1

Alohaa! Dateng lagi huehehe behaha😁😁... cerita baru pemain lama wkwk...moga gak gantung kek Pak Kanebo ya. Btw, ini repost jadi nggak aku edit sama sekali 🙈

Duohhhh pasti abis nih aku di getok Mbak Ve... soalnya mereka Batikk gantung kek kancut dijemuran 😝😝...

Udinlah ya...ntar aku sogok aja pake brownis amanda yang endes tuh 😁😁...

Cuzz happy reading sista,😘😘

🌿🌿🌿

Mendung bergelayut diujung langit biru, menaungi kota Jakarta yang panas juga gerah. Aroma petrikor perlahan-lahan menyapa penciuman. Hujan telah datang menyapa bumi, memberi sejuk yang dirindukan. Keriuhan kota seolah tak terpengaruh dengan kedatangan hujan, tak terpengaruh petir yang menyambar. Satu dibenak mereka sampai di tempat tujuan.

"Bang. Kenapa Seno belum menjemputku? Aku sudah 1 jam di sini menunggu," ujar Lady begitu sambungan telepon diangkat Eru.

"Maaf, Dek. Abang lupa hehe..."

"Ya ampun, Abang! Alasan aja. Pasti lagi 'ngerjain' Arum, iya kan? Ngaku aja deh."

"Tahu gitu, udah tutup teleponnya. Abang mau nerusin lagi. Tunggu di situ jangan kemana-mana, Abang telepon Seno."

"Buruan! Dasar mesum aja otaknya." Tanpa menunggu jawaban Eru, Lady memutus sambungan telepon. Rasain! Biasa abangnya yang begitu sekarang dia balas.

Dengan menggerutu Lady melanjutkan makannya. Heran, sejak menikah dengan Arumi, Abangnya makin sinting. Kok bisa-bisanya kakak iparnya itu tahan dengan kelakuan abangnya yang slengekan itu. Lady meletakkan sendok di piringnya yang masih tersisa banyak makanan. Mungkin karena cinta hingga Arumi mampu bertahan di sisi abangnya.

Lady mengharapkan kekasihnya juga seperti abangya akan tetapi itu sia-sia saja. Meskipun mereka menjalin hubungan namun Lady merasa hanya dia yang mencintai sendiri. Pria itu hampir tidak pernah menunjukkan perasaannya, ekspresi dan emosinya. Ia tahu laki-laki tersebut tak memiliki perasaan padanya karenanya dia menjalani hubungan ini setengah hati atau mungkin karena status sosial mereka? Padahal orangtua dan abangnya tidak pernah mempermasalahkan hal tersebut. Atau memang dirinya kurang menarik di mata Seno hingga sulit sekali menyentuh dan menerka hatinya.

Lamunannya buyar ketika derit kursi di depannya ditarik dari tempatnya dan diduduki pria berwajah manis.
Lady meneruskan makannya yang tertunda. Dia tidak diajarkan membuang-buang makanan yang sudah dipilihnya. Meski keluarganya hidup bergelimang harta namun mama papanya mengajarkan hidup sederhana.

🌿🌿🌿

"Mampir dulu ke rumah Abang dulu, ya. Aku kangen ibu sama adek-adek," pinta Lady saat mobil yang dikendarai Seno hampir sampai di persimpangan arah rumah Seno.

"Untuk apa?"

Lady secepat kilat menoleh kearah Seno yang terdengar tak suka dirinya minta ke rumahnya. "Aku kan udah bilang kangen ibu sama adek-adek Abang. Kurang jelas ya aku ngomongnya? Apa Abang nggak suka kalau aku ke sana?" ujarnya jengkel. Apa telinga pria ini tuli.

"Eh, bukan gitu..maksud saya. Lebih baik langsung pulang ke rumah saja, kamu kan baru datang pasti capek ingin istirahat," jelas Seno. Ia tak ingin Lady terlalu dekat dengan keluarganya meskipun mereka saat ini menjalin hubungan tanpa cinta. Lady secara sepihak mengatakan mulai sekarang mereka terikat satu sama lain.

Alis Lady naik sebelah mendengar kalimat Seno. "Aku! Jangan saya," koreksi Lady. Ia jengkel pada Seno, padahal sudah berkali-kali diingatkan tetap saja. "Aku nggak capek kok. Udah jangan banyak omong, antar aku ke sana."

Seno menutup mulutnya, dia tahu jika Lady tak bisa dibantah. Ia hanya bisa menghela napas saja. Seno membelokkan mobil kearah gang rumahnya. Mobil hanya sampai di depan gang tidak bisa masuk ke dalam. Beruntung hujan mulai berhenti hanya gerimis kecil-kecil masih membasahi bumi. "Abang, tolong buka bagasinya," pinta Lady lalu turun dari mobil. Jalanan kearah rumah Seno becek tapi Lady tidak peduli karena ia sudah terbiasa.

Pria itu menuruti pinta Lady. Apalagi kali ini yang perempuan itu berikan untuk keluarganya? Sudah berkali-kali ia minta agar Lady tak memberikan apapun kepada keluarganya namun wanita tersebut keras kepala tak mau mendengar. Seno bukannya tidak mampu mencukupi kebutuhan keluarga, gaji yang diterimanya lebih dari cukup. Tapi, seperti itulah Lady tidak bisa dibantah.

Setelah memarkir mobil di tempat yang aman, lelaki tersebut turun kemudian menutup tidak lupa mengunci mobil. Ia membantu Lady membawa barang bawaannya. Mereka jalan beriringan ke rumah Seno. Kurang lebih 100m rumah pria itu sudah terlihat. Rumah sederhana berlantai dua itu nampak berbeda dengan deretan rumah yang lain. Sejak Seno bekerja dan mempunyai gaji yang cukup ia mulai merenovasi rumahnya yang dulu hampir roboh, selain itu bos-nya sangat baik tidak tanggung-tanggung Eru mendatangkan pekerjanya dan semua itu gratis.

Dengan kebaikan yang diterimanya ia tak kuasa menolak ketika Lady mengajaknya berkomitmen meskipun mereka masih tahap berpacaran. Sebenarnya Eru tidak memaksanya bahkan bos-nya untuk tidak menerima Lady jika tak ada perasaan, hanya saja rasa balas budinya memilih menerima perempuan itu.

🌿🌿🌿

"Assalamualaikum, Ibu...Adek."

Pintu rumah dibuka dari dalam tampak perempuan berusia 55 tahun dengan rambut putih menghiasi kepalanya. Kerutan terlihat di wajahnya namun masih terlihat sisa-sisa kecantikan waktu mudanya. Lady menyalami tangan kasar hasil bekerja keras untuk membesarkan anak-anaknya.

"Waalaikum salam. Darimana?" tanya Bu Mila lalu mempersilakan Lady masuk.

Lady mengekor di belakang Bu Mila begitu juga Seno. Laki-laki itu langsung masuk ke kamarnya di lantai dua sedangkan lady dan Bun Mila duduk di kursi kayu berwarna coklat dengan ukiran sederhana namun tampak elegan. Ia meletakkan beberapa tas belanja dari merk terkenal. Ia tulus melakukan semua itu bukan karena ingin menarik simpati Seno maupun keluarganya. Lady seolah menemukan kembali keluarga yang ia inginkan, bukan karena keluarganya yang berantakan atau bagaimana, dia merasa nyaman bersama orang asing selain keluarganya.

"Bu, adek-adek mana? Kok nggak kelihatan?"

"Lagi ke rumah Haji Ilal, ada acara syukuran buat anak-anak katanya," jawab Bu Mila. "Ibu bikinkan teh hangat ya?" tawar perempuan itu lagi.
Lalu bangkit dari duduknya namun di cegah Lady.

"Nggak usah, Bu. Lady cuma sebentar kok, abis itu pulang. Lady cuma mau kasih ini buat Arimbi sama Sakha," ucap Lady, kemudian menyerahkan paper bag berukuran sedang dengan kertas nama pada masing-masing pada kantong belanja itu pada Mila.

Namun Bu Mila tidak mengindahkan kata-kata Lady, perempuan itu tetap berdiri kemudian berjalan ke dapur membuatkan teh untuknya. Bu Mila itu ramah makanya Lady betah jika di rumah ini tapi berbanding terbalik dengan Seno. Pria itu sepertinya tidak suka jika dirinya berlama-lama di rumahnya. Ada saja alasan yang ia berikan agar Lady cepat pulang.

Tidak lama pria yang dia pikirkan turun. Dengan shirt polos biru pas body juga celana jeans warna sama di padu sandal flipflop kulit membuat Seno tampak pelukable. Rupanya lelaki itu habis mandi terlihat dari ujung-ujung rambutnya yang basah terkena air. Ia menghampiri Lady lalu duduk di sebelahnya.

"Sudah? Pulang sekarang?" tanya Seno.

"Nanti dulu masih nunggu ibu bikin teh," jawab Lady tanpa mengalihkan perhatian dari layar handphonenya.

"Tehnya cepat dihabiskan terus aku antar kamu pulang."

Lady menoleh pada Seno. "Kenapa sih nggak suka banget kalau aku di sini? Aku ganggu kalian?" tanya dengan menatap lekat wajah Seno.

Belum sempat Seno menjawab pertanyaan Lady, perempuan itu berdiri lalu mengambil tas dan menyelempangkan di bahunya. Kemudian, Lady berjalan ke dapur berpamitan pada ibu laki-laki tersebut. Tidak lama ia menghampiri Seno lagi. "Kunci mobil!" pintanya.

"Aku antar ya?"

"Nggak perlu. Aku bisa pulang sendiri!"

Seno berdiri. "Sudah malam lagipula di luar hujan, Dy," bujuknya. Ia tidak menyangka ucapannya membuat adik dari bos-nya marah. Bukan tidak suka hanya sedikit membatasi interaksi mereka. Lagipula ia tidak ingin perempuan itu kecapekan karena ia baru saja pulang dari Aussie.

"Kunci mobil."

"Dy, bukannya aku nggak suka tapi--"

"Kamu dengar ucapan saya, kan? Saya minta kunci mobil. Kamu tidak perlu mengantar saya." Lady mengubah cara bicaranya dan menggunakan panggil formal itu artinya wanita tersebut benar-benar marah.

Dengan terpaksa Seno merogoh kantong celananya mengeluarkan kunci mobil dan memberikan pada Lady. Perempuan itu menyambar kunci tersebut dan keluar dari rumahnya dengan kemarahan. Seno mengejarnya. Ia tidak ingin mendapatkan hukum dari Eru karena lalai menjaga adik kesayangannya.

Seno terus membujuk Lady agar mau diantar olehnya. Namun tidak digubris Lady. Perempuan itu bahkan mendorong minggir saat Seno menghalangi dirinya membuka pintu mobil. Acara bujuk membujuk itu malah membuat keduanya basah terkena siraman air hujan yang turun dengan deras.

Dengan kuat Lady menyikut perut Seno membuat pria itu membungkuk kesakitan. Melihat cela tersebut Lady membuka pintu mobilnya kemudian menutupnya dengan keras dan melesatkan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Kalau saja Seni tidak refleks mundur ke samping mungkin kakinya terlindas ban mobil Lady.

Ia berdoa dalam hatinya semoga Lady pulang dalam keadaan selamat. Ia tahu kemampuan Lady mengendarai mobil namun jika dalam keadaan marah seperti itu wanita tersebut bisa membunuh orang lain bahkan dirinya sendiri. Seno hanya menatap nanar benda bergerak itu hilang ditelan gelapnya malam.

🌿🌿🌿

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top