EMPAT
"Papa udah briefing kamu?" Tanya Mama saat kami di jalan ke kampus.
Pagi ini, mobil Mama mendadak mati, karena Papa udah duluan berangkat ke resto, lalu baik aku maupun Mama gak ada yang ngerti mesin, jadilah kurelakan Mama pakai mobilku, dengan syarat anterin aku dulu ke kampus.
"Breifing? Soal?" Tanyaku.
"SOP Pacaran."
"Bujug! Pacaran ada SOP-nya?"
"Ada dong!" Seru Mama semangat.
"Apaan tuh?" Tanyaku.
"Kamu punya jam malam, jam 11 harus udah ada di rumah, kalo lebih, duit jajan dipotong. Terus kalo ada cowok yang deket, bawa ke rumah, siapapun! Mau cuma gebetan juga! Biar Papa sama Mama tau orangnya, gak cuna nama, tapi tau orangnya cem mana."
"Oke deh!"
"Terus Kak, soal sex!"
"Ma! Estu gak mau omongin itu!" Kataku.
"Harus! Sex education itu hal yang paling sering diabaikan orang tua! Mama gak mau kamu salah langkah!"
Aku menutup kedua telingaku terang-terangan. Aku gak mau bahas kaya gituan. Aku belum siap. Jangankan untuk melakukan sex, kepikiran pun engga.
"Nareswari!" Mama menarik tanganku.
"Apa sih Ma?!"
"Dengerin!"
"Yaudah iyaaa!"
"Kamu udah 18 tahun sayaang, udah umur produktif. Mama gak mau kamu kepolosan yang berujungnya ditipu sama cowok-cowok brengsek yang bertebaran di luar sana, Mama mau kamu tahu dikit-dikit, dan itu langsung dari Mama, bukan kamu coba-coba hal gak jelas diluar sana."
"Ma!"
"Dengerin! Mama cuma minta kamu dengerin."
"Okee okee!"
"Usia kamu, sudah bisa berproduksi sayang, kamu pasti paham itu. Dan kalau kamu nanti punya pacar, kalian pasti pegangan tangan, deg-degan, apalah itu khas anak ABG! Mama lupa rasanya kaya apa.
"Terus, mungkin kamu akan penasaran sama yang namanya ciuman, mungkin kamu coba sekecup dua kecup, lalu mulai merasa kalau bibir pacar kamu itu heroin terbaik di dunia, lalu kamu akan kecanduan sama ciuman. Tapi layaknya pecandu, you always want more and more! More than a kissing! Terus pelukan, terus nyaman pelukan, tapi capek pelukan sambil berdiri, akhirnya pelukan sambil boboan.
"Kebawa suasana dan yaa mungkin gak langsung penetrasi, tapi cuddle, petting dan lainnya. Lalu kamu mau lebih, atau pasangan kamu juga mau lebih. Dan kalian sepakat untuk nyoba yang lebih.
"Mama mau, kalo kamu ada di posisi itu, kamu berusaha kembali ke alam sadar Kak, pikirin apa yang bener-bener kamu mau! Pikirin hal setelahnya.
"Bisa aja setelah kalian melakukan, cowok itu pergi, pikirin apa yang akan terjadi sama kamu kalau cowok itu pergi. Kalau kamu yakin kamu akan tetap jadi diri kamu sendiri, kamu tetap baik-baik saja, so do it! Mama bukan nyuruh! Cuma semua balik kekeyakinan kamu."
"Ma udah ah!" Potongku.
"Kak! Kalau kamu mau melakukan hubungan fisik sama cowok! Lakukan dengan aman, dengan cinta. Apalah itu. Tapi kalau gak, mending gak usah sama sekali. Kamu liat Kak, banyak cewek-cewek depresi karena cowok, ada yang sampai trauma dan perlu dibawa ke psikiater, ada yang ngurung diri di kamar, ada yang jadi gila, bahkan ada yang bunuh diri.
"Mama ngajak kamu ngobrol ini karena Mama gak mau kamu jadi salah satu diantara jenis yang Mama sebut barusan. Mama mau kamu prepare!"
"Iya Ma udah ah, Estu ngerti. Lagian, Estu gak punya pacar!"
"Pesen Mama, jangan jadi cewek yang ketergantungan cowok. Jadilah cewek yang mandiri. Saling melengkapi kekurangan pasangan itu bagus, tapi bukan berarti kamu jadi cacat saat pasangan kamu pergi, oke?"
Aku mengangguk.
"Ma? Estu mau tanya dong!"
"Ya tanya aja."
"Papa sama Mama kenalnya gimana sih?" Tanyaku, dan Mama langsung tertawa.
"Kenapa sih Ma?"
"Hahaha lucu tauk!"
"Gimana Ma?" Tanyaku.
"Mama waktu itu dateng ke Fashion Week gitu, waktu masih jadi mahasiswa. Terus ada salah satu brand underwear gitu, cewek-cowok, dan Papa jadi model cowoknya."
"Hahhhh??? Papa model underwear cowok?" Tanyaku syok.
"Jangan bilang-bilang Papa ya! Malu banget pasti tuh si Anton hahaha!"
"Terus Ma?" Aku jadi semangat untuk tahu kelanjutannya.
"Yaudah gitu aja, selesai fashion week, temen Mama ada yang kenal sama salah satu desainer, diajak lah kita ke backstage! Dan itu Mama kaget untuk pertama kalinya!"
"Kaget?"
"Iyalah! Ada yang naked, ada yang cuma ditutup handuk, gitu-gitu deh!"
"Buset! Terus Papa?"
"Mama gak liat Papa waktu itu, kayanya Papa termasuk orang alim yang ganti di bilik ganti."
"Tapi Mama udah liat Papa?" Tanyaku.
"Udah lah! Papa kamu berapa kali balik itu ganti-ganti underwear."
"Terus kenalnya??"
"Nah di luar ada food festival kan, Mama sama temen yaa hunting makanan, terus ada yang ngajak kenalan masa? Lha Mama notice kalau dia model yang tadi Mama liat. Langsung Papa malu dan balik badan."
"Udah gitu doang? Terus?"
"Terus ketemu pas Mama makan di rumah makan Kakek, waktu itu cabangnya cuma ada dua, dua-duanya di Jakarta. Pas Mama mau bayar, eh kasirnya si model ganteng. Kenalan beneran deh di situ."
Aku mengangguk, senang karena akhirnya aku tahu sejarahnya Mama bisa kenal sama Papa. Karena selama ini yang diceritakan Papa hanyalah bagaimana usaha mereka mendapat restu, bagaimana penolakan Nenek karena Mama itu anak korban broken home yang dibuang di panti asuhan. Menurut Nenek, latar belakang Mama gak jelas, gak bisa bersanding dengan Papa.
"Sampe nih!" Seru Mama, menghancurkan lamunanku.
Aku langsung meraih tangan mama untuk pamitan salim.
"Semangat Kak belajarnya!"
"Iya Ma okay! Love you!" Seruku lalu turun dari mobil.
"Bye sayang! Love you!" Mama membuka jendela sambil melambai padaku.
Aku tersenyum, lalu berbalik masuk ke gerbang kampus.
***
Pukul 5 sore lebih entah, aku keluar dari Laboratorium Fisika, mau meledak rasanya otakku belajar soal fluida. Aku tuh gak tau apa-apa soal IPA, apalagi Fisika. Lha ini??
Untung aja temen-temenku baik, rata-rata mereka mau membantu menyelesaikan soal, tak jarang langsung ngasih contekan buat, itu sih yang paling kuharapkan.
"Estu!" Aku menoleh ketika seseorang memanggilku, Brian.
"Kenapa Yan?"
"Anak-anak ada yang mau tanding futsal sama Teknik Kimia, mau ngikut gak lo?" Tanyanya.
"Jadi tim hore?"
"Iyaa!"
"Gak deh, lain kali aja ya?"
"Jah yaudah!"
"Gue duluan yaa! Sorry nih, bye-bye!" Seruku.
"Yeah hati-hati!" Ujarnya.
Aku berbalik lalu membuka ponselku hendak memesan ojek online. Tapi ada satu notifikasi dari Papa.
PapaGans:
Nak, sayangku, Cinta dalam hidupkuu
Papa tadi pulang taro mobil, terus berangkat lagi sama temen-temen naik kereta, mau nonton bola di GBK hehehehe
Bilangin Mama oke?
Papa ngeri bilang ke Mama 😆
Oke sayangku?
Mwaach 😘😘😘😘
Aku tersenyum membaca pesan Papa, lalu mengetik pesan balasan.
Me:
Oke bossque
Estu request sesuatu boleh?
Duit jajan naik dong papskihh
Pengeluaran dedeq makin banyak nich
Huhuhu
Aku mengirim pesan tersebut lalu memesan ojek online untuk mengantarku pulang.
Sekitar lima menit menunggu, ojek pesananku datang, langsung saja aku naik dan abang ojek pun mengantarku pulang ke rumah.
Jam macet, hampir satu jam aku baru sampai rumah, dari luar terlihat kalau lampu-lampu rumah sudah menyala, mobilku juga sudah terparkir rapi di garasi.
Setelah membayar ojek, aku langsung masuk rumah. Di ruang makan, aku sudah melihat berbagai makanan tersaji di meja, aku langsung menuju dapur mencari Mama.
"Maa!"
"Pulang Kak?!"
"Iyalah, kalo gak pulang entar pada lapor polisi lagi!"
"Hahaha mandi sana terus makan malem kita! Papa mana ya? Mobil ada orangnya gak ada." Tanya Mama.
"Eh iya, Papa nonton bola Ma, di GBK sama temen-temennya."
"Indonesia tanding emang?"
"Mana Estu tau." Kataku.
"Yaudah mandi sana!" Titah Mama. Aku mengangguk lalu berjalan ke kamarku.
Meletakkan tas ransel di kursi, aku langsung mengikat rambutku dan melepas semua pakaianku, lalu masuk ke kamar mandi yang ada di kamar ini.
Selesai mandi dan berganti, aku keluar kamar, terlihat Mama sedang sibuk menggambar di meja ruang keluarga.
"Kok gambar kaus Ma?" Tanyaku.
"Papa minta dibikinin desain buat bajunya, mayan!" Kata Mama.
Aku mengangguk.
"Yuk makan!" Ajakku.
"Bentaran, lima menit lagi!"
Akhirnya aku memilih duduk di samping Mama, melihat beberapa desain yang sudah jadi. Kebanyakan sih logo band gitu, band-band luar, kaya Oasis, Nirvana, ACϞDC dan lain-lain.
"Yukk!" Ajak Mama, meletakkan pensilnya lalu bangkit.
Aku mengikuti Mama ke ruang makan lalu duduk di tempat biasa Papa duduk. Mumpung boss-nya gak ada.
"Papa kabarin kamu jam berapa Kak?" Tanya Mama.
"Sekitar jam 4, Ma."
"Paling game-nya jam 7an yaak?? Malem deh baru pulang."
"Yaa kayaknya." Kataku seraya mengambil nasi dan beberapa lauk.
"Sepi deh Mama."
"Emm gitu aja sepi, kalo ada diajak debat."
"Hehehe!"
Aku hanya tersenyum lalu menyantap makananku. Masakan Mama tuh emang paling juara deh, gak pernah ada yang gak enak. Selalu enak! Tangan Mama tuh ada magic-nya kali ya? Ajaib, tiap bikin apa-apa enak mulu.
"Ma, bikin macaroni schotel lama gak? Kakak ada tugas, pengin begadang sambil mamam itu." Pintaku.
"Sejam paling, panggangnya 45 menit cukup."
"Boleh??"
"Iya entar Mama bikinin, abisin dulu aja makannya!" Ujar Mama.
Aku mengangguk, menyantap makan malam ini.
Seperti biasa, tugasku adalah mencuci piring, tapi malam ini aku gak sendirian di dapur, Mama juga nimbrung sambil bikin macaroni schotel pesananku.
"Kak, kornet abis, smoke beef aja mau kamu? Kalo gak mau sana gih ke alfanini." Ujar Mama.
"Gak apa Ma, yang ada aja."
"Okay sayang!"
Aku menyusun piring yang sudah kucuci di rak, lalu duduk di kursi, menonton Mama memasak.
"Ma, Mama belajar masak di mana sih?" Tanyaku.
"Dulu Mama suka bantu-bantu di dapur umum gitu, jadi tau bumbu-bumbu, lama-lama Mama jadi asisten masak, pokoknya gitulah Kak."
"Pas Mama diadopsi sama Oma, itu kan udah umur 16-an ya? Mama gak ngerasa ketuaan?"
"Ketuaan sih enggak, Mama ngerasa kesempatan kedua Mama untuk punya keluarga lagi akhirnya dikabulkan. Udah gitu doang." Jawab Mama.
"Tapi, orang tua asli Mama nih ya, gak nyari gitu?"
"Gak sama sekali Kak! Dua orang itu sepakat berpisah lalu membuat keluarga baru tanpa ingin adanya jejak masa lalu, Mama yang masih umur 6 tahun langsung dititip ke panti, satu tahun pertama dua orang itu masih rajin nengok, setelahnya ya udah dilupain."
Aku mengangguk mendengar kisah Mama, sudah hampir 6 tahun aku tahu soal masa lalu Papa dan Mama. Keduanya pelan-pelan membuka cerita untukku dengan satu tujuan: tidak ingin aku merasakan hal yang sama kaya mereka dulu.
"Kamu tau gak Kak alesan Mama sama Papa cuma punya satu anak?" Tanya Mama.
"Mama mau aku nebak?"
"Haha langsung Mama jelasin aja ya?" Ujar Mama sambil meniriskan macaroni yang sudah direbus.
"Kamu itu harapan kami Kak, kami ingin restu untuk bersama, dan restu itu hadir karena kamu hidup di perut Mama.
"Soal kamu yang jadi anak semata wayang kami, itu karena kami takut jadi orang tua. Papa takut terlalu protect sama kamu kaya Kakek-Nenek yang mengekang Papa, melarang Papa melakukan hal-hal yang Papa suka.
"Dan, Mama takut buat kesalahan kaya dua orang yang buang Mama. Karena apapun masalah orang tua, anak selalu jadi korban. Kami gak mau kalau kami lalai itu akan makan korban banyak. Mangkanya kami cuma punya anak satu. Hadiah kami dari Tuhan; kamu!"
Aku mengangguk, terharu mendengar alasan Mama dan Papa itu. Tapi, bagaimana pun mereka, aku merasa mereka adalah orang tua terbaik di dunia.
"Mama gak akan Kak bikin kamu merasakan hal yang Mama rasain dulu, dan Mama akan sebisa mungkin ngingetin Papa untuk gak ngekang kamu. Maaf yaa kalo Mama sama Papa belum jadi yang terbaik."
Aku mengangguk. Lalu turun dari kursi dan menghampiri Mama.
"Mau pelukkk!" Kataku.
"Gak ah! Gak liat Mama lagi masak! Sana duduk lagi!"
Yee dasar si Mama, gak bisa gitu so sweet - so sweet -annya lamaan dikit? Hih!
Akhirnya aku kembali ke kursi, lanjut liatin Mama mengaduk semua adonan. Mengambil ponselku, aku membuka pesan baru dari Papa.
PapaGans:
Nak, sayangkuu
Bilang Mama, Papa pulangnya telat ya?
Nanti uang jajan naikk!
Me:
Siappp!
Aku segera mengirim balasanku lalu menyampaikan Papa barusan kepada Mama.
"Bilang sama si Anton. Kalo berani ngomong langsung!" Sahut Mama.
Aku tertawa, lalu mengetik pesan kepada Papa. Gak ada balasan.
*
"Kak! Bangun deh!" Aku mengerjap, ya ampun, ketiduran aku di sofa. Tugas belum kelar lagi!
"Kenapa Ma?" Tanyaku sambil mengusap wajah.
"Liat instastory Mama deh! Ngeselin banget Bapakmu itu!"
"Bapaknya Estu kan suaminya Mama."
"Udah buka IG story Mama gih sana!" Titah Mama.
Aku meraih ponselku di meja lalu membuka instagram, liat story terakhir Mama yang ternyata screenshot chat bersama Papa, kaya ABG banget!
Aku nyengir membaca chat tersebut. Ternyata Papa sama Mama, gue-elo-an kalo chat, kirain so sweet gimanaa gituuu... taunya enggak.
"Ma, udah ya? Estu pindah ke kamar, ngantuk, udah jam satu!" Kataku. Kacau emang Mama, bangunin anak cuma buat pamer instastory, gak tau apa anaknya udah nyenyak parah.
"Yaudah iyaa! Sleeptight sayangku!"
"Bilang Papa, Estu titip roti bakar. Besok pagi mau diangetin." Kataku lalu masuk ke dalam kamar, menyambung tidur nyenyakku barusan.
****
TBC
Thanks for reading
Dont forget to leave a comment and vote this chapter xxx
****
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top