26. Rushing
Bingung ku mau bales komen bagaimana di part sebelumnya, dendam ciyeee sama Bang Reno ciyee.
Ingat hidup tuh harus balance, gak cuman manis-manis aja harus ada asin, asam, sama pahit. ahahahahah
Happy Eid Mubarak buat semuanya XD Mohon maaf lahir batin kalo aku ada salah-salah kata.
Jangan lupa makan ketupat besok.
Anggap aja ini THR buat dedek-dedek dan Kakak gemesh sebelum aku liburan.
*************
Seharusnya acara makan soto di pinggir jalan setelah acara karaoke bisa berjalan dengan tenang tanpa ada celotehan Tana yang kebingungan karena ternyata ia kedatangan tamu bulanan.
Dan sekarang Tana tengah bersembunyi di toilet umum dekat warung soto, sialnya Alvin harus menahan sedikit rasa malunya sekarang.
Alvin menyimpan baik-baik apa yang terekam diingatannya saat Tana berkata, beli pembalut yang ada sayapnya.
Ya Allah, waktu Pluto dikick dari jajaran Tata Surya aja Alvin gak ngerasa semenderita ini. Udah lagi patah hati disuruh beli pembalut pula.
"Selamat Malam, selamat datang di Indomaret."
Senyum Alvin tersungging kaku, Minimart malam begini kenapa masih ramai coba kan jadi bertambah beban moral Alvin.
Ya Allah, cobaan apa ini.
"Ini yang ada sayapnya mana coba?" Alvin menggaruk tengkuknya yang sama sekali tak gatal, ia bermonolog sendiri menatap etalase yang dipenuhi Keperluan wanita.
"Yang Orange, Biru apa Pink? ini Apa bedanya coba?"
Mungkin karena raut wajah Alvin yang terlihat kebingungan seperti bocah tersesat, atau si penjaga Minimart yang merasa bingung karena ada lelaki yang berdiri di depan etalase keperluan khusus perempuan. Hingga akhirnya petugas berjenis kelamin perempuan itu menghampiri Alvin.
"Malam, Mas. Ada yang bisa saya bantu?"
Alvin tersentak kaget saat penjaga minimart menyapa, wajahnya memerah dengan sempurna. Ia harus segera menyelesaikan acara membeli pembalut ini.
"Saya mau beli pembalut yang ada sayapnya."
Ya Allah, semoga cctv lolos merekam wajah Alvin yang menahan malu karena si Mba Penjaga yang menarik sudut-sudut bibirnya.
"Yang ukuran berapa 25 cm, 29 cm atau yang 32cm, Mas?"
Astagfirullah, ini ukuran pembalut kok mirip ukuran LED TV. batin Alvin terus memberontak, bisa turun harga dirinya ini.
"Yang 29 cm aja Mba."
"Yang Day atau Night?"
Alvin mengusap wajahnya dengan kasar, ini beli pembalut apa proses interview?
"Yang mana aja, Mba. Yang penting ada sayapnya." tandas Alvin, ia sudah tidak mau berdebat lagi dengan Mba-Mba minimart yang senyum-senyum gak jelas.
Itu pembalut apa kamera jadul pake ada Day and Night?
Ya Allah, cukup sekali ini aja hamba beli pembalut.
********
"Makasih Abang Alvin yang unchhh unchhhh."
Tana sengaja menjawil pipi Alvin karena sejak tadi wajahnya ditekuk, mana Tana tahu kalau tamu bulannya datang empat hari lebih cepat dari tanggal biasanya ia jadi tak membawa pembalut cadangan.
"Ya Allah, Tan. Lo harusnya liat ekspresi si Mba Minimart yang senyum-senyum ngeliat gue bingung milih pembalut."
"Ya udah lah, kan udah terjadi."
"Iya, tapi malunya masih berasa."
"Makan Es krim yuk, biar lo gak bete lagi."
Tana melirik jam di pergelangan tangannya, sudah pukul sebelas lewat. Sepertinya ia lebih memilih untuk menginap di rumah Alvin saja dari pada pulang ke Bogor.
"Udah malem, gak ada cafe es krim di dekat sini." Alvin menyerahkan Helmnya pada Tana, sesungguhnya Alvin tak keberatan menemani Tana hanya saja is agak sedikit khawatir saat Tana tak menyentuh ponselnya sama sekali setelah mengabari Ibunya jika ia akan menginap dirumahnya.
"Beli Es Krim di minimart aja."
Mata Alvin mendelik mendengar kata minimart, Alvin masih trauma sama minimart. Belum juga satu jam, ia pergi ke minimart.
"Bukan ke minimart yang lo beli pembalut kok."
"Iya deh terserah."
Ponsel Alvin berbunyi saat ia menunggu Tana di depan parkiran minimart, nama Reno menghiasi ponselnya.
"Hallo."
"Sama saya, Pak."
Alvin melirik ke dalam melihat Tana yang tengah membayar di kasir.
"Besok pagi saja bapak jemputnya, nanti saya kirim alamat rumah saya."
"Sama-sama, Pak."
"Telpon dari siapa?" tanya Tana dengan kantong plastik berisi ice cream satu liter dengan Pringless.
"Temen."
Alvin menelan ludahnya gugup, bisa gawat kalo Tana tahu kalau yang menelpon dirinya itu Reno.
Sebenarnya Alvin tak ingin campur urusan bos dan sahabatnya satu ini, tapi melihat bagaimana nada khawatir Reno saat menanyakan Tana. Alvin tak yakin jika Reno bersalah seperti apa yang diceritakan Tana tadi.
********
Tana sudah bangun sejak jam empat, meskipun ia tidak shalat subuh.
Beruntung orang tua Alvin sudah cukup dekat dengan Tana, sehingga mereka tak banyak bertanya perihal kedatangan Tana yang menginap mendadak tengah malam.
Tana tidur bersama adik Alvin yang masih SMP, untung Jelly adik perempuan Alvin mau saja berbagi tempat tidur dengan Tana.
Dengan sedikit keberanian Tana melirik ponselnya, membuka notification satu persatu-satu.
42 Panggilan tak terjawab.
Tana menarik napas dalam, sudah tak diragukan lagi siapa yang melakukan itu semua.
Boss.an
Kamu dimana?
Aku udah titip pesen sama Charron kalau kamu harus nunggu.
Ya Allah, Tana. Angkat telponnya.
Kamu marah?
Tanayu. Please, kasih kabar kamu di mana.
Terlalu kekanakan memang ketika Tana pergi tanpa memberi kabar apapun pada Reno, hanya karena Reno menolong Aryana bukan berarti Reno masih menyukai Aryana.
Pintu diketuk ketika Tana baru saja akan mengeringkan rambutnya, ia memakai pakaiannya yang semalam.
Alvin berdiri menjulang menggunakan training hitam dengan kaus abu-abu saat Tana membuka pintu.
"Ada yang jemput lo tuh." Alvin menggunakan dagunya menunjuk ke lantai bawah.
Tana yakin jika yang menjemputnya bukan Arka, karena Tana tidak meminta adiknya untuk menjemputnya.
"Siapa?" tanya Tana hati-hati.
"Pak Reno."
Mata Tana membulat, jika saja Tana tak ingat di mana kakinya berpijak sekarang sudah pasti mulutnya tak akan segan memarahi Alvin yang dengan teganya memberi tahu Reno soal keberadaannya.
"Lo." Tana menggeram, mau marah percuma saja tak bisa. Alvin sudah terlalu banyak membantunya. "Untung temen gue, kalau bukan...,"
"Apa?" Alvin menahan tawanya saat melihat ekspresi Tana.
"Udah gue gantung lo di Monas."
"Ihh. Aku takut."
"Nyebelin...,"
Reno sedang menyesap Teh yang dibuat oleh Ibu Alvin saat Tana turun bersama Alvin.
"Makasih yah, Tante." Tana mencium tangan Ibu Alvin untuk sekedar berpamitan. "Maaf ngerepotin "
"Gak apa-apa Tan, Tante malah seneng kamu sering nginep."
"Asal jangan tiba-tiba aja nginepnya, nyuruh jemput gak tau apa kalo hati ini lagi berkabut."
Rasanya Tana ingin menginjak kaki Alvin sekarang juga, namun Ibu Alvin sudah mendahuluinya dengan mencubit lengan Alvin.
"Ngomongnya, yah."
"Aduduh, Ampun Bu."
"Kami pulang dulu, Bu. Maaf saya mengganggu pagi-pagi." kali ini Reno yang berpamitan pada Ibu Alvin.
Sebelum menyusul Tana yang sudah berjalan ke arah pintu keluar, Reno mengucapkan terimakasih pada Alvin.
"Udah sarapan?" tanya Reno saat Tana masuk kedalam mobilnya.
"Udah."
"Mau langsung pulang?"
Mau nya sih langsung ada di Rumah tanpa perlu berduaan dengan Reno.
"Iya."
"Maaf."
Nah, Nah Tana udah harus siaga satu kalau udah keluar satu kata itu.
"Aku maafin." ucap Tana yang tengah berpura-pura sibuk melihat ponselnya.
"Aku gak ada niat sama sekali ninggalin kamu, semalem Arin bener-bener gak bisa ditinggalin gitu aja."
Terus kalo aku bisa kamu ditinggalin gitu aja?
"Iya gak apa-apa."
"Kamu marah, aku tau itu. Maaf, aku bener-bener gak bisa tidur karena kamu, Tan."
Tana bisa melihat kantung mata yang menggantung di wajah Reno, wajahnya terlihat kusut tak seperti biasanya.
"Kamu nyalahin aku karena gak bisa tidur?"
Tana tahu itu bukan inti masalahnya dengan Reno, bukan itu pula maksud yang ingin disampaikan Reno.
"Bukan begitu, aku cuman khawatir sama kamu. Takut terjadi apa-apa sama kamu."
"Aku gak apa-apa. Udah lihat kan?" Tana merendahkan suaranya, mulutnya kembali bungkam saat Reno dengan pasrah hanya mengangguk.
Sepanjang perjalanan Tana pura-pura tidur, hatinya masih tak mau berdamai dengan apa yang Reno lakukan meski ia tahu mungkin Reno tak sepenuhnya salah.
Sebelum Tana keluar dari Mobil, Reno menahan tangannya. Matanya menatap Tana penuh penyesalan.
"Apapun yang ada di pikiran kamu sekarang, aku harap itu gak merubah keyakinan kamu sama aku. Kamu tahu pondasi kokoh dari sebuah hubungan itu kepercayaan, dan aku harap kamu mau percaya sama aku."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top