wajah dia."

Tidak. Aku tidak mungkin keluar dari mobil. Gimana kalau dia melakukan kekerasan seperti menjambak atau membunuhku? Gak. Gak mungkin aku hadapi wanita gila itu.

Aku punya ide. Kenapa gak aku ancam dia akan kutrabak saja? Pasti dia takut. Kini aku duduk di kursi kemudi lalu menghidupkan mesin lagi. "Minggir atau tabrak?"

"Gak. Saya gak akan takut."

"Ok." Sebenarnya aku tidak tahu pasti cara menyetir. Asal saja kuincak gas dan bersedia menginjak rem. Tanpa pikir panjang kulakukan untuk mengancam Sabiya.

"Woy!" Seseorang berseru, menggema di area parkir. Kulihat dari spion. Itu Raka. Sial. Dia ikut-ikutan. Kalau aja dia bukan atasanku pasti akan kubantah. "Naila kamu masih waras?" tanyanya begitu tenang.

"Maaf, Pak." Tidak lama Abizard menyusul. Dia tidak mengatak apa-apa. Namun hanya tersenyum singkat kepada Raka.

Setelah itu aku lihat Raka masuk ke dalam mobil mengajak Sabiya. Apa benar mereka punya hubungan spesial? Ini gak bisa dibiarkan. "Apa Sabiya itu pacaran sama Raka?"

"Gak mungkin. Raka udah punya tunangan."

"Tapi tunangannya ke luar negeri, kan?"

"Hmm. Kamu pikir Raka tipenya serendah Sabiya?"

"Lah, kamu juga tipenya rendah. Masak sama pembantu gak pernah sekolah gitu."

"Sabiya itu spesial. Hanya orang tertentu yang melihat keistimewaan itu."

Kejujuran Abizard menyulut amarahku. Bisa-bisanya dia memuji calon mantan istrinya. "Spesial siapa dia sama aku?"

"Ya kamu. Kamu kan cantik dan cerdas."

Sampai kapan pun aku gak rela Sabiya derajatnya lebih tinggi daripada aku.

***

Lagi lagi Raka menolongku. "Gak enak saya sama kamu, Ka."

"Kenapa?"

Aku hanya menaikkan bahu. Kulihat di mobil Raka ada wanita berjilbab yang menatap kami.

"Itu Bunda saya," kata Raka.

Aku berjalan mendekat. Mengganguk seraya tersenyum di samping jendela mobil yang terbuka. "Tante." Paham gak sih gimana malunya aku. Ibu Raka melihat keganduhan tadi.

"Raka dia gak diajak bareng aja?" tanya ibu Raka kepada sang anak yang membuka pintu.

"Emang mau, Bun?"

"Ya tawarin kali, Ka." Ibu Raka mencubit lengan anaknya.

Raka langsung bertanya, "Sabiya ma—"

Sebelum Raka selesai menawari, aku langsung menjawab. "Aku mau bareng Yasmin aja."

"Tuh Bun ditolak," adu Rak.

"Bunda lihat Yasmin udah duluan tadi. Ayo Sabiya ikut aja." Dia masih membujukku.

Segan menolak aku pun mengiyakan. Ibu Raka ikut duduk di kursi belakang membuatku sedikit canggung.

"Gak usah segan Sabiya. Kamu boleh panggil Bunda aja, jangan tante." Tangannya mengusap punggung tanganku yang sejak tadi bergerak abstrak.

Aku menjawabnya tanpa suara. Hanya mengganguk sambil tersenyum.

"Teman-temannya Raka semua panggil Bunda," jelasnya. "Kamu mau ikut makan dulu?"

"Bunda ini pakai ditawarin. Pasti Sabiya nolak." Ya Allah, ingin rasanya keluar dari mobil ini. Gak nyaman sekali.

"Yaudah, Ka. Kita culik aja Sabiya." Dia terkekeh diikiti oleh Raka yang matanya melihat kami dari spion tengah mobil.

"Saya sudah makan tadi, Tan."

Ibu Raka langsung meralat. "Bunda."

Aku menggaruk kepala lalu meremas jari-jari. Ibu Raka ini ternyata usil banget. Ibu yang menggangap teman anaknya seperti anak. Namun hal itu tidak mudah bagiku yang sulit bergaul.

Mata kilat humornya menatapku. "Tegang banget Sabiya ini. Tenang aja. Bunda gak akan gigit kamu."

Aku teringat ibu dan mama. Bagaimana kabar mereka? Rindu sekali.

Cukup lama terdiam. Tiba-tiba ibu Raka mengelus bahuku. "Surga itu mahal. Allah kasih cobaan buat manusia. Seberapa kita kuat jalaninnya. Seberapa kita tangguh melalui ujian. Dia yang paling sabar, dia yang terus berlari kepada Allah setiap ada masalah, dia yang berhasil menahan amarah. Maka hadiahnya Surga."

Perkataan itu langsung menusukku. Tepat di dalam hati. Seharusnya tadi kubiarkan saja Naila meski di kondisi itu aku berhak marah. Nyatanya marah kepada mereka hanya membuang tenaga. "Masyallah. Terima kasih, Tante."

"Bunda," ralat Raka dan bundanya bersamaan.

Kami pun tertawa. Setelahnya ibu Raka banyak membahas resep makanan. Jelas, aku langsung nyambung. Obrolan kami pun mencair. Bahkan dia mengundangku ke rumah untuk latihan memasak. Beruntung tunangan Raka punya mertua seperti Bunda. Seberuntung aku memiliki mertua seperti mama. Namun kini aku dan mama telah berjarak.

Tidak ada tawa lagi diantara kami saat bersama. Karena sejak perceraian, mama selalu sendu.

***

Raka! Ingat udah punya tunangan! Baiknya jangan kebangetan dong! Bikin kapal Alvi oleng ntar.

The Strong Geng enaknya Abizard sama Naila tu dikasih azab apa? Tulis di komentar ya!

Kita mulai target lagi yuk! Kita kebut sampe Sabiya sukses.

Seperti 4 ribu vote. 1K komen bisa gak ya?

#Dukungsabiyasampaisukses

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top