Level 5
Sneeze on Monday, sneeze for danger;
Sneeze on Tuesday, kiss a stranger;
Sneeze on Wednesday, receive a letter;
Sneeze on Thursday, something better;
Sneeze on Friday, expect sorrow;
Sneeze on Saturday, joy to-morrow;
#fromMotherGoose
-----------------------------------------------
[Jerry POV]
"Jerry!!", aku menoleh untuk melihat siapa yang memanggil namaku dengan keras pagi ini. Kulihat Marty berlari kecil menghampiriku. Sambil mengambil buku pelajaranku untuk hari ini dari loker, aku menunggu Marty.
"Selamat pagi Marty" sapaku begitu dia sampai didepanku dengan nafas terengah-engah.
"Aduh, tunggu sebentar, biarkan aku mengambil nafas dulu" kata Marty sambil membungkuk.
"Kau baru datang Jerry? Ini sudah pelajaran jam ke 3" tanya Marty setelah nafasnya kembali normal.
"Tadi pagi hujan jadi enak sekali untuk tidur, aku kesiangan bangunnya" jelasku. "Ada apa kau mencariku?"
"Dai sudah 3 hari tidak masuk karena flu, aku ingin mengajakmu ke rumahnya untuk menengoknya"
"Kenapa harus aku? Kenapa kau tidak mengajak yang lainnya saja?"
"Aku tahu kau juga khawatir apalagi sejak kau berkelahi dengannya, sapa tau dia lama tidak bisa masuk akibat berkelahi denganmu dan flu nya bertambah parah"
"Hah?! Tidak mungkin...kemarin aku hanya memukulnya sekali, tidak mungkin separah itu akibatnya" bantahku sambil cemberut. "Lagipula belum tentu dia akan senang bila aku mengunjunginya"
"Pokoknya nanti pulang sekolah, kita kerumah Dai, aku sudah dapat alamatnya dari sekolah" tegas Marty tanpa mau dibantah lagi.
"Tapi Marty...aku malas lihat muka anak itu, kamu pergi sama yang lain saja ya?" aku masih mencoba menawar.
"Tidak mau, pokoknya pulang sekolah aku tunggu kamu di loker lalu kita kerumah Dai"
"Sudah ya, aku harus segera masuk kelas lagi, sampai nanti Jerry" kata Marty sambil berlari lagi ke kelasnya.
Marty memang sulit dibantah, walau badannya kecil tapi selalu bisa memaksaku menemaninya. Keluarga nya Marty atlit semua, dua kakaknya merupakan atlit football dan basket sehingga mempunyai badan yang besar. Kedua orang tua Marty juga mempunyai badan yang besar, entah kenapa hanya Marty yang mempunyai badan kecil, karena itu keluarganya sangat menjaga dan melindungi Marty. Marty dan keluarganya mempunyai kulit gelap dan rambut keriting yang dipotong pendek sesuai dengan matanya yang berwarna coklat tua yang kalau kita lihat sepintas berwarna hitam.
Aku menghela nafas pasrah, kemudian juga berjalan menuju kelasku. Bisa dipastikan aku tak akan bisa melarikan diri dari Marty nanti sepulang sekolah.
Krriiiinnggggg!!!
Bunyi bel tanda sekolah berakhir berbunyi nyaring, semua anak keluar dari kelas seperti lebah keluar dari sarangnya, sangat berisik dan kacau.
Aku berjalan dengan santai sambil mengobrol dengan beberapa temanku menuju loker kita. Kita berpisah sebelum aku melihat Marty sudah menanti didepan lokerku dengan Jenny dan Paul. Kulihat mereka mengobrol dan sesekali Jenny tertawa.
"Hey semua" sapaku ke kelompok kecil ini yang tanpa dosa berdiri didepan lokerku.
"So...Marty tadi cerita kalau dia dan kau akan kerumah Dai hari ini? Aku dan Paul sebenarnya ingin ikut tapi sayang kami ada rapat majalah sekolah buat bulan depan" Jenny menjelaskan tanpa aku minta, sepertinya sudah menjadi kebiasaannya, dasar wartawan. Rambutnya yang dikucir kuda dibelakang ikut bergoyang ketika dia berbicara.
"Marty yang ingin ke rumah Dai, aku hanya dipaksa menemani saja" balasku malas.
"Jangan dengarkan Jerry, dia cuma ngambek aja, sudahlah, ayo kita berangkat sekarang Jerry...oya, sampai besok Jenny dan Paul" lambai Marty sambil berjalan keluar sekolah. Aku berjalan disamping Marty menuju pintu keluar. "Bye Marty dan Jerry, ceritakan detilnya besok pagi ya?!" seru Jenny, dan aku cuma mengangkat tangan untuk melambai kepadanya sebagai jawaban.
Keluar dari gedung sekolah, sambil berjalan melewati halaman depan, aku bertanya, "Dimana alamat Dai? Jauh dari sini?"tanyaku penasaran.
"Lumayan kalau berjalan kaki, sebaiknya kita naik bus saja" jawab Marty.
"Kalau begitu ayo kita ke halte depan"
Perjalanan ke daerah rumah Dai memakan waktu 30 menit karena letaknya yang berada sedikit di pinggir kota Yokohama. Kita turun pada halte yang terdekat dan melanjutkan dengan berjalan kaki. Lingkungan nya tenang dan antar rumah jaraknya tidak terlalu berdekatan sehingga masih ada halaman di setiap rumah.
Kita berhenti pada sebuah rumah yang sesuai tercantum dalam alamat yang dipegang Marty. "Kita sudah sampai, ini rumah Dai" kata Marty.
Ada pagar putih didepannya dengan jalan setapak kecil menuju ke teras depan. Pintunya bercat merah demikian juga dengan bingkai jendela besar di depan.
Walaupun halaman nya terlihat beberapa pohon besar dan ranting-ranting kering disana sini namun tidak terlihat liar, rumput dipotong sehingga nampak bila rumah tersebut berpenghuni.
"Ayo, kita masuk" ajakku ke Marty.
Kita melewati jalan setapak dan menuju pintu, ada bel di samping pintu berwarna merah ini.
Ting tong...ting tong...ting tong
Kupencet belnya beberapa kali, namun tidak ada jawaban dari dalam.
Kuulangi lagi, namun pintu masih belum terbuka dan masih sunyi di dalam rumah.
"Kau yakin ini rumah yang benar Marty?" tanyaku mulai ragu.
"Iya, tapi aku tidak tahu apakah Dai ada dirumah atau tidak" jawab Marty.
"Tidak ada jawaban, mungkin Dai tidak ada dirumah"
"Atau mungkin dia tidur karena demamnya, coba kita lihat kedalam dari jendela besar disamping itu Jerry"
"Hei, bukannya tidak sopan mengintip ke dalam rumah orang? Kau bisa disangka pencuri lho"
"Tidak apa-apa" kata Marty sambil bergerak ke arah jendela besar di samping. Mau tidak mau aku mengikuti Marty kesana. Berdua kami mencoba mengintip kedalam rumah.
Kondisi di dalam sedikit gelap sehingga tidak begitu jelas terlihat dari luar, karena itu kami mendekatkan wajah kami ke jendela mencoba melihat lebih jelas keadaan didalam rumah.
"WHOOAA!!" kami berteriak keras dengan serempak karena kaget, tiba-tiba seraut wajah muncul begitu saja dibalik jendela di depan kami.
"Jangan mengagetkan kami seperti itu, sialan!!" kataku sambil merasa jantungku yang masih berdebar dengan keras, hampir saja copot jantung ini karena kaget.
"Dai!! Ini aku dan Jerry, kami kesini mau melihat kondisimu!" kata Marty bersemangat setelah mengetahui bahwa Dai ada dibalik jendela didepan kami ini. Dari kepala sampai badan Dai terbungkus selimut dan mukanya pucat.
"Tunggu sebentar, aku buka kan pintu depan untuk kalian" kata Dai dari balik jendela.
Kami kembali ke depan pintu sambil menunggu Dai membukakan pintu bagi kami.
"Silahkan masuk" Dai mempersilahkan kami masuk setelah dia membukakan pintu dengan lebar untuk kami.
Setelah kami masuk, Dai berjalan didepan untuk menuntun kami menuju ruang tamunya yang ternyata di belakang jendela besar tempat kami mengintip tadi. Di ruang tamu Dai cuma ada sofa panjang 1 dan meja kecil, sangat minimalis. Namun disepanjang dinding terdapat rak buku yang dipenuhi buku-buku dari sciene sampai fiksi, bahkan beberapa buku tergeletak sembarangan di lantai dekat sofa.
"Silahkan duduk dimanapun kalian suka" kata Dai dengan suara serak.
"Dai, kemana orang tuamu? kenapa sepertinya tidak ada orang lain selain kamu disini?" tanya Marty.
Kulihat Dai menganggukkan kepalanya, "Aku tidak punya....maksudku tidak ada siapa-siapa sekarang, mereka baru keluar jadi maaf aku tidak bisa menjamu kalian walaupun kalian sudah repot-repot datang kemari"
"Tidak usah kau pikirkan tentang hal itu Dai, kita kesini cuma mau menengokmu koq" kata Marty sedangkan Dai terlihat sudah bersiap untuk tidur dan bergelung didalam selimutnya lagi.
"Kita kesini karena khawatir kamu tidak masuk sampai 3 hari Dai dan kelihatannya demammu semakin parah" ucap Marty panik karena melihat Dai yang begitu pucat dan ketika diraba keningnya terasa sangat panas."Gimana ini Jerry?"
"Kita bawa ke rumah sakit saja atau aku panggilkan ambulance?" aku juga ikut panik karena Marty dan mengambil handphoneku hendak menelpon rumah sakit.
"Jerry!! Tidak usah, aku tidak apa-apa, aku sudah ke dokter dan minum obat, besok demamku pasti sudah turun" jawab Dai lemah.
"Brengsek! Kemana sebenarnya orang tuamu? Kenapa mereka pergi walau kamu sedang sakit?"
"Kalau sakitmu bertambah parah dan orang tuamu sedang tidak ada, kenapa kau tidak menghubungi kami lebih cepat?" ucapku emosi dan kesal bercampur jadi satu.
"Dai...pasangan yang kita temui pada waktu kita maen kesini, apakah benar mereka orang tuamu?" tanya Marty pelan. "Aku biasa mengamati bentuk wajah seseorang ketika hendak membuat boneka dan kulihat kau tidak ada kemiripan wajah sedikitpun dengan mereka" jelas Marty panjang lebar.
Aku hanya terdiam karena terus terang aku sangat terkejut dengan ucapan Marty. Dai juga hanya diam mendengar perkataan Marty. "Dai....apakah benar yang dikatakan Marty" kataku pelan, mencoba mendapatkan jawaban dari Dai.
"Mereka bukan orang tuaku, mereka hanya sepasang aktor yang kubayar untuk pura-pura jadi orang tuaku didepan kalian" akhirnya Dai menjawab dengan pelan.
"Apa?? Apa alasanmu melakukan hal itu Dai?" tanyaku tidak percaya.
TBC
A/N Mulmed diatas merupakan Marty dan aku mendengarkan lagu diatas ketika menulis ini.
Nama Katty di Level 4 berubah menjadi Jenny di Level ini dan seterusnya. Terima kasih sudah mau membaca cerita ini.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top