TIGA

***

Perkuliahan sudah dimulai, Mama sudah pulang dari Jepang, rumah rusuh kembali. Di rumah cuma aku sama Papa aja rusuhnya ampun-ampunan, eh ini Mama balik, udah laah selesai hidupku.

"Bagusan biru tau!"

"Coklat lah sayang, lebih maskulin."

"Ihh biru seger, list-nya kuning, rumah jadi lebih hidup!"

Aku mendengar keributan itu dari dapur sambil cuci piring, kali ini aku gak minat jadi wasit untuk melerai perdebatan dua makhluk yang saling mencintai itu.

"Papa maunya coklat Ma! Bagus!"

"Biru!"

"Coba kita tanya Estu!"

Aku langsung mendesah sambil menyusun piring. Papa sama Mama emang sering gitu, melibatkan aku dalam pertengkaran yang ada, membuatku pusing memilih; antara makanan keasinan seminggu, atau uang jajan dikurangin sekian persen.

"Kakak!! Sini dooong!" Seru Mama dari ruang tengah.

"Bentar yaa!" Sahutku, masih menyusun piring.

Begitu semua piring, gelas dan barang-barang lainnya tersusun rapi, aku mengelap tanganku ke handuk kecil berkepala hello kitty yang digantung di atas tempat cuci piring, setelah itu aku berjalan ke ruang tengah.

"Kenapa Ma?" Tanyaku pura-pura polos, padahal aku tahu masalah yang didebatkan oleh Papa dan Mama malam ini.

Lemari buku!

Ya! Papa dan Mama berencana membeli lemari buku karena majalah keduanya sudah menumpuk di kamar, dan katanya buat hiasan taro pot bunga juga di atasnya.

"Sini! Sini!" Papa bergeser, membuat jarak di antara Mama, menyuruhku duduk di situ.

Aku duduk, bersandar ke bahu Papa lalu Mama mengulurkan majalah perabotan yang dipegangnya.

"Menurut Kakak bagusan yang mana? Biru yaa?!" Itu bukan pertanyaan. Tapi pernyataan yang ditekankan kalau aku harus setuju.

"Terlalu cerah Kak, liat deh yang coklat, adem diliatnya, ada ukirannya juga, klasik." Papa menambahkan opininya. Bahkan sebelum aku menyahuti Mama. Alpha Male satu ini emang gak pernah mau kalah.

"Pilihan eak bukunya cuma dua ini?" Tanyaku.

"Emm, engga sih!" Jawab Mama.

"Gak mau custom aja Ma? Bikin yang nempel di dinding gitu, bentuk apa kek, jadi sekalian jadi hiasan, kan dinding di ruang kerja Mama sama Papa tengahnya polos tuh!" Kataku.

"Bisa sih gitu, tapikan ribet!" Ujar Papa.

"Estu aja yang urus, Mama gambar mau kaya apa, kalo Papa setuju, nanti Estu yang ke tukang." Aku memberi solusi.

"Oke deh! Tapi Pa, terserah yang gambar ya!" Seru Mama.

"Lha kalo gitu mending Papa yang gambar!" Sahut Papa.

Lha?? Kok jadi debat lagi??

"Maa! Ahhhh! Mama gambar terus tanya ke Papa sreg apa engga! Papa gak usah sok mau gambar, gambaran Papa jelek!"

"Noh denger kata anak!" Seru Mama.

"Jangan egois mangkanya!" Balas Papa.

"Kalo gak egois kita gak bakal di sini sekarang!"

"Oh iyaaa! Uuucayaaangku!!" Papa langsung melebarkan tangannya memeluk Mama, aku yang ada di antara mereka berdua otomatis tergencet.

"Hohhhh susah napas nih!" Seruku.

"Lagian kamu ganggu!" Ujar Mama.

"Emmm! Siapa yaa yang nyuruh Estu ke sini!" Seruku, aku melepas pelukan Papa lalu bangkit, pindah ke sofa lain dan membiarkan Mama dan Papa berpelukan.

"Mams minggu depan Papa ada off road yaak!" Seru Papa sementara aku menyalakan TV untuk mencari hiburan.

Di rumahku, TV hanya ada satu, di ruang keluarga, Papa gak izinin ada TV di kamar, katanya nanti aku nonton yang gak-engga, atau katanya nanti aku lebih seneng ngabisin waktu di kamar daripada ngumpul sama Papa dan Mama di sini. Jadi ya gini, tiap malem pilihanku cuma dua; jadi kambing conge liatin mereka berdua mesra-mesraan, atau jadi wasit saat mereka berdebat.

"Kemana? Berapa lama?" Tanya Mama.

"Dua hari semalem, ke Ciampea sana tuh, Gunung Kapur!" Jawab Papa.

"Yaudah lah! Men and their hobby!" Sahut Mama.

Aku gak fokus nonton, sesekali aku membuka ponselku, liat update-an terbaru teman-temanku di instagram, atau group kelas yang baru sebulan kumasuki ini.

Kelasku hanya ada 20 siswa, 3 perempuan dan 17 laki-laki. Kebayang kan itu kelas rusuhnya kaya apa?? Aku sih bersyukur cowoknya gak ganjen-ganjen, asik-asik malah!

"Kak, nyemil yu?" Aku menoleh kaget saat melihat Papa sendiri di sofa.

"Mama mana?"

"Toilet! Nyemil yuk?"

"Nyemil apa?" Tanyaku.

"Gak tau, boncengan deh yuk kita ke bangbarung, mau?"

"Udah malem Pa!"

"Deket ihh lagian baru juga jam 8." Kata Papa.

Ya, jarak dari Taman Kencana ke Bangbarung memang gak terlalu jauh, tapi aku males, sudah ganti pake baju tidur, ogah keluar.

"Papa yang bawa motornya yaa?" Pintaku.

"Iyaa!"

Aku mengangguk, lalu aku ke kamar untuk mengambil jaket, saat keluar sudah terdengar suara motor, jadi aku langsung ke luar rumah.

"Ayok Kak!" Papa sudah di jalanan komplek duduk di atas motor matic milikku, aku menghampirinya, menutup pintu pagar lalu naik ke boncengan Papa.

"Gimana kuliah Kak?" Tanya Papa sambil menyetir.

"Emm gitu aja, mata kuliah dasarnya kebanyakan IPA, jadi Estu kudu ngejar, kan gak paham-paham banget."

"Yaudah, semangat sayangku! Ngejarnya yang kebut ya?! Nanti Papa beliin helm full-face dah, biar aman!"

"Siap Boss!" Aku menyahuti kegilaan Papa.

"Jajan apa ya boss?" Tanya Papa.

"Lha si boss maunya apa?"

"Sate taichan? Bakso boboho? Bakmi Kane? Apa nih??"

"Itu mah makanan berat semua!"

"Papa laper Kak!"

"Yaudah bakmi mau? Estu mau es serutnya." Kataku.

"Boleh!"

Papa langsung memarkirkan motor di pinggir jalan dan kami masuk ke rumah makan bakmie ini.

"Bungkus aja!" Kataku kepada pelayan saat selesai memesan makanan untukku, Papa dan tentu saja Mama.

"Kak, Papa penasaran, ada gak cowok yang deketin kamu?" Tanya Papa, aku langsung tertawa.

"Kenapa emang?"

"Kamu laku, kan?"

"Hahahahhaha!!"

"Jawab ih!"

"Kenapa sih boss?" Tanyaku.

"Semalem Papa ngobrol sama Mama, masa kata Mama kamu udah gede, boleh aja kalo mau pacaran, ya Papa gak rela dong kamu nanti lebih fokus sama cowok lain dibanding Papa."

Aku menyahuti omongan Papa hanya dengan tersenyum, seneng deh bikin Papa mikir gini. Lucu

"Kak ih jawab dong!"

"Apa sih Papaku sayang?!"

"Kamu laku gak?"

"Ya yang deketin sih ada Pa, cuma belum ada yang sreg, lagian Papa selalu wanti-wanti untuk gak pacaran dulu." Kataku.

Jujur, dari kelas 2 SMP aku sering banget ditembak pakai coklat, walaupun coklatnya tetep boleh aku bawa pulang padahal cowok itu aku tolak haha dan harusnya Papa tau, kan Papa yang abisin coklatnya.

"Yang deketin gak kamu respon?" Tanya Papa.

"Biasa aja. Kenapa?"

"Mama takut!" Kata Papa.

"Takut kenapa?"

"Takut kamu gak straight!"

"Idihhhhhhhh!!!!"

"Jadi kamu straight?!"

"Iyalaah!" Seruku. Gila aja kalo aku suka sesama jenis, please deh aku jijik kalo liat cowok yang kecewe-cewean ataupun cewek yang kecowo-cowoan.

"Kata Mama kamu boleh pacaran, daripada dilarang terus kamu pacaran sembunyi-sembunyi, tapi Papa belum rela kamu digondol orang."

Aku tertawa untuk kesekian kalinya. Mau udah ada cowok ganteng juga Papaku yang sok kegantengan ini paling juara. He is my first hero and my everlasting love, I love him 'till I die, gak peduli segila apapun Papa.

"Kalo deket sama cowok, bilang Papa ya? Papa screening nanti, pokoknya yang deket sama kamu harus lebih kece dari Papa ya?"

"Siap boss! Jadi lampu ijo nih boss buat pacaran?" Tanyaku.

"Pacarannya yang bener, cari cowoknya yang bener, yang bisa bimbing."

"Itu nyari pacar apa nyari calon imam?"

"Eh cantik! Pacaran kan menjurus ke nikah! Ya harus cari yang bener lah sayangkuuuu!" Ujar Papa.

"We'll see, kali aja baik dan benar menurut aku beda definisi sama Papa."

"Satu pesen Papa!"

"Apa?"

"Jangan balik ke rumah dalam kondisi hamil!"

"Egilaaa!" Seruku spontan.

"Kamu tahu Papa sama Mama kaya apa Kak, Papa jujur sama kamu soal masalalu Papa, itu buat pelajaran kamu, Papa gak mau kamu salah langkah."

"Permisi!" Aku dan Papa menoleh, seorang pelayan memberikan pesanan kami.

"Papa bayar dulu!" Ujar Papa sambil berdiri menuju kasir.

Aku bangkit, membawa pesanan makanan kami ke luar, langsung menggantung makanan di cantelan depan. Tak lama Papa kembali, langsung menyalakan mesin motor.

Di perjalanan pulang, aku memeluk pinggang Papa erat.

"Pa?"

"Kenapa cantikku?" Sahut Papa.

"Estu mau cari yang kaya Papa ahh buat suami, asik, gak bosenin, yaa nyebelin sih, tapi gak apa."

"Gantengnya Bapakmu ini gak disebut??"

"Hahahaha iyaa iyaa gantengku baginda rajaku!!!" Seruku.

"Gitu dong!!"

Aku mempererat pelukanku ke pinggang Papa.

Jujur, aku belum kepikiran pacaran, dan gimana ya? Punya orang tua kaya Papa dan Mama bikin aku asik sendiri, hingga aku merasa, aku gak butuh pacar.

Yak! Buat apa punya pacar kalau kamu punya orang tua yang melimpahkan semua kasih sayangnya hanya untukmu? Buat apa pacar kalau Papa dan Mama selalu ada untuk mendengarkan setiap unek-unekku? Buat apa pacar kalau Papa dan Mama selalu mau menemaniku kemana pun?

Ya kan??

Untuk saat ini, aku belum butuh pacar!

****

TBC

Thanks for reading
Dont forget to leave a comment and vote this chapter xoxo

****

Hallo, Morat-Married kuganti ya judulnya jadi Rush-uh.

Maaf buat yang tadi sudah bikinin cover, jadi gak kepake. Tapi terimakasih sekali yaaa...

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top