29. Rushing

Hujan mengguyur Kota Jakarta sejak sore, sialnya Tana tidak memasukan payung ke dalam tasnya.

"Lo bawa motor yah Vin?" tanya Tana gusar, awalnya Tana tidak ingin ikut pergi ke Hanamasa mengingat ia absen waktu acara entertain bulan lalu ia mengurungkan niatnya.

"Iya, tapi males bawanya juga hujan walaupun pake jas hujan. Mending naik Go Car aja, yuk. Mbak Lani sama Bang Rahman gimana?"

"Ya udah bareng, Motor taro di basement aja deh."

"Okay deh."

"Nggak mau bareng Pak Bos aja?"

"Siapa lo, anak sultan dari mana?" Mbak Lani menoyor bahu Alvin. "Memang anak buah si Bos kita aja."

"Kan, pacarnya ada di sini. Masa dia biarin pacarnya bareng kita di sini kedinginan," Alvin menyenggol Tana yang sibuk mengganti sandalnya dengan Heels miliknya.


"Itu sepatu apa egrang, Tan?" tanya Alvin kaget ketika melihat sepatu Tana, ini memang Heels yang jarang ia kenakan berhubung Tana selalu naik kereta mana mau ia berdesakan naik kereta menggunakan heels.

"Ibu gue bilang itu sepatu jangan dianggurin terus, kasian sepatunya nggak dipakai." ucap Tana mengingat nasehat Ibunya semalam soal sepatu-sepatu Tana yang jarang dikenakan.

"Tapi masih tinggian gue sih, mau lo pake sepatu itu juga." cibir Alvin ketika mereka berjalan beriringan menuju lift.

"Iya deh terserah Abang Alvin aja."

"Pesen Go Car nya udah?"

"Udah nih pake punya gue." Mbak Lani menunjukan layar ponselnya yang sudah memesan Go Car.

"Pak Reno bareng siapa ya?"

Bang Rahman melirik Alvin, keduanya sepertinya senang menggoda Tana sekarang.

"Bareng Yunita kali." Alvin bersiul menggoda menyenggol bahu Tana pelan, hasilnya adalah bukan Tana yang merenggut tapi hilang keseimbangan karena heelsnya yang tinggi.

"Alvin...." Tana reflek melingkarkan tangannya di leher Alvin, bukan seperti adegan film romantis di mana si wanita mengalungkan tangannya di leher si pria dan berjinjit untuk mendekatkan wajah mereka.

Yang jelas satu tangan Tana mengelilingi leher Alvin seperti tercekik. Dan Akhirnya tetap saja kaki Tana yang memerah jangan lupakan wajah Alvin yang memerah karena tercekik Tana.

"Uhuk...." Alvin terbatuk menetralisr napasnya yang sedikit sesak karena ulah Tana. "Gue kira, gue bakal meregang nyawa kecekik sama Lo."

"Yang nyenggol kan Lo." Tana menatap sepatunya yang syukurnya baik-baik saja. "Suruh siapa senggol-senggol."

"Lo aja yang ngelamun, senggol dikit langsung tumbang."

"Kaki gue sakit..." Tana menatap kakinya, tanpa diduga Alvin melepaskan sepatu Tana membuat gadis itu terhenyak.

"Pake sendal jepit yang biasa lo pake aja, tunggu gue ambilin." Alvin membawa heels Tana bersamanya, dari pada Tana harus membawa heels yang merepotkan itu.

"Bang Rahman sama Mbak Lani mau duluan turun ke Lobby?" tanya Tana melihat Bang Rahman dan Mbak Lani senyum-senyum.

"Gue kadang mikir kalo sebenernya lo berdua cocok." Bukannya menjawab pertanyaan Tana, Mbak Lani justru mengungkapkan apa yang ingin ia ucapkan selama ini.

Mata Tana menyipit mendengar ucapan Mbak Lani, cocok apanya?

"Lo sama Alvin."

Tana meneguk ludahnya, menggaruk lehernya yang sama sekali tidak gatal. Dia dan Alvin? Tana sama sekali tidak pernah memikirkan hal serius seperti itu dengan Alvin.

"Pernah mikir nggak lo, kalau Alvin punya perasaan lebih dari temen sama Lo?"

"Nggak mungkin, Mbak." bantah Tana dengan  tawa pura-puranya.  "Aneh banget rasanya gue sama Alvin, kalo..."

"Bagi Lo aneh, bagi Alvin? pernah mikirin perasaan Alvin nggak?" Potong Mbak Lani cepat sebelum Tana dang teorinya yang selalu bilang, kita sahabatan nggak lebih.

Pertanyaan Mbak Lani menohok Tana begitu dalam, memangnya Alvin kenapa selama ini?

"Pake." Alvin menjatuhkan sendal jepitnya di depan kaki Tana, membuat Tana sadar dari lamunannya. "Jangan kayak anak sultan deh pengen gue pakein juga."

"Nggak lah."

****

Bungkamnya Tana membuat Alvin terus mengoceh, sejak tadi pria itu berusaha melontarkan candaan ringan tapi Tana hanya menyunggingkan senyum.

Bahkan saat Alvin terang-terangan mengejeknya, Tana hanya menyunggingkan senyum.

"Lo diem aja karena nggak diajak berangkat bareng si bos ya?" Alvin menyikut Tana pelan, rasanya ada yang aneh kalau Tana diam saja tanpa alasan.

Reno? meski masalahnya dengan Reno belum selesai tapi itu bukan penyebab utamanya. Tadi Reno juga mengirim pesan pada Tana mengajaknya pergi bersama, tapi Tana menolaknya.

"Gue malu pake sendal jepit, yang lain pake CK, Urban & Co. Nah gue pake sendal jepit begini aja." bohong, setidaknya kali ini Tana tahu ia terlalu lama mendiamkan Alvin membuat Mbak Lani menatapnya dengan pandangan penuh rasa bersalah.

Bang Rahman sendiri duduk dekat dengan Reno dan Spv departement Tax, Cost.

"Kan lo beda dari mereka, jangan samain lo kayak mereka deh. Kan Lo spesial."

"Hah?"

"Itu ada ikan terbang ke atlantis."

"Ih serius, terakhir lo ngomong apa?"

"Nggak ada siaran ulang."

"Alvin nyebelin." Tana memukul lengan Alvin dengan sumpitnya. "Gue rebus lo."

Ucapan kesal Tana malah membuat Alvin terkekeh, "Terserah lo...."

"Nih," Alvin menyimpan daging asap yang sudah ia panggang di piring Tana. "Makan yang banyak, jangan takut gemuk."

"Gue nggak takut gemuk."

"Takutnya ditinggalin gue, ya?"

Mbak Lani tersedak mendengar ucapan Alvin, untung saja Alvin langsung memberi minum Mbak Lani.

Tana masih tak berkedip, tadi Alvin cuman reflek kan bilang begitu?

*****

"Kita Go Public."

Udah kayak perusahaan aja mau Go Public. Tana memang menyuruh Reno menunggunya, menunggu sampai semua rekan kantornya pulang baru ia mau pulang bersama.

Dan sepertinya Reno tak nyaman dengan semua ini.

"Apa yang mau di Go public? Perusahaan tempat kita kerja kan emang udah Go Public." tanya Tana pura-pura bodoh, ingat Tana masih marah dengan pria di depannya ini.

"Hubungan kita."

"Memangnya kita punya hubungan apa?"

"Tana, Please. Masuk ke mobil nanti aku jelasin semuanya." Reno mengambil payung yang disediakan pihak Restoran menyuruh pelayan mengantar mereka berdua, sementara Tana masih diam mematung.

"Kamu nggak lagi mikir aku bakalan buka jas aku terus kita lari ke mobil di bawah hujan deres berdua, Kan?" adegan Picisan yang sering ada di drama maupun film romansa memang, tapi Tana tidak memikirkan hal seperti itu.

Bukan itu yang Tana pikirkan, Tana terbengong melihat siluet pria yang berdiri di seberang jalan di depan minimart.

Pria yang mengenakan jaket North West berwarna biru gelap, pria yang menyunggingkan senyumnya ketika Tana menyadari kehadirannya.

Alvin.

Tana tidak sempat tersenyum balik saat Reno menarik tangannya, menuntunya ke arah Range Rover milik Reno.

Dengan cepat Tana merogoh tasnya mencari ponsel miliknya.

Alvin Chipmunk.

Chipmunk, ngapain masih di Minimart depan Hanamasa?

Sent

Nungguin cewek yang suka gangguin gue, takut-takut ada drama kayak waktu itu sama pacarnya. Tiba-tiba minta jemput anterin pulang, atau bisa jadi minta tolong beliin pembalut.

Syukurnya lo udah pulang berduakan, hati-hati.

Jangan ngambek tengah jalan terus minta turun, soalnya hujan. Minta turunnya pas udah nyampe rumah aja.

Tana terhenyak membaca rentetan pesan dari Alvin, jemarinya seolah membeku hanya untuk sekedar membalas pesan Alvin.

"Tan." Reno mengusap pelipis Tana yang basah menggunakan tissu. "Kamu kenapa?"

"Nggak," Tana menggeleng cepat, memasukan kembali ponselnya ke dalam tas.

"Arin mau pindah ke luar negeri." Ada jeda sebelum Reno melanjutkan, pria itu menunggu reaksi yang tersirat di wajah Tana. Perempuan yang duduk di samping kursi pengemudi  masih diam. "Dia bukan perempuan yang mudah bersosialisasi, dia orangnya nggak nyaman sama orang baru."

"Aku ninggalin kamu waktu itu karena Arin memang benar-benar butuh pertolonganku, kekasihnya itu sedikit gila. Sering kehilangan kendali atas sikapnya."

"Dan kamu merasa bertanggungjawab atas itu semua?"

"Bukan, ada rasa kemanusiaan yang harus didahulukan. Mungkin itu memang bukan kewajibanku, tapi menolong wanita hamil yang tengah ketakutan karena kekasihnya akan lebih baik dibanding membiarkan perempuan itu menjadi perbincangan."

"Aku pikir kamu mau menunggu, setidaknya aku benar-benar kembali menjemput kamu. Dan ternyata aku nggak menemukan kamu, cuman rasa khawatir dan kecewa yang aku dapat...," ucapan Reno menggantung di udara, tangannya meremas pelan jemari Tana. "Kecewa pada diriku sendiri karena membuat kamu sakit hati."

Reno semakin menggenggam erat jemari Tana, menghantarkan kehangatan yang perempuan itu rindukan.

"Waktu itu jalan di Central Park sama Yunita ngapain?" sebenarnya Tana ingin bertanya ini sejak lama, hanya saja ia baru berani sekarang.

"Nggak sengaja ketemu, waktu itu aku lagi nyari Kado buat ulang tahun temenku. Kebetulan ada Yunita, yah aku ajak sekalian biar dia bisa pilihin kadonya."

Tana hanya ber Oh ria menanggapi ucapan Reno, hanya menemani tapi gossip yang sampai di telinga Tana itu beda jauh. Memang yah kalo Gossip itu dari satu mulut ke mulut lain pasti berubah.

"Masih marah." tanya Reno, ia melirik pada jemari yang masih saling bertaut erat.

Tana menggeleng pelan. "Tapi masih kesel."

"Lumayanlah turun tingkat, dari marah ke kesel."

"Mau praktekin apa yang kamu baca itu?"

Dahi Tana mengerut mencerna ucapan Reno, sebelum akhirnya ia mengingat artikel How to be a romantic couple.

"Nggak mau praktekin."

"Ya udah nggak usah dipraktekin sekarang, setelah nikah aja praktekinnya biar nggak banyak dosa."

TBC
.
.
.
.
.
.
.

*Egrang = Itu Bambu/Kayu/galah/tongkat yang bisa dijadikan pijakan

A/N : Yeayyy besok kembali lagi ke rutinitas TT Libur berasa cepet banget yaa. Nggak kayak libur kuliah atau sekolah panjang gitu 😂
Buat kalian yang besok udah mulai kembali ke rutinitas masing-masing semangat yaa 😉

Kalau ada komen yang nggak ke bales itu karena notifnya ketimbun sama notif Vote. Susah nyarinya lagi TT.

Pssst, jangan panggil aku Thor yah, soalnya nggak bawa palu.
Panggil Aja Ora, pake Mbak, Kakak, Adek, Cinta atau sayang terserah.ahahahah

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top