9. Terinfeksi
Tidak ada satu kata yang mampu terlintas di otak. Ledakan. Tetangga yang berteriak. Orang-orang yang bak monster. Semuanya terlalu tiba-tiba untukku, mungkin juga untuk semuanya. Kami dituntut berlari meski kaki berteriak berhenti. Napas pun sudah memburu. Lelah rasanya tapi aku masih sayang nyawa.
Setelah se per sekian waktu kami lewati untuk berlari, bersembunyi dari amukan para zombie. Sampailah kaki-kaki yang hampir mati rasa di pertengahan rusun Montaks. Kami menyusuri lorong lantai lima belas, berjalan sangat pelan dengan Kak Pit yang memimpin.
"Apakah di dalam rokmu tidak ada pakaian lagi, Alma?" tanyaku pada Alma. Dia kebingungan akan pertanyaan absurd yang datang tiba-tiba.
"Tentu saja ada." Bukannya Alma yang menjawab tapi justru Kak Tip si artis tik tok. "Kenapa kau bertanya seperti itu?"
Sambil terus berjalan penuh kewaspadaan, mulutku terbuka untuk menjawab pertanyaan Kak Tip. Berusaha semaksimal mungkin agar suara yang akan keluar tak terdengar oleh sekumpulan zombie yang mungkin berkeliaran di lantai ini.
"Akan lebih baik jika Alma tidak memakai rok. Itu akan menghambat larinya." Rok yang Alma pakai memang sudah di angkat hingga lututnya tapi itu akan tetap menghambatnya. Bisa saja ketika berlari, rok yang diangkat dan diikat di pinggulnya terlepas lalu kembali menjuntai sampai mata kakinya.
***
Sudah lama kami berjalan, tak satu pun jalan yang ditemukan menuju lantai berikutnya. Semua akses tertutup reruntuhan puing-puing bangunan. Ada rasa putus asa. Sia-sia. Namun Kak Fika dengan semangatnya berkata, "Pasti ada, ayo kita sisir lagi lantai ini."
Bermodalkan harapan dan keyakinan, Kak Pit kembali memimpin untuk mencari akses menuju lantai enam belas. Sama seperti tadi, kami berjalan dengan santai namun tetap waspada. Itu membuat energi kami tidak terbuang percuma. Saat menuju kamar di ujung lorong, dengan tiba-tiba Kak Pit membalikkan langkahnya; Mengkode kami untuk masuk ke salah satu ruangan yang berjejer di sana.
"Kita tidak bisa ke sana. Liat." Dari balik pintu yang sengaja dibuka sedikit, tangannya menunjuk kerumunan zombie yang sedang mencari mangsa. Seketika kami semua mengangguk; mengiyakan pernyataan Kak Pit, kecuali Yin.
"Coba perhatikan lagi, di sana ada celah. Kurasa itu menuju lantai enam belas," kata Yin. Kami pun melihat lagi. Ya, ternyata memang ada celah kecil tapi mungkin bisa dilewati jika kami merangkak dengan pelan. Jika ke sana, berarti kami harus menghadapi kerumunan zombie itu.
Setelah adu mulut tentang maju atau tidak, akhirnya Kak Pit memutuskan untuk membuat tim pengalihan. Kami sepakat bahwa Aku, Alma, dan Kak Pit sendiri akan mengalihkan perhatian zombie sementara Kak Fika, Kak Tip dan Yin mencoba untuk melewati celah sempit itu.
"Ayo kita lakukan. Kalian langsung pergi saat zombie itu sudah mengejar kami." Kak Pit memberikan instruksinya.
Aku, Alma, dan Kak Pit berjalan menuju kerumunan zombie. Sudah ada tongkat bisbol, parang, dan palu di tangan kami masing-masing. Kuambil puing bangunan untuk kemudian kulempar pada mereka. Seketika zombie - zombie itu melihat ke arahku lalu mereka berebutan mengejar kami bertiga.
Dengan sekuat tenaga, aku dan yang lainnya berlari; menggiring zombie itu menjauhi celah tadi. Lari kami terhambat oleh Alma yang kesusahan dengan roknya. Karena itu juga tidak jarang kami harus menebas atau sekadar menghancurkan kepala zombie yang terus mengejar di belakang.
Dukk
Crash
Crash
Bunyi senjata yang kami bawa berbaur dengan bunyi kepala yang terpenggal atau hancur. Senjata yang kami pegang sudah terselimuti dengan merahnya darah. Tubuh sudah kotor oleh darah yang terciprat. Perutku bergelut ingin mengeluarkan isinya. Kulihat Kak Pit dan Alma berusaha keras membasmi zombie itu.
Cukup lama kami bertarung dengan para zombie. Aku pun sudah merasa letih. Melihat kondisi yang ada sangat tidak memungkinkan untuk kembali ke celah tadi. Akhirnya saat ada kesempatan kami berlari secepat mungkin lalu menyembunyikan diri di salah satu ruang kamar.
"Lihat! Ada lubang di sana." Tunjukku pada lubang yang lumayan besar di sudut ruang.
Kak Pit melihat lubang itu, mengira-ngira apakah aman untuk dinaiki. Matanya menatap ke atas.
"Aman. Ayo kita naik," ucapnya sambil menaiki lubang itu dengan kursi sebagai pijakannya, maklum saja, tubuh Kak Pit terlalu pendek memanjat lubang itu. Separuh badannya sudah hilang dari penglihatan kami. Namun tiba-tiba dia berteriak; kudengar ada bunyi tusukan dan desisan zombie.
Satu per satu dari kami mulai naik. Rupanya saat Kak Pit naik ada zombie yang melihatnya lalu menyerang seketika.
"Kak Pit tidak apa-apa?" tanya Alma. Aku tau dia cemas saat tau tangan kiri Kak Pit tergigt zombie; aku pun sedikit curiga akan kondisi Kak Pit tapi melihat dia yang biasa saja, kucoba membuang kecurigaan tadi.
"Tenang. Semuanya baik-baik saja kok." Dengan tersenyum Kak Pit mencoba meyakinkan.
"Ayo kita bergerak lagi. Mungkin Tip, Fika dan Yin sudah ada di lantai ini."
Kami berjalan lagi sampai akhirnya bertemu Kak Tip, Kak Fika dan Yin di lorong menuju tangga darurat. Anggota sudah lengkap, dengan segera kami bergegas menuju pintu darurat. Sayangnya sesuatu yang aneh terjadi.
Sejak pertemuan kembali dengan Kak Tip dan yang lainnya, kulihat wajah Kak Pit memucat. Mungkin dia sudah terlalu lelah mengingat dialah yang banyak menghabisi zombie - zombie tadi.
"Kak Pit sakit?"
Semuanya melirik Kak Pit saat Yin bertanya. Yang ditanya hanya diam. Kulihat wajah Kak Pit semakin pucat, urat-urat terlihat lebih besar, mulutnya bergerak tidak jelas; uh~ aku sedikit geli melihat mulut Kak Pit yang dimonyongkan, sesekali dia mengeluarkan racauan yang tidak kami mengerti. cahaya yang temaram membuat kami tidak dapat melihat secara jelas apa yang terjadi dengan Kak Pit. Alma dengan segala kekhawatirannya mendekati Kak Pit. Dia menjulurkan tangan ke dahi Kak Pit, niatnya ingin memeriksa. Namun saat suara geraman keluar dari mulut Kami Pit, seketika kami sadar akan suatu hal.
"Alma cepat lari!" teriak kami bersamaan. Sayangnya semuanya terlalu cepat. Alma kesusahan dengan rok yang dipakainya. Kak Pit yang menggigit leher Alma; urat yang keluar; darah yang merembes, menciprati wajah Kak Pit; lalu kepala yang terlepas dari badannya, itu semua terjadi begitu cepat. Hilang sudah salah satu anggota kami.
"Semuanya lari!" Dengan tergesa kami pergi saat Kak Fika berteriak. Kejadian yang terlalu mendadak ini membuat kami kebingungan hingga akhirnya kembali terpencar. Kak Fika dan Yin menuju sisi barat sedangkan aku dan Kak Tip menujuh arah sebaliknya.
"Nine, kenapa Pit bisa menjadi zombie?"
Dengan terus berlari, kujawab pertanyaan Kak Tip, " Saat menuju lantai ini tangan Kak Pit tergigit zombie. Aku dan Alma sudah khawatir tapi dia bilang baik-baik saja."
"Sial! Kenapa Kak Pit mengajarku," umpatku saat mendapati Kak Pit yang berlari dibelakangku. Dia berlari sangat cepat, tidak jarang mulutnya mengeluarkan geraman.
"Lebih tepatnya mengejar kita, Nine." Ck, kenapa aku baru sadar ... tentu saja Kak Pit mengejar kami. Ini pasti karena Kak Tip, mereka kembar bertemu dewasa. Mungkin Kak Pit ingin mengajak kembarannya menjadi zombie juga.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top