5. Rushing
Bosss-an.
11.14 AM
Lunch bareng, saya tunggu di Lobby.
Jika kaum pria mengatakan bahwa hati perempuan tak dapat dimengerti dengan segala tingkah ajaibnya. Maka Tana akan menyangkalnya dengan mengatakan bahwa tingkah Lelaki seperti Reno lah yang sulit di mengerti.
Setelah mencium sudut bibir nya tempo hari, Reno bersikap biasa saja seperti tidak terjadi apa-apa. Beda dengan Reno, Tana justru merasa kesal.
Bisa-bisa nya ia merasa deg-degan dan speechless ketika berhadapan dengan Reno setelah insiden itu, tapi Reno dengan tidak berperasaannya mengabaikannya.
Lalu tiba-tiba sekarang pria itu mengajak Tana Lunch bareng, tanpa ragu ia akan menolaknya.
To : Boss-an
11.18 AM
Saya sudah ada rencana Lunch bareng sama yang lain.
Sent
Tana mengulum senyumnya mengingat hari ini Alvin akan mentraktir Nasi Padang karena kalah taruhan pertandingan semalam.
"Yuk, Tan." Mbak Lani menarik tangan Tana keluar dari kubikelnya.
"Lumayan yah Mba dapet Lunch gratis." Tana terkikik geli, Bang Rahman dan Alvin sudah menunggu di lobby.
"Sering-sering aja ya kan dapet traktir, kan lumayan save money."
Tana cuman mengganguk menyetujui, yah meski bukan ditraktir di tempat yang waw, it'snot problem.
Tana dan Mbak Lani bukan orang yang terlalu mementingkan rasa gengsi, bagi mereka apa yang dirasakan oleh mereka sendiri adalah prioritas. Sedangkan pandangan orang lain tak cukup berarti jika hanya ingin mengoceh tentang tempat makan atau semacamnya yang harus classy.
Alvin berdiri di sana dekat dengan gate, pria itu melambaikan tangannya.
"Jalan kaki aja yah, deket ini."
"Lagian macet kalo bawa mobil, harus puter arah. Padahal kalo jalan nggak seberapa."
"Yupp setuju."
"Saya boleh ikut makan dengan kalian?"
Suara baritone itu menyentak kesadaran Tana, Mbak Lani memasang wajah tak percayanya. Sementara Alvin melirik diam-diam ke arah Bang Rahman.
"Boleh Pak, cuma kita mau makan nasi padang yang dekat Pom Bensin sana." ada rasa segan terselip di wajah Bang Rahman saat mengijinkan bossnya ikut bergabung.
"Nggak apa-apa."
Tana meneguk ludahnya dengan susah, ia hanya tak percaya jika Reno akan menyusulnya.
"Hari ini Alvin yang traktir, Pak." Bang Rahman menggeser kursi untuk diduduki, setelah berjalan di bawah terik matahari Jakarta yang cukup panas akhirnya mereka bisa menikmati sepiring nasi padang.
Reno hanya tersenyum tipis, ia melirik Tana yang tak banyak bicara.
"Ayam goreng kremes seperti biasanya." ucap Alvin, "Lo ayam kremes juga kan Tan? Nggak pake sambel sama sayur nangkanya diganti daun singkong."
Tana mengangguk, ia tersenyum simpul ketika Alvin meminta persetujuannya. Alvin cukup mengenal Tana, atau bahkan sangat mengenal Tana.
"Bapak mau makan sama Apa?" Kali ini Bang Rahman yang bertanya melihat Reno diam saja seperti tak begitu tertarik dengan makanan.
"Ayam Gulai saja, pake sayur nangka, sambel dan jangan pake daun singkong."
Ini perasaan Tana saja atau Reno sepertinya memang tak berniat makan di sini, lalu untuk apa pria itu di sini. Duduk di hadapannya dengan senyum canggung yang dipaksakan.
"Pak, kalo bapak mau jalan beberapa meter dari sini restoran. Kayaknya bapak agak keberatan makan di sini." Bukannya Tana berniat mengusir, hanya untuk pria sekelas Reno ini terlalu aneh duduk di rumah makan padang yang terlihat jauh dari kata standar.
Tempat ini memang tidak besar tapi cukup bersih sehingga Tana dan yang lainnya tak pernah ragu mampir ke tempat ini, namun melihat reaksi Reno dengan segala ketidaknyamanannya membuat Tana sedikit terusik.
"Saya tidak keberatan."
"Dari tadi bapak terlihat tidak nyaman di sini. KaloBap—adaww." Tana mengaduh ketika sesuatu tengah menimpa telapak kakinya, dan Mbak Lani tengah menatap Tana memberi kode agar gadis itu segera berhenti berceloteh.
"Tana kalo ngomong suka enggak pake saringan emang." Alvin cengengesan berusaha mencairkan suasana, tapi itu sia-sia saat Reno menimpali ucapan Tana.
"Tindakan saya yang mana, yang menunjukan bahwa saya tidak nyaman makan di sini? bisa saja kamu salah mengartikan ketidaknyamanan saya."
Bang Rahman meneguk ludahnya, ini bisa jadi percakapan yang panjang jika tidak dihentikan sekarang juga. Tana yang tidak pernah bisa menahan ego sedikit saja dan Reno yang tidak mau kalah, maka keduanya adalah kombinasi yang cukup kuat menghancurkan makan siang kali ini.
Beruntung pelayan rumah makan itu datang sehingga Bang Rahman menyuruh semuanya untuk segera menyantap makanan masing-masing.
*****
Tana menatap ponselnya, ia tersenyum senang sejak tadi melihat sebuah Music Video Grup band Korea.
"Masih aja suka banci itu." Alvin melepas paksa headset yang menempel manis ditelinga Tana. "Kayaknya masih gantengan gue kemana-mana dibanding Song Joong Ki yang lagi goyang begitu bareng temennya."
"Bukan Song Joong Ki, Alvin."
"Bagi gue itu semua sama, cuman beda warna rambut."
"Terserah deh."
Berdebat dengan Alvin soal K-pop takan ada habisnya, semua cowok korea itu disangka Joong Ki. Maklum satu-satunya drama Korea yang pernah ditonton Alvin itu cuman nice guy dan itu pun karena terpaksa menonton bareng di Laptop Tana, alhasil semua cowok korea ia sebut Song Joong Ki.
"Tan, tadi lu ngerasa nggak sih. Kalo si Bos kayaknya badmood banget? Lagian kok Pak Reno bisa tau kita mau makan yah?"
Tana terbatuk mendengar rentetan pertanyaan Alvin, bukan salah Tana yang memberitahu kalo ia ada lunch barenga dengan temannya kan?
"Mana gue tau, mungkin dia pengen lebih deket sama bawahannya."
"Gue curiga."
"Apa?"
"Jangan-jangan, Pak Reno...."
Alvin menggantung kalimatnya membuat Tana sedikit khawatir, meski ia tahu kekhawatirannya tak beralasan. Memangnya apa yang salah dengan Reno yang pergi makan siang bersama mereka.
"Dia pengen deketin Mbak Lani, gue denger-denger yah Tan. Pak Reno itu suka sama cewek yang keibuan, mantan Pacarnya aja kebanyakan lebih tua dari dia."
Kali ini Tana sukses tersedak dengan spekulasi Alvin tentang Reno, terkadang temannya satu ini suka tidak masuk diakal.
"Ya kali, Vin. Kan Mbak Lani udah punya suami, Pak Reno nggak sengenes itu kali rebut istri orang."
"Siapa yang tadi kamu bilang rebut istri orang, Tana?"
Mampus, dosa apalagi Tana kali ini. Kenapa pria yang jadi objek pembicaraannya bisa berdiri menjulang tinggi di depannya, padahal ini kan lounge yang cukup aman biasa Tana singgahi saat sedang ingin Fangirlingan.
"Eh Pak Reno." Alvin tertawa garing, ia menepuk bahu Tana yang masih terbengong. "Bukan siapa-siapa kok Pak."
"Saya dengar! Tana menyebut nama saya." Reno menatap Tana meminta penjelasan.
Bisakah seseorang menelan Tana sekarang, atau tolong pinjamkan Pintu Doraemon agar Ia bisa pergi kemana saja asal tidak berhadapan dengan Reno.
TBC
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top