4. Rushing

Saat mengetuk pintu ruangan Reno, Tana tidak mendapat sahutan dari dalam ia memutuskan untuk kembali lagi nanti. Namun baru saja ia akan melangkah suara Reno menyahut dari dalam menyuruhnya masuk.

Pikiran Tana mulai melayang pada spekulasi apa yang akan dilakukan Reno padanya, tak ada ekspresi yang bisa Tana baca dari wajah Reno yang begitu datar tengah menatap ponselnya.

Tanpa dipersilahkan Tana sudah duduk di kursi yang berada di depan meja kerja Reno, karena biasanya seperti itu.

Masih diam, tak ada kata yang mengudara di antara keduanya. Tana yang bingung karena tidak tahu apa maksud tujuan Reno memanggilnya, sementara manajernya masih sibuk bergelut dengan ponsel.

Lima menit berlalu tanpa komunikasi di antara keduanya, Tana menggeram pelan. Sebenarnya apa yang diinginkan Bos nya? Apa Reno kesal pada dirinya yang tadi menyela penjelasannya? Jadi Bosnya benar-benar tipe pria pendendam?

"Pak." tegur Tana.

"Sebentar." jemari Reno tengah menari di atas ponselnya, menyelesaikan ketikan pesan yang akan dikirim.

"Pak, pekerjaan saya masih banyak lho. Kalo Bapak masih sibuk, nanti saya bisa kembali lagi saja keruangan Bapak." Tana bangun dari duduknya berniat keluar, ia bisa kembali saat Reno tidak lagi sibuk dengan ponselnya.

"Yang nyuruh kamu keluar siapa?"

Tuh kan. Tadi ditanya hanya diam sekarang saat Tana beranjak ingin keluar dari ruangannya, Reno terlihat kesal. Sepertinya Tana memang akan selalu berada di posisi yang tersudutkan.

"Bapak sejak tadi sibuk dengan ponsel, jadi saya pikir dibanding mengganggu kesibukan Bapak." ucap Tana dengan sedikit kesal menekankan kata Kesibukan, Jelas-jelas hanya kesibukan yang bisa ditunda. Bermain ponsel? yang benar saja. "Yah lebih baik saya keluar."

"Tapi saya belum mengizinkan kamu keluar."

Ya Tuhan, Tana mengambil napas dalam. Sebenarnya apa yang diinginkan Bosnya ini?

"Udah lah yah Pak, nggak usah bahas itu lagi." Tana kembali duduk di kursi, "Jadi Bapak kenapa manggil saya?"

"Memangnya harus ada alasan kalo saya memanggil kamu?" Reno menaikan sebelah alisnya, menatap Tana yang membuka mulut sempurna.

"Pak, jadi bapak memanggil saya hanya agar bisa menunggu bapak tanpa tau apa yang saya tunggu?!" Tana mendengus lemah, bisa-bisanya ia dibuat kesal beberapa kali oleh bos nya dalam satu hari ini. "Udah lah Pak, Stock kesabaran saya hari ini sudah menipis. Dari pada nanti ada Headline berita tentang Manajer yang dianiaya oleh staff nya mending Saya keluar aja dari ruangan bapak."

"Malam ini temani saya ke Pesta Ulang Tahun Pak Hendro."

Baru saja Tana akan membuka handle pintu agar segera bisa keluar dari ruangan yang selalu menyulut rasa kesal, tapi tubuhnya membeku seketika saat kata-kata itu keluar dari mulut Reno.

"A-apa?" Tanya Tana tak percaya, ia membalik kan badan untuk sekedar melihat ekspresi wajah Reno yang masih datar, "B-bapak t-tadi ngajak saya kemana?"

Sial! Rasa terkejut ternyata mampu membuat Tana terbata, ia tak percaya dengan apa yang diucapkan Reno. Mengajaknya ke acara ulang tahun Pak Hendro, rekanan bisnis perusahaan? besama Tana? saat masih banyak perempuan lain yang bisa menemaninya.

"Kamu tau Pak Hendro 'kan? rekanan bisnis perusahaan ini, acaranya di Hotel Aston. Sudah sekarang kamu mending balik lagi kerja."

Tana mendengus tak suka, ia baru saja akan meminta penjelasan tapi mulut Reno sudah kembali terbuka.

"Kamu jangan terlalu percaya diri karena saya mengajak kamu, karena di sana kita juga akan membicarakan tentang urusan Kantor. Jadi lebih mudah ajak kamu yang sudah tau jejak rekam Perusahaan Pak Hendro."

Benar saja, Pasti masalah pekerjaan. batin Tana. Bahunya merosot lemah seketika.

"Enggak bisa Pak, saya belum prepare apapun. Bapak ajak yang lain aja, masih ada Mba Lani, Yunita, Maya, Gisel ada juga...," Tana mengabsen satu persatu staff perempuan di Departemen Accounting, "Oh kalau bapak lupa ada Kiara anak pajak itu yang cantik juga pinter pasti bisa banget bantu bapak dibanding saya."

"Kamu menolak?"

"Saya hanya memberikan pilihan sama Bapak."

"Pilihan untuk mengajak mereka?" Kali ini Reno mendengus kesal, jelas sekali ia tak suka dengan anggukan polos Tana.

"Kalau kamu mau menolak setidaknya jangan mengorbankan orang lain."

Dahi Tana mengerut, jadi sebenarnya yang salah? ia hanya memberi opsi. "Pak, saya enggak ngerti sama bapak. Udah marah-marah sama saya, sekarang tiba-tiba mau ajak saya ke Pesta. Bapak pikir saya enggak kesel sama bapak."

Reno melangkah mendekati Tana dengan wajah seriusnya, "Jadi kamu marah soal meeting tadi? saya hanya memberitahu kamu apa yang benar."

"Dengan cara mempermalukan saya? seolah saya ini adalah staff yang benar-benar bodoh, yang melakukan kesalahan itu tim cost pak. Tapi apa? bapak malah melempar umpan sama saya."

Rasa kesal merongrong mengisi setiap relung hati Tana, ia sudah cukup bersabar dengan perlakuan Reno selama ini yang selalu seenaknya.

"Pokoknya saya nggak mau lagi deh keluar bareng bapak, masih banyak staf lain yang bisa bapak ajak untuk reset atau apapun. Bapak mau pecat saya juga nggak apa-apa, seenggaknya saya dapet pesangon."

Ya Tuhan, jika Tana sadar apa yang diucapkannya kali sungguh berlebihan mungkin ia akan lebih memilih mengubur diri.

"Segitu kesalnya kamu sama saya hanya karena meeting tadi." Reno mengusap ujung rambut di bahu Tana.

"Bukan hanya karena itu Pak, sudah sejak tiga bulan lalu. Sejak pertama kali bapak menginjakan kaki di Kantor ini bapak selalu membuat saya merasa tak berguna, kesal dengan saya padahal saya tak melakukan apapun. Dan bapak selalu bersikap dingin sama saya tapi sama yang lain? Bapak baik-baik aja."

Entah karena terlalu kesal atau takut, Tana tak menyadari jika posisinya dengan Reno sungguh dekat. Hingga hembusan napas Reno yang hangat menerpa leher jenjang milik Tana.

"Maaf." Satu kata itu keluar dari mulut Reno sebelum mengecup sudut bibir Tana, Pria itu pergi begitu saja meninggalkan Tana yang mematung dengan mulut terbuka tanpa penjelasan sepatah katapun.

TBC

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top