10 ~ Tertegun
Jangan merasa paling benar saat menjadi guru
sebab anak-anak terkadang membawa pelajaran baru setiap harinya.
Jangan merasa paling terdidik saat mendidik karena guru harus banyak belajar apa arti mendidik yang sebenarnya.
Jika siswa mengharap banyak ilmu dari sang guru, maka setidaknya guru juga harus banyak mengenal seluk-beluk kehidupan anak didiknya.
~L.K~
🍃🍃🍃
Nardo kesiangan karena selepas salat Subuh lelaki itu kembali memejamkan mata. Kantuk masih bergelayut manja di pelupuknya. Salahkan saja tangannya yang mematikan alarm padahal volume sudah diatur paling keras.
Si sulung itu menepuk jidat begitu sadar semalam motornya dia tinggalkan di parkiran sekolah. Beruntung jarak sekolah tak terlalu jauh. Hanya sejauh mata memandang dia sudah bisa melihat bangunan SMK Bina Bangsa.
Nardo membungkuk dan menormalkan deru napasnya saat sampai di gerbang sekolah. Satpam yang melihat kedatangan Nardo keluar dari posnya.
"Abis lari maraton, Pak? Lumayan untuk pemanasan pagi ini," ujar satpam yang bernama Pak Hari.
"Motor saya tinggal di parkiran sini, Pak, sialnya lagi saya malah kesiangan! Mau nggak mau ya sudah, jogging dulu." Nardo menarik napasnya dalam-dalam lalu mengembuskannya kembali.
Pak Hari mengambil air mineral kemasan gelas dari posnya dan menyodorkan pada Nardo. "Minum dulu, Pak, pembelajaran masih ditunda satu jam soalnya ada sosialisasi dari pihak Kepolisian."
"Ada apa, Pak? Sepertinya kemarin tidak ada pembicaraan mengenai hal ini."
"Anu ..., kemarin itu anak-anak terlibat tawuran dengan dua sekolah tetangga. Tidak ada korban terluka sebab keburu ketahuan sama warga dan dibubarkan, tapi mereka malah gerombol dekat Polsek di perempatan ujung jalan sana," ujar Pak Hari sembari menunjuk arah yang dituju.
"Apa hubungannya dengan sosialisasi hari ini?" tanya Nardo keheranan.
Lelaki itu sedang dalam loading mode on. Pikirannya masih tertinggal di bantal kamar indekos sedangkan badannya sudah sampai di sekolah.
"Sebenarnya kedatangan pihak berwajib itu hanya untuk memberitahukan soal tawuran kemarin. Warga hafal dengan atribut sekolah kita. Malah beberapa siswa tertangkap mata membawa peralatan bengkel, rantai motor, gear, bahkan ada yang membawa senjata tajam. Sekalian saja Pak Tjah meminta beliau-beliau untuk memberikan pembekalan pada anak-anak."
"Apa warga tahu dengan ciri-ciri siswa yang berasal dari sekolah kita?"
"Warga melihat badge warna biru langit di bagian lengan mereka."
Nardo kembali menepuk jidat untuk kedua kalinya setelah sadar bahwa badge biru langit menandakan kelas X TSM. Pikirannya berkecamuk sebab dia adalah wali kelas X TSM 1. Lelaki itu bergegas pamit dan mengucapkan terima kasih atas info dan air yang diberikan oleh Pak Hari.
🍃🍃🍃
Nardo bergegas memasuki kelas X TSM 1 setelah bernegosiasi dengan Radit untuk mengisi kekosongan karena guru yang bertugas sedang berhalangan hadir. Nardo ingin menggunakan momen itu untuk lebih dekat dengan anak didiknya.
Tidak semudah itu bernegosiasi sebab ada suara-suara yang kembali bergaung dan menyudutkan Nardo sebagai wali kelas. Berdasarkan penelusuran dan keterangan dari beberapa orang, mereka yang terlibat tawuran berasal dari kelas X TSM 1 dan X TSM 2, dan beberapa dari kelas XII TSM 1.
Siswa yang duduk di depan kelas berbondong-bondong masuk kelas saat melihat Nardo berjalan akan menghampiri kerumunan itu.
"Kenapa Pak Nardo yang masuk di jam sekarang? Bukannya ini jam Bahasa Inggris?" tanya Eka sang ketua kelas.
"Ada yang ingin Bapak bahas di kelas ini, masuk dulu lalu kita bicara lebih lanjut," ujar Nardo kalem.
Nardo mengucapkan salam, mengecek kehadiran siswa kemudian sedikit berbasa-basi menanyakan kondisi kelas. Setelah itu Nardo mulai menanyakan beberapa hal terkait kegiatan belajar mengajar.
Sebagai guru baru, interaksi seperti ini sangat dibutuhkan untuk membaca situasi, menilai karakter anak didiknya, kemudian menentukan bagaimana dia harus bersikap. Lelaki itu berlanjut soal kehadiran pihak berwajib pagi ini.
"Ada yang ingin kalian sampaikan sama Bapak? Katakan saja semua yang menjadi ganjalan. Saya lebih suka jika kalian lebih terbuka."
Tidak ada jawaban yang jelas dari mereka. Hanya gumaman dan bisikan terdengar di telinganya. Nardo menunggu pernyataan dari pentolan di kelas itu, nyatanya mereka bungkam.
"Pak Nardo hanya berharap kejujuran dari kalian. Apa yang membuat kalian bertindak hingga sejauh itu? Masalah apa yang ada di antara kalian dengan dua sekolah tetangga? Jika kalian mau jujur, setidaknya Bapak bisa berupaya untuk meringankan skorsing yang diajukan Waka. Kesiswaan."
Eka sang ketua kelas hanya menoleh pada beberapa temannya. Remaja pendiam itu memang tidak tahu-menahu soal tawuran teman-temannya. Dia cenderung menghindar dari hal-hal yang berbau pelanggaran karena tidak ingin memiliki catatan buruk selama bersekolah.
"Di awal pertemuan, saya sudah menegaskan bahwa saya tidak butuh murid yang pandai tapi menjadi pembangkang, melawan dan bahkan bersikap tidak sopan pada gurunya. Saya butuh murid yang mau berubah, bertanggung jawab, dan disiplin. Jika tidak bisa memenuhi tiga kriteria tadi, setidaknya jadilah murid yang rajin, itu saja." Ucapan Nardo seperti hilang terbawa angin.
Suasana kelas menjadi sunyi-senyap, sudah mirip suasana kuburan tengah malam pada malam Jumat Kliwon.
"Saya janji ...."
"Jangan mudah mengucapkan janji jika Bapak tidak bisa menepatinya. Kami sudah kenyang dengan segala janji-janji yang diucapkan. Jangan menjadi orang munafik yang berjanji, tapi mengingkari." Suara itu milik Ren—panggilan dari Garen—salah satu dari sepasang anak kembar di kelas itu.
Berbeda dengan kembarannya, Rey, pembawaannya kalem dan penurut, Garen cenderung lebih ceplas-ceplos dalam mengungkapkan isi hatinya. Begitu tajamnya lidah Garen hingga membuat Nardo tampak tecenung mendengar ucapannya.
🍃🍃🍃
"Pak Nardo, bagaimana dengan kelas X TSM 1? Apakah dalangnya sudah ditemukan?" tanya Pak Tjah.
"Sudah, Pak! Saya coba berbicara sama mereka. Inti dari permasalahan ini adalah omongan. Sebenarnya yang bermasalah hanya satu orang saja, tapi karena merasa solidaritas adalah yang utama, mereka ikut saja tanpa tahu pokok permasalahannya," jelas Nardo.
"Dalang utamanya itu Jodi, dia mengajak kakak kelasnya dengan dalih sekolah tetangga mengejek sekolah kita. Merasa tak terima, kakak kelas akhirnya ikut turun tangan," imbuh Radit.
"Baiklah, kalau begitu untuk nama-nama siswa yang terlibat terutama kelas XII dan juga Jodi sebagai dalang utama mohon diberi surat pemanggilan orang tua. Jika ada nomor telepon yang bisa dihubungi, bolehlah saat ini juga orang tua mereka diminta hadir ke sekolah setelah istirahat pertama usai." Pak Tjah memberi instruksi pada Waka. Kesiswaan dan Radit selaku guru BK.
Tidak perlu menunggu lama, tiga wali murid hadir setelah menerima telepon dari pihak sekolah. Salah satunya adalah ayah Jodi. Ketiga lelaki paruh baya itu duduk di ruang konseling bersama Radit dan Nardo selaku perwakilan wali kelas.
Radit menjelaskan perihal tawuran yang melibatkan tiga sekolah. Ekspresi ketiga orang tua siswa itu tampak merah padam menahan amarah. Mereka yang berada di ruang konseling kompak menoleh saat tiga siswa berseragam masuk perlahan didampingi oleh Waka. Kesiswaan.
"Dasar berandalan! Ayah tidak pernah mengajari kamu untuk bersikap sok jagoan!" Ayah Jodi maju dengan kepalan tangan yang hendak menghampiri pipi anaknya.
"Pak ....!"
Suara kor antara teriakan ibu Waka. Kesiswaan, Radit dan dua wali murid lainnya membuat Jodi kaget dan refleks memejamkan matanya.
🍃🍃🍃
Selamat malam!
Hai, jumpa lagi bersama Nardo!
Jangan bosan sama Nardo, ya!
Ini sudah masuk part 10, belum sampai setengahnya.
Tetap bertahan dan temani Nardo sampai semua misi terselesaikan.
ONE DAY ONE CHAPTER BATCH 4
#DAY10
Bondowoso, 07 Oktober 2020
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top