28. Rushing

Balas komen yang mampir nanti yaa, ku sudah ngantuk. Maaf kan Typo yang bertebaran.

Silahkan dinikmati aja, semoga bisa membedakan mana yang cuma sama covernya dan yang beda isinya. Ku lelah menjelaskannya.

*******

"Tan, tanya Keisha soal pelaporan PPh 23 yang udah kita potong ke X-Mart. Kok bagian Finance bayarnya Full sih? ini kan harusnya kepotong PPh 23."

Tana yang sibuk mengerjakan laporan bulanannya harus terhenti karena ucapan Bang Rahman.

"Males banget, kebiasaan banget deh anak Tax. Lupa potong PPh 23 padahal mereka sendiri yang lapor, enggak malu apa sama pihak X-Mart selalu minta Refund. Ketauan banget sering salahnya."

Gerutu Tana, tapi kakinya tak ayal melanhkah menuruti apa yang diperintahkan Bang Rahman.

Berbekal Bukti Potong PPh 23 X-Mart Tana berjalan ke Departement Tax yang memang tidak terlalu.

"Nggi." Tana menepuk bahu Anggi, anak Tax yang bertugas mengecek kembali Faktur Keluaran. "Keisha di mana?"

"Di panggil Pak Reno, ada masalah soal PPh 26." Anggi melepas headset yang ia kenakan. "Kenapa memang?"

"Soal PPh 23, minta refund ke X-Mart." Tana menunjukan bukti potong PPh 23. "Kita bayarnya Full buat jasa distribusi dengan no faktur ini."

Saat Tana akan kembali ke kubikelnya Reno dan Keisha justru baru saja masuk.

"Kebetulan ada lo, Tan." Keisha berjalan ke arah kubikelnya lalu memprint out sebuah file yang ditunjukan untuk Reno. "Lo tau soal PPh 26 yang Direct Marketing itu? ternyata lo bener kita harus bayar PPn nya juga."

"Jadi nanti ada perubahan di Akunting buat saldo PPn yah."

Tana melirik Reno diam-diam, Pria itu masih sibuk menekuri kertas yang diberikan Keisha.

"Ya udah, berarti case close. Kamu simpan di meja saya print out perihal DPP untuk PPn Direct Marketing."

Tana sengaja membiarkan Reno melangkah keluar ruangan lebih dulu agar ia tidak terlibat percakapan dengan pria itu, tapi ternyata Reno sengaja memperlambat langkahnya saat di koridor.

"Bapak ngalangin saya."

"Pulangnya aku anter."

"Saya bisa pulang sendiri."

"Tanayu..., please listen to me. Aku ke Kubikel kamu, atau kamu tunggu aku di Lobby."

Pilihan macam apa itu, Tana mendengus kesal. "Aku juga bisa buat pilihan, anterin aku pulang yang berarti kita menyelesaikan semuanya. Selesai dalam artian hubungan kita sampai di sini, atau tunggu aku benar-benar mau mendengarkan semuanya."

Reno sepertinya sudah salah melangkah, bahkan Tana lebih berani dari pada apa yang dibayangkannya.

*********

"Hai!" Genta tersenyum menyapa Tana yang baru saja datang, padahal ia menawarkan diri untuk menjemput Tana. Tapi Tana menolaknya karena terlalu jauh, lebih baik bertemu di tempat makan yang mereka sepakati.

"Maaf yah lama, tadi aku solat maghrib dulu." Jelas Tana, ia menarik kursi di depan Genta dan mulai membuka buku menu.

Tadi siang Genta menelpon Tana mengajak keluar malam ini, Tana mengiyakan ajakan Genta bukan karena pelariannya dari kekesalan Reno. Tapi lebih karena ada yang harus ia selesaikan dengan Genta.

"Aku Ayam penyet sambal konslet sama air mineral aja."

Sebenarnya Tana tidak terlalu suka pedas, tapi mengingat Mba Lani pernah merekomendasikan sambel konslet di sini jadi Tana ingin mencobanya.

Genta memesan makanan dengan daging kambing sebagai lauknya, pria itu kembali tersenyum melihat Tana.

"Ada yang aneh sama muka aku?" tanya Tana, rambutnya yang diikat asal memang tidak terlalu rapi tapi bagi Tana itu tak cukup menarik sudut bibir Genta yang sejak tadi terus membentuk senyuman.

Genta hanya menggeleng, ia baru sadar jika Tana memang cantik dengan kesederhanaannya. Jika wanita pada umumnya yang Genta temui sibuk dengan make up, Tana justru tidak terlihat memakai Make Up sama sekali.

"Kamu cantik."

Terus?

Harusnya Tana mengatakan terimakasih dengan wajah yang tersipu karena pujian Genta, dasarnya Tana memang terkadang bodoh yang ada ia hanya meracau.

"Semua perempuan dari lahir memang udah cantik, eh tapi ada juga lelaki yang cantik. Kayak Banci Thailand."

Genta langsung terbatuk mendengar penuturan Tana, dengan polosnya gadis itu malah tertawa.

"Gen, Maaf."

Tana mulai serius, sebelum ia lupa tujuannya bertemu dengan Genta. Alangkah baiknya ia segera membirakan apa yang ingin gadis itu sampaikan.

"For what?"

"Kalo pertemuan kita hari dan selanjutnya tetap berjalan, bisa nggak kita cuman sekedar teman?"

Ya Rabb, salah ngomongkan. Tinggal bilang nggak bisa ngasih harapan apa susahnya sih Tan.

"Maksudnya?" Genta terlihat benar-benar tak mengerti dengan rangkaian kata yang keluar dari mulut Tana.

"Begini." Tana terlihat bingung, ia menggit bibir bawahnya pelan sebelum kembali melespakannya dan mulai berbicara. "Kamu ingat Pria yang waktu itu di Lobby kantor aku?"

Genta mengangguk, Tana anggap itu sebagai bentuk verbal jika Genta mengetahui Reno. "Dari pada nanti aku disangka gantungin harapan kamu, aku cuman mau bilang kalo hatiku sebenarnya sudah dimiliki pria yang waktu itu di Lobby."

Untung Reno nggak di sini, bisa besar kepala kalo denger ucapan gue.

"Nggak ada yang tersisa?"

Udah Full Booked sama Reno.

"Aku suka sama dia, tapi kita masih bisa jadi temen kan?"

Wanita dengan segala jenis penolakannya, setelah membuat pria patah hati masih ingin dianggap teman pula. Coba saja jika wanita yang dibuat patah hati sama si Pria sudah pasti semua akun media sosial si pria akan diblok.

"Of Course, cuman kayaknya impian Mamahku punya menantu kamu berarti harus pupus."

Meski dengan suasana hati tak karuan tetap saja Tana menghabiskan makanannya, hati sama perut ternyata tak berkompromi.

Genta mengantarkan Tana ke Stasiun, meski Tana sudah menolaknya karena bisa naik Ojek Online.

******

"Beneran banget ini acara entertain lagi?" tanya Tana heran.

"Iya, di Hanamasa."

"Kan gue gemes dah yang ngajuin tempatnya nggak asik, nggak ikut lagi ah."

"Lah kan di sana masih ada daging asap sama sosis nggak cuman berbau Seafood." Alvin mengambil kripik kentang di meja Tana, mengunyahnya tanpa ijin.

Belum sempat Tana membuka mulut Alvin sudah kembali berteriak melihat layar komputer Tana yang tengah berselancara di internet dengan judul yang menggelikan.

"How to be a romantic couple?"

Alvin terbahak dengan kripik kentang yang hampir membludak dari mulutnya.

"Ngenes banget, Neng."

Ya Allah, gue lupa close tabnya.

"Kenapa sih Tan?" Mbak Lani tersenyum menggoda, bukan rahasia lagi soal hubungan Tana dan Reno di antara mereka berempat.

Bukan Tana yang memberitahu, tapi Alvin karena keceplosan di grup chat dua hari lalu.

"Si Bos kurang romantis?"

Ketahuan banget ngenesnya.

"Eh gue penasaran deh, kalo lagi berdua si Bos masih suka tatap-tatap tajam nggak?" Alvin menarik kursinya agar bisa duduk lebih dekat dengan Tana.

Diam-diam Bang Rahman juga penasaran mendengar kisah asmara bosnya.

"Apaan sih." Tana mulai risih ditatap oleh ke tiga rekannya, memangnya Reno kenapa kalo lagi berdua?

"Ciyee mukanya merah tuh ciyeee."Alvin menunjuk pipi Tana dengan jemarinya, menggoda wajah Tana yang semakin merona.

"Udah ngedate kemana aja sama si Bos? udah nonton film apa aja? dikasih bunga nggak? Atau udah dinner romantis?"

Ini Mbak Lani kok banyak banget pertanyaannya sih.

Dinner romantis itu makan mie rebus bisa termasuk nggak?

Bunga apa? Reno mana pernah ngasih bunga. Tapi kalo dikasih Bunga Deposito Tana enggak akan nolak sih.

Tana menggeleng dengan mulut yang terkatup, sebelum menjawab. "Nggak pernah nonton, bunga juga nggak pernah dikasih. Paling si Bos sukanya gombal."

"Si Bos suka gombal?"

Sepertinya Bang Rahman yang paling Excited dengan ucapan Tana kali ini, matanya membulat begitu menunggu penjelasan Tana lebih lanjut.

"Kayak waktu itu aja dia bilang, Kamu juga seenaknya. Seenaknya lalu-lalang di pikiran aku." Tana menirukan ucapan Reno waktu itu, membuat Mbak Lani menjerit histeris.

"Ya Allah, gue nggak kebayang gimana ekspresi mukanya bilang gitu sama Lo. Terus-terus apa lagi?"

"Apa yah, kadang Reno suka aneh juga sih. Waktu itu gue pernah marah terus ke ruangan dia, eh dia sok-sokan bilang. Mau aku gendong ke kubikel kamu? takutnya kamu nggak punya tenaga."

"Jirrr, si Bos ternyata receh juga ya. Gue pikir nih, kalo lo si Bos pacaran mukanya datar aja. Paling Lo yang godain dia, lo yang sosor si bos cari perhatian."

Eh Alvin kampret bener, yang ada si Bos nyosor duluan sama gue.

"Fitnah banget Lo."

"Pacaran sama Reno rasanya gimana?" Mbak Lani mengedip-ngedipkan kedua kelopak matanya, membuat Tana menatap ngeri ke arah Mbak Lani yang kini malah memasang wajah puppy eyes.

"Enggak gimana-gimana, Gue pikir awalnya kalo pacaran kan bisa ngucapin selamat pagi, siang, malem kayak minimart gitu. Ini mana ada ngechat kayak gitu. Kayaknya gue masih kalah sama anak SD yang udah pacaran pangil-panggil bunda sama ayah." Tana menghela napas mengingat berita viral di Internet tentang anak Sekolah Dasar yang berpacaran dengan saling memanggil Ayah Bunda.

"Anniversary tiap bulan udah kayak menstruasi." ucap Tana, "Gue mah apa atuh, cuman remahan rengginang dari kaleng Khong Guan."

"Uluh uluh... jangan sedih begitu dong."

Ini kok kisah percintaan Tana jadi konsumsi Publik.

"Terus itu baca artikel buat apa?"

"Kepo banget sih, Vin."

"Biar jadi pasangan paling romantis di kantor, Kan si Bos tuh keliatan deketnya selama ini sama Falyn."

Ucapan Bang Rahman membuat Tana tertohok, pacarnya siapa yang digosipin juga siapa.

"Ibarat lagu nih." Alvin mulai lagi dengan kegilaannya.

"Oh Tuhan,
Ku Sayang Falyn
Ku Cinta Arin
Ku Rindu Yunita
Dapetnya Tana....."

Bang-Sateeeeee....

Tana melempar note nya tepat ke arah Alvin, rasa kesal melambung tinggi karena ucapan Alvin. Tapi jangan sebut Alvin kalau ia tidak bisa membuat Tana kembali tersenyum.

"Aduh-aduh, Kesayangannya Abang jangan cemberut gitu dong." Alvin menjawil pipi Tana. "Walaupun Lo nggak secantik Mba Falyn, Nggak semodis Yunita. Tapi kan yang merajai hatinya si Bos tetep lo seorang."

"Kayak bisa liat hatinya si bos aja lo."

"Bisa, gue kan kembar nggak se Ibu sama Pak Reno. Jadi yah ada ikatan batin gitu."

Tana baru saja akan tertawa tapi tertahan karena interupsi seseorang.

"Saya butuh dokumen pendukung ekspor waktu bulan maret."

Wajah Alvin terlihat kikuk, tangannya yang menyentuh rambut Tana menjauh perlahan takut-takut nanti ada peperangan.

"Kan bisa minta bagian Tax, Pak. Kita cuman pegang soft copy nya aja." ucap Tana, wajarlah yah yang lagi marah nggak mandang jabatan siapa bosnya. "Bapak bisa minta anak Tax buat dokumen aslinya."

"Memangnya kamu dengar saya meminta dokumen asli?"

Reno mendekat ke arah meja Bang Rahman yang sedang mencari file yang diinginkannya.

"Kayaknya di arsip sama Tana yang bulan maret."

Tanpa komando Reno melangkah mendekati Tana yang berbalik kesal menatap layar komputernya.

Ehh ini lupa gue close tab tadi. Apesnya dua kali.

Tana langsung menutup applikasi browser si komputernya berharap Reno tidak melihatnya.

Sayangnya Tana tak sempat melihat bibir Reno yang mengurva membentuk lekukan senyum tipis karena melihat layar komputer Tana.

Reno membungkukan sedikit tubuhnya agar kepalanya bisa sejajar dengan Tana yang tengah mencari file di komputernya, Mata Reno fokus pada layar komputer tapi mulutnya tepat berada di samping telinga Tana.

"Nggak usah nyari panduan biar bisa jadi pasangan romantis, kalau prakteknya nol besar. Try me, if you dare." Reno berbisik dengan suara rendah yang hanya bisa di dengar Tana.

Ketahuan kan.

"Aku masih marah sama kamu."

"Cemburu tandanya cinta, kalau marahnya lama banget karena cemburu. Artinya kamu cinta banget sama aku."

Eh, Teori dari mana seperti itu.
Dari Jaman megalitikum juga kalau wanita marah memang lama, enggak ada hubungannya sama cinta.

.............

A/N :

DPP : Dasar Pengenaan Pajak, ini nominal yang jadi acuan perhitungan pajak.
PPh 23 : Singkat kata ini Pajak atas Jasa, dividen, bunga, Royalty dan Sewa. Yang kasus di atas itu atas Jasa yang tarif nya 2% dari DPP. Fyi PPh 23 itu pajak tidak Final (artinya bisa jadi kredit pajak tapi lihat sisi dipotong apa dipungut yahh XD XD)

PPH 26 : Pajak kalau orang/ badan luar negri (Bukan WP Indonesia) yang dapet penghasilan di Indonesia, kebalikan dari PPH 24. (Pstt ini juga bukan pajak Final)

Udah ahh nanti takut pusing bacanya TT.

.......
Kesayangannya Daesung 💙

Thursday, 29 June 2017.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top