8. Rushing

Aku yang tak akan melepaskan kamu yang menggenggam hatiku.*

================================

Harusnya Tana tidak usah memikirkan perkataan Reno, harusnya ia pergi begitu saja. Mulutnya merenggut tak suka saat Reno kembali memaksa masuk ke dalam mobilnya, pria itu selalu dengan senang hati memaksakan kehendaknya.

"Saya mau nginep di kostan temen saya, Pak."

Bisa gagal acara Hang Out Tana yang diakhiri dengan kegiatan saling curhat, jemari tana dengan kesal menyalakan Radio di dalam mobil.

Ia melirik ponselnya, notification whats app muncul beruntun dari Selly.

Tan

Di mana?

Tan, Gue udah nyampe nih

Gue di jalan.

Tunggu aja, biasanya juga gue yang nunggu lo.

Cepetan, nanti kalo gue digodain Om Om gimana? 👙👙

Siapa yang mau godain alien kayak Lo 👽

Oh Iya, gue kan Alien Saudaranya Kim Soo Hyun.

Serah Lo deh! 😛

"Pak." kali ini Tana masih berusaha sedikit sabar. "Temen saya udah nungguin saya nih."

Masih tak ada jawaban, kayaknya Reno memang harus les bahasa biar bisa banyak bicara. Tana bahkan tak bisa membayangkan punya pacar kayak Reno yang lebih sering diam dan sekalinya bicara malah menyakitkan.

Eh, tadi Tana berpikir apa? Pacar? bisa-bisanya ia berpikiran seperti itu.

"Di mana?" Tanya Reno, matanya masih fokus pada jalanan Jakarta yang mulai padat.

"Apanya?" gini nih yang Tana gak suka dari Reno, kalau bertanya tidak pernah jelas.

"Temen kamu nunggu di mana?"

"Oh," Tana ber oh ria sebelum menjawab pertanyaan Reno. "Di Roof top cafe yang di Mampang itu, Pak."

Tana masih tak mengerti dengan Reno, pria itu bersikap biasa saja seolah tak ada masalah di antara mereka berdua. Bahkan ketika Traffic Lamp saat Reno tak fokus dengan kegiatan menyetirnya, pria itu masih bungkam seribu bahasa.

Sepanjang perjalanan menuju cafe Tana layaknya navigasi, berbicara hanya ketika memberi arah jalan mana yang harus diambil.

"Makasih, Pak." ujar Tana sebelum turun dari mobil, ia masih mempunyai sisa rasa hormat meski ia sedikit kesal dengan sikap Reno hari ini.

Ketika Tana melangkah mendekati pintu masuk cafe, Reno sudah mendahului langkahnya membukakan pintu untuk Tana.

Shit, jadi mau kemana pria itu? jangan bilang mau ngikutin kemana gue pergi.

"Makasih." ucap Tana, yang masih bingung dengan keberadaan Reno. Bahkan suasana cafe yang ramai tak mampu mengalihkan affeksi Tana.

"Temen kamu yang mana?"

Belum sempat menjawab, Selly sudah menyerukan nama Tana dengan kencangnya dari sudut cafe.

"Bapak mau ikut saya?" bukan menjawab pertanyaan Reno, Tana justru malah kembali bertanya.

"Nggak boleh memangnya?" tanya Reno seolah yang ia lakukan sekarang adalah hal wajar.

Bukan Tana tak memperbolehkan Reno ikut, ia hanya tak ingin Selly melihat Reno. Gadis itu pasti akan bertanya-tanya tentang pria yang Tana bawa di acara quality time nya.

Tana mau menyuruh Reno untuk tidak bergabung dengannya, tapi Reno itu bosnya. Tana bisa apa sekarang? Menghadapi Reno yang keras kepala? atau membiarkan mulut Selly yang cerewet melakukan sesi interview bersama Reno.

Bahu Tana terkulai lemas menghadapi Reno yang keras kepala takkan menang. Jadi lebih baik ia membiarkan Selly dengan segala rasa ingin tahunya layaknya Einstein mengeksplor Reno.

"Oppa Chang Wook." ujar Selly begitu melihat Reno dari dekat.

Nah Selly memang begini, tidak bisa menahan hawa nafsu saat melihat cowok dengan wajah di atas SNI.

Reno mengerutkan keningnya melihat Selly yang berbinar seperti baru bertemu dengan biasnya.

"Namanya, Reno." Tana mengenalkan Reno sebelum akhirnya ia duduk di samping Selly dan membiarkan Reno mengambil kursi di depannya. "Dan dia bukan Ji Chang-wook. Dia manajer gue." Lanjut Tana dengan setengah berbisik di telinga Selly.

"Haii, Gue Selly." Selly mendorong tangannya hanya untuk sekedar menjabat tangan besar Reno.

"Reno."

"Mas Reno mau pesen apa?"

Tana hampir tersedak ludahnya sendiri mendengar Selly memanggil Reno dengan embel-embel Mas. di antara riuh pengunjung Cafe kenapa juga Tana harus mendengar kata Mas keluar dari mulut Selly.

"Kok gue gak ditanya?" cibir Tana, temannya satu ini memang suka langsung khilaf jika melihat pria tampan. "Inget! yang temen Lo itu gue yah."

"Yah kan emang Lo temen gue, tapi mas nya boleh dong lebih dari sekedar temen." Mata Selly menggerling menatap Reno, candaan recehnya membuat perut Tana melilit seketika.

"Mas Reno tinggal dimana?" tanya Selly, ia menyesap tehnya.

"Di Helius Tress"

"Oh Appartement mahal itu ya?" Selly kembali bertanya dengan antusias. "Kok Mas nya bisa kesini bareng Tana, sih?"

"Lo kok kayak pembantu baru sih Sell, banyak nanya." Tana menyodorkan minuman yang baru saja datang milik Reno.

"Yeh, Si Mas Reno aja gak keberatan gue nanya." Selly malah memasang wajah centilnya, ia lupa jika kekasihnya tahu bisa perang dunia ke tiga. "Kok jadi lo yang sensitif kayak testpack."

Tawa renyah Reno mengudara menyadarkan Tana betapa indah ciptaan Tuhan di depannya saat ini, Tana baru sadar jika Reno mempunyai lesung pipi yang indah kalau tersenyum.

"Tuhkan, Mas Reno aja setuju kalo Lo kayak Testpack. Buktinya dia ketawa." Selly menjulurkan lidahnya seperti anak kecil, rasanya Tana ingin menyumpal mulut Selly dengan permen kapas agar bisa diam walau sejenak.

Mata Tana menyipit tak suka saat Reno masih menyunggingkan senyumnya menyetujui ucapan Selly.

"Gimana mau dapet pacar coba, kalau sensi terus begitu." timpal Selly membuat Tana semakin geram. Untungnya ponsel Selly bergetar pertanda panggilan masuk, nama Daren--pacar Selly muncul di layar ponsel miliknya.

"Bentar gue angkat telpon dulu."
Selly beranjak dari duduknya, ia mencari tempat yang sedikit sunyi agar bisa lebih tenang menerima telpon dari kekasihnya.

"Pak, nggak ada niatan pulang apa?" ucap Tana, secara tidak langsung ia ingin menyuruh Reno pulang.

"Saya pulang kalau kamu pulang."

"Saya kan mau nginep di rumah Selly, dan jangan bapak anggap saya baik-baik aja setelah bapak marahi tadi." Tana melipat kedua tangannya di depan dada.

"Itu kan memang kesalahan kamu, lagi pula itu kan urusan kantor." Reno menatap Tana dengan lekat seolah sedang menjelaskan jika ia memang wajib memberitahu Tana meski harus dengan cara memarahinya jika ia salah.

"Sekarang kan udah bukan jam kantor, jadi harusnya kamu nggak marah sama saya dong? Kamu bisa lanjutin lagi marahnya nanti pas jam kantor. Okay? yah itu pun kalo masih berniat marah sama saya."

Reno berbicara dengan santainya seolah kejadian siang tadi hanya candaan dan kisah masa lalu nya hanya sebuah dongeng pengantar tidur yang tak perlu penjelasan.

"Kalo ada bapak begini kan saya dan Selly jadi canggung, kita jadi enggak bisa saling curhat."

"Kamu dan Selly? atau hanya kamu saja?" Tanya Reno, toh yang terlihat canggung di mata Reno hanya Tana. Selly sendiri orang cukup mudah mengakrabkan diri. "Dan kalau kamu memang mau curhat, ya silahkan aja. Saya ini good listener loh!"

Mana mau Tana curhat sama Reno, karena yang jadi bahan curhatannya Kan Reno. "Enggak, deh! Saya ragu bapak ini good listener, biasanya bikin kesel terus."

Selly selesai dengan kegiatan menelponnya, paling-paling Daren yang nanyain mau dijemput atau ngga.

"Eh kok lo nggak makan sih Tan?" Mata Selly menyapu meja cafe, ia baru sadar jika Reno dan Tana hanya memesan minuman.

"Masih kenyang gue, mau ngemil aja deh. Ngemil apa ya yang enak?" tanya Tana sambil membuka kembali buku menu.

"Ngemil-ikin kamu." ucap Reno dengan wajah datarnya.

TBC

*Sepenggal lirik lagu Percayalah by Afgan ft Raisa

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top