Prolog
Hari-hari kami jalani layaknya murid biasa. Menatap ke depan, menghubungkan masa depan. Senyum yang selalu kami uraikan tiap harinya. Membawa kami, mengarungi kehidupan.
Kamilah para pelari kehidupan....
••••••••••••••••••••••••••••
- Runner -
Genre: Slice of life, drama, etc.
By: Ai Tsubaki
••••••••••••••••••••••••••••
Senyum Nina mengembang. "Besok jangan lupa kumpul lagi ya~" dia menghampiri kami dengan cerianya.
Rian menghela napas. "Itu sudah keseharian kita, bukan? Tak perlu diingatkan." Sautnya.
"Tak apalah, Rian. Biarkan saja. Apa salahnya begitu?" Ujar Bunga dengan senyuman lembutnya. Ah, dia selalu baik.
"Ahahaha... Si Es terpojok, hahaha..." Nino tertawa.
"Diam." Rian menatap tajam Nino.
"Sudahlah. Tak perlu diributkan. Pokoknya besok datang ya~ Aku mau bicarakan sesuatu." Nina melerai.
"Kenapa tak sekarang saja, Na?" Tanya Bunga.
Tiba-tiba Nino merangkul Nina. "Kami ada urusan dulu. Tehee~" dia menjulurkan lidah sambil membentuk jarinya tanda peace.
"Menjijikan. Hentikan itu." Celetuk Rian.
"Apaan sih? Iri aja. Wee~" Nina ikutan menjulurkan lidahnya.
"Memang seperti anak kembar, ya." Ucap Bunga disertai senyuman dan kekehan kecil.
"Hei! Kami 'kan memang kembar. Gimana sih?" Nina menggembungkan pipinya.
Nino mencubit pipi Nina. "Udahlah, dek. Jelek lho kalo cemberut gitu~"
"Ih, kakak... Jangan begitu~" Nina melepas cubitan Nino. "Kasian tuh yang jones, hahaha..."
Bunga hanya tertawa geli, sedangkan Rian? Ahahaha... dia sedang berusaha menahan amarahnya tuh.
"Tahan... tahan..., nggak boleh ngatain." Gumam Rian.
"Sudahlah. Kami pulang dulu, ya. Bubay~" Nino menarik saudarinya itu lalu berlari kecil ke pintu keluar.
Nina menoleh sebelum keluar dari tempat itu. "Jangan meninggalkan jejak, ya. Pastikan semua 'mati' dan tidak bersisa!" Dia menekan kata "mati" di antara peringatannya.
Rian menghela napas kasar. Tas ranselnya ia sampirkan di bahu kirinya. Tak lupa, minuman ringan diambilnya dari atas meja. "Ayo pulang." Ajaknya pelan.
Bunga mengangguk disertai senyuman lembut. "Ayo!" Tangannya meraih "senjata"nya dan memasukkannya ke dalam saku roknya.
Setelahnya, mereka berdiri dan hendak beranjak dari "markas" mereka. Lampu dipadamkan ketika pintu akan tertutup.
"Rian, nanti temenin aku ke perempatan dulu, ya? Ada yang perlu kubeli." Ucap Bunga saat mematikan lampu.
Rian mengangguk. "Tentu. Sangat tidak baik meninggalkan perempuan malam-malam begini."
Bunga tertawa kecil. "Rian baik, ya? Aku bingung kenapa kau masih belum punya pacar."
"Berisik. Cepat tutup pintunya dan selesaikan secepatnya." Pinta sang lelaki.
"Yes, Sir!" Dia seolah hormat pada komandan.
Lalu, pintu pun tertutup dan keheningan menerpa ruangan itu. Angin dari sela-sela tembok dan jendela menusup masuk memenuhinya, meniup apapun yang ada di dalamnya.
Termasuk aroma tidak sedap dari sisa kehidupan mereka.
Apapun bisa menjadi rahasia, bukan?
Seperti sang pelari yang hanya meninggalkan sorak sorai dari penontonnya.
Dan cerita pun dimulai.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top