5). The Savage Krisna
Can't stop now
I can't hold it anymore
-K.P.
*****
Elina spontan kicep sewaktu mendengar kalimat Krisna yang sarat akan ancaman dan maunya menang sendiri.
Siapa milik siapa? Heh, Krisna! Kita pacaran aja belum, udah main siapa milik siapa, aja! Elina hendak mengucapkan semua itu, tetapi tidak jadi karena merasa momennya kurang tepat.
Setidaknya, Elina masih berpikir waras dengan tidak mengikuti arus di saat mereka berada di pusat keramaian seperti ini. Lagi pula, akan sangat tidak lucu jika terjadi huru-hara susulan hanya karena masalah sepele ini.
Hari ini, Andre cuma ditugaskan papanya untuk mengurus administrasi beserta tetek bengek lainnya agar selesai dalam sehari. Sejujurnya, dia bisa saja meminta salah satu asistennya tanpa perlu turun tangan, tetapi sesuai tipikalnya yang low profile, cowok itu lebih suka mengurus sendiri.
Andre sudah sampai di hadapan Krisna. Sebenarnya Elina tidak mau lebay, hanya saja, entah kenapa wibawa Krisna yang terlalu mengintimidasi memberi kesan bagaimana dia memerankan salah satu adegan drama dengan baik; bagaimana dia menaikkan dagu dengan tatapan yang dipicingkan, menegakkan punggung agar terlihat menjulang, hingga tangan yang sengaja dimasukkan ke dalam saku celana.
Oke, visual Krisna jadi bertambah ganteng di sini.
Andre tentu mengenal Krisna, berhubung dia termasuk dari sejumlah mahasiswa ganteng yang pesonanya sulit diabaikan dan yang terpenting; dia sering berinteraksi dengan Elina.
"Gue mau ngomong sama Elina." Krisna memulai dengan nada tegas dan tanpa embel-embel nama. Tidak sopan sebenarnya, tetapi dia sengaja melakukan itu.
Gimana, ya. Umur lo boleh lebih tua, tapi gue lebih senior soal pendekatan ke Elina. Sori-sori, Jek.
"Elina oke-in, nggak?" Berbeda dengan Krisna, Andre menjawab kalem yang seolah menampar Krisna secara abstrak.
Heran saja, sih. Kenapa, ya, yang sok bergaya itu selalu kalah dari yang anteng-anteng begitu? Ck.
"Oke nggak oke, gue mau ngomong sama dia." Krisna jadi ikut-ikutan menjawab kalem. Mungkin mau mencoba cool biar auranya ber-damage meski aura mengancam masih eksis.
Berasa jadi psikopat, tapi demi Elina, bolehlah.
Lantas tanpa menunggu respons Andre, Krisna menarik tangan Elina untuk membawanya menepi dari pusat keramaian. Dia sempat mendengar gadis itu menggumamkan kata-kata yang kurang lebih menenangkan Andre untuk tidak cemas, bahwa mereka hanya akan berbicara sebentar.
"Lo butuh penjelasan, 'kan? Oke, tapi syaratnya lo harus janji--"
"Gue akui, hubungan kita selama ini nggak ada status. Kalo lo butuh kejelasan di antara kita, oke, kita udah pacaran." Krisna memotong usai tautan di antara mereka putus karena Elina yang melepasnya. Keduanya berhenti di area pepohonan bagian barat kampus, di mana menjadi area untuk mereka yang mau mengerjakan tugas sambil menikmati suasana alam atau refreshing sejenak.
"Faktanya kita emang dekat hanya karena butuh teman ngobrol." Elina berujar lugas setelah menyugar surainya. Padahal ekspresinya agak frustasi, tetapi visualnya menjadi dua kali lebih menawan dengan menyisir rambutnya seperti itu. "Lo lupa, ya? Yang kita bahas itu selalu seputar unek-unek tentang keluarga. Nggak ada romantis-romantisnya di antara kita."
"Kita, kan, sempat meluk-meluk juga!" protes Krisna.
"Demi Tuhan, Krisna. Meluk-meluk itu udah biasa. Ciuman aja kita belum, 'kan?"
"Kalo gitu, gue juga bisa. Demi Allah, gue udah anggap lo pacar gue! Apa selama ini, semua yang gue lakuin nggak ada apa-apanya buat lo? Kebersamaan kita itu apaan buat lo?"
"Salahnya adalah; ternyata lo yang baperan, Kris."
"Ya tinggal lo tambahin baper juga. Beres, 'kan? Si Andre itu bisa lo tolak. Gue jelas lebih duluan dari dia."
"Nggak. Udah gue bilangin, ini jauh lebih ribet dari yang lo duga."
"Lebih dari impian lo sebagai artis?"
Elina mengangguk meski sempat terlihat agak ragu saat mengiakan, yang mana menjadi kesempatan emas bagi Krisna untuk membujuk gadis itu.
"Come on, Elina. You have tried hard for years and you're giving up just like this?"
"With Andre's help, I think it's possible."
"Trus gimana dengan gue?" Krisna mendesah kecewa. Kata-kata Elina seolah mendorongnya terjun bebas dari ketinggian menara.
"Lo? Setelah sekian lama berteman sama gue, seharusnya lo tau karakter gue egois. Gue aja heran kenapa lo bisa baper sama gue."
"Lo cantik, Elina."
"Krisna, plis!" tegur Elina.
"Tapi itu nggak bisa mengubah fakta kalo gue lebih mengenal lo daripada Andre. Dia nggak tau, kan, karakter asli lo? Gimana dengan naluri psikopat lo untuk menghancurkan keluarga sendiri saking bencinya?"
"Luapan hati seseorang nggak pernah enak didenger kalo lagi emosi, Kris. Lo jelas tau itu!"
"Gimanapun tetep aja, gue lebih mengenal lo daripada Andre, 'kan?"
"Dia lebih sering terlibat dalam urusan keluarga gue, Krisna. Lo aja yang belum tau informasi ini." Elina menyisir rambutnya lagi sebelum mengembuskan napas panjang. "Krisna, gue yakin perasaan lo belum dalem. Lupain gue, ya? Kita juga masih muda."
"Gimana bisa lupain lo ketika nantinya lo juga bakal pindah ke Trisakti," sahut Krisna dingin. "Do you expect me to see your romance? Between you and Andre? Jadi... ini permintaan lo setelah semua ini, ya? Tapi sori, jangan mimpi."
"Kris--"
"Don't ever play with fire, Miss Fredella."
Kalimat terakhir itu sarat akan kata-kata yang sangat dalam dan dingin seperti lautan yang tak berdasar. Entah mengapa Elina jadi takut saat mendengar kata-kata Krisna. Wibawanya jadi terlihat seperti ketua mafia yang dikhianati oleh kepercayaannya.
"Krisna...."
"Lo tau, nggak, cinta yang berbahaya itu kayak gimana?" Krisna bertanya kalem meski tatapannya menghujam intens pada Elina. "Jawabannya kayak lagi main api.
Awalnya asik sampai lo kelabakan sendiri trus nggak tau cara memadamkannya waktu ngelihat apinya berubah jadi gede," lanjut Krisna sembari menatap lurus ke netra Elina tanpa berkedip. "Same to me. It's out of control."
Elina lagi-lagi sukses dibuat kicep. Entahlah rasanya begitu mengerikan meski di sisi lain, dia juga ingin menegaskan argumennya agar masalahnya dengan Krisna bisa segera selesai.
"Krisna, look." Elina mengembuskan napas beratnya lagi, berusaha untuk tidak menunjukan bagaimana ketakutannya pada Krisna. "Lo tau gue berasal dari keluarga yang mana. Lo tau gimana ketatnya aturan itu sampai-sampai gue sebagai keturunannya aja ingin memberontak. Plis, Krisna, pahami posisi gue. Gue juga punya satu hal lain yang membuat hubungan kita nggak mungkin."
Krisna bungkam, antara menunggu penjelasan Elina atau tidak ingin bersuara saking emosinya.
"Kita beda agama, Kris. Dari suku juga sama; gue keturunan Chinese. Dari situ aja bisa lo rasain gap-nya, 'kan? So... nggak mungkin bagi kita.... Terlalu banyak rintangan, Krisna."
Bersambung
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top