Saat Dia Tertidur (3)

Author Pov

"Bunda minta Prilly jangan tinggal dirumah ini lagi!"

Ali tercengang. Prilly tak percaya dengan apa yang didengarnya. Bukankah seharian ini bersama Bunda Ali, Prilly merasa baik-baik saja. Bahkan mereka bisa dekat karena Prilly bercerita perkembangan Caca dan Bunda bercerita masa kecil Ali.

Bunda Ali menerawang pada kejadian setelah Ali berangkat kekantor dan Prilly sedang mengganti popok Caca. Bunda Ali mendengar ada tukang sayur keliling yang berteriak dan mampir didepan rumah sebelah. Setelah memeriksa isi lemari es yang mulai minim,Bunda mencoba mencari bahan makanan ditukang sayur tersebut.

"Nengokin cucu ya,bu...!?"

Seorang wanita bernama Indah bertanya sambil tersenyum. Indah adalah tetangga sebelah kanannya Ali.

"Iya,udah lama gak kesini nak Indah..kangen sama cucu...!"

"Gimana kabar Jeng Shanaz ya bu,gak terasa udah empat bulan aja ya bu gak sadar juga...?!"

Sahut Wanita yang lain bernama Ana.

"Iya,mohon doanya ya semua untuk kesembuhan Shanaz...!"

"Tapi untung lo ada dek Prilly yang bantuin ngerawat Caca sama ngurusin Ali ya bu...!"

Bu Dena menyambar lagi.

"Iya untung ada Prilly,dia telaten merawat kedua-duanya...!"

Bunda menyahut sambil tersenyum.

"Tapi...maaf ya bu kalau saya salah bicara..."

Indah berkata pada Bunda Ali dengan serius.

"Kenapa Nak Indah...?"

Bunda mengeryitkan alis.

"Maaf ya bu,Prilly sama Ali kan bukan muhrim bu,mereka tinggal serumah apa gak papa ya bu?"

Indah menatap bunda serius tanpa sedikitpun ingin bergosip.

"Bukan kami ini mau mengusik sih bu,ini kan cuman mengingatkan saja bu...sebenarnya kami ngerti posisi Prilly juga sulit,mau meninggalkan rumah kesian Caca,kalau Caca dibawa ama Prilly kasian Ali...ah ruwet deh...!"

Bunda Ali menerawang.Rasanya ucapan mereka memang benar. Bukannya kejam atau tak punya hati tapi semuanya benar-benar harus disadari.

"Kenapa Bunda berkata seperti itu bun?"

Ali bertanya dengan perasaan tak menentu.

"Bunda berkata jujur Li,Prilly jangan tinggal disini lagi...meresahkan warga komplek...!"

"Apa peduli kita bun,biar aja...!"

"Kita ga bisa mengesampingkan budaya sini Li,tinggal serumah antara pria dan wanita yang bukan muhrim berbahaya."

Bunda mengingatkan.

"Tapi Ali sama Prilly kan gak berbuat apa-apa,bun...!"

"Li,membuat fitnah itu termasuk berdosa,Bunda yakin kalian gak macam-macam tapi orang berpikirnya negatif dan menyebabkan pikiran orang negatif itu berdosa loh...,"

Prilly tertunduk mendengar perdebatan Ali dan Bundanya. Benar juga...pandangan orang lain akan mereka pasti yang iya iya aja. Sudah empat bulan kejadian naas menimpa Shanaz,empat bulan juga Prilly menemani Ali dan Caca walaupun ada Susi baby sister dan Bi Sinah asisten rumah tangga yang datang pagi pulang sore.

"Maaf bun...Prilly rasa memang harus pergi dari rumah ini...!"

Prilly akhirnya membuka suara.

Ali mengusap wajahnya perlahan. Bagaimana dengan Caca?

"Prill...lo ga kasian sama Caca?"

"Kasian A...tapi mau gimana,kalau gw bawa lo lagi yang kasian...!"

"Sebenarnya kamu bisa tetap tinggal disini,Pril?"

Bunda menyela bicara Prilly.

"Gimana bun maksutnya?"

Ali dan Prilly berbarengan menyahut.

"Kalian menikah kalau mau Prilly tetap tinggal disini!"

"MENIKAH?????"

Lagi-lagi Ali dan Prilly menyahut bersamaan.

"Iya menikah,karna dengan menikah status kalian jelas dan tidak akan ada lagi yang berpikiran negatif terhadap kalian yang tinggal serumah...!"

"Bun,untuk dari sisi itu betul tapi dari Sisi Prilly,pasti akan digunjing bun menikahi suami kakaknya sendiri yang sedang menderita...gak mungkin bun!"

Prilly menggeleng-geleng.

"Betul bun,Ali sendiri ngerasa gak mungkin,Ali sudah punya isteri dan anak,apa kata orang kalau ali menikahi adik istri Ali sendiri yang sedang koma,pasti orang berpikir Ali gak bisa nahan hasrat karna ditinggal koma sudah lama dan Ali dianggap tidak setia hanya karna dia koma,bun...!!"

"Itu pilihan Li,sekarang terserah kalian berdua...bunda tetap pada pendirian bunda,kalau Prilly masih mau tinggal disini,kalian harus menikah.TITIK.tidak pakai KOMA...!!!!

#########

PRILLY POV

Tidak ada pilihan lain...aku harus pergi dari rumah Ali. Tak mungkin aku menikah dengannya sementara kakakku sedang menderita. Walaupun aku tau kakakku tak sebaik yang Ali pikir. Kakakku sejak awal berencana hanya punya status janda dan akan mencari masalah dengan Ali sehingga mereka bisa bercerai. Aku takkan mengambil kesempatan untuk menikahi suaminya walaupun aku sangat menyayangi Caca dan tak ingin berpisah dengannya.

Selama Shanaz koma ,aku hanya menggantikan tugasnya merawat caca dan melayani Ali dalam hal memenuhi kebutuhan makan dan menyiapkan pakaian bukan ingin menggantikan posisi Shanaz sebagai isteri Ali.

Walaupun aku tau,Shanaz memperpanjang pernikahan ini hanya karna kehadiran Caca didalam rahimnya. Itupun sangat disesali Shanaz. Shanaz hanya menahan diri sampai dia melahirkan dan sedikit membesarkan Caca lalu akan mencari cara agar bisa berpisah dengan Ali. Begitu rencananya. Tetapi sampai usia Caca 6bulan Shanaz tak menemukan cara berpisah karna Ali terlalu baik tetapi terlalu sibuk juga. Akhirnya Shanaz menjalani hari-harinya dengan santai dan mulai keluar malam lagi apalagi ada aku dirumah yang mengawasi Caca. Apakah aku ikut berdosa karenanya? Pasti.

"Ma....ma...ma...ma...!"

Aku menoleh Caca digendongan Susi. Menggapai-gapaikan tangannya kearahku.

Travel bagku sudah siap diruang tamu menunggu taxi datang. Ali sudah menawarkan diri untuk mengantarkan tetapi aku menolak dengan alasan sudah terlanjur menelpon taxi.

Aku mengambil Caca digendongan Susi. Menciumnya berkali-kali. Memeluknya dengan perasaan sedih.

"Caca baik-baik cama Mba Susi, cama Papa ya...cayang,tar Mama ii jenguk Caca....!!"

Tangan Caca menggapai-gapai wajahku.

"Ma...ma...ca...ca..."

Caca mengoceh lucu. Aku pasti sangat merindukannya. Caca mengemut ujung hidungku.

"Ihh...gigi Caca udah empat ya cayang,idung mama cakit digigit Caca...!!!"

Aku juga jadi ikut mengoceh tak peduli sekitarku lagi. Aku ingin menghabiskan waktu bersamanya sampai taxi yang akan menjemputku datang. Caca menepuk-nepuk pipiku sambil melonjak-lonjak dipangkuanku.

"Mba Prilly,taxinya datang...!!"

Susi berkata sambil mengambil Caca dari gendonganku. Tiba-tiba Caca menangis menarik bajuku,aku memeluknya lagi,meletakkan kepalanya dibahuku,dan menahan punggung dan pantatnya dengan dua tanganku sampai anak itu berhenti menangis. Mataku berkaca kurasa. Caca merasakan aura perpisahan yang akan terjadi diantara kami.

"Gw harus pergi sekarang A...maafin ya bila gw ada salah selama ngelayanin lo sama Caca,gw hanya berusaha menjadi pengganti Shanaz buat lo dan Caca supaya kalian tak begitu kehilangan karnanya..."

Ali hanya menatap tak dapat diartikan. Dia mengambil Caca dari gendonganku,Caca menangis sebentar tapi Ali berhasil membuatnya diam dengan melakukan hal yang sama denganku tadi.

"Bun...Prilly pulang ya...senang hari ini bersama bunda...Prilly minta maaf ya bun...!!"

Aku meraih tangan Bunda Ali dan menciumnya. Bunda Ali mengusap kepalaku dengan tangan kirinya dalam keterdiaman yang sama dengan Ali.

"Mba Sus,tolong setiap bangun pagi siapin susu Caca dulu,jadi dia gak nangis saat bangun tidur,makannya jam 8 sesudah mandi ya,mandinya dengan air yang jangan terlalu panas jangan juga dingin banget...titip pesan sama Bi Sinah,masak nasi jangan terlalu lembek A'a gak suka tar makannya sedikit...!"

Pesanku sangat panjang pada Mba Sus baby sister Caca.

Entah kapan Caca sudah ada digendongan Bundanya,langkahku tertahan ketika Ali memelukku erat dan aku menangis didadanya.

Tangisanku berlanjut didalam taxi yang membawaku menjauh dari Rumah Ali...meninggalkannya,meninggalkan Caca dan meninggalkan hatiku yang tak kubawa serta........

##########

Banjarmasin, 1 Juli 2015

Tetap tunggu perjalanan Hati Mama ii dan Papa Aa dichapter selanjutnya ya..

Thx vote and komennya ya..

Mmuachh...dr Caca...

Republish, 11 April 2020
Tanpa diedit, tanpa direvisi.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top