27). Tight to Loose (2)
The moment where I wake up in a dream. -K.P.
*****
"Hooo... songong banget, tapi entah kenapa gue nggak bisa bantah." Meira tersenyum lebar sebelum memasukkan barang pribadinya ke dalam tas. "So, tunggu apa lagi? Cusss... cabut!"
"Lo pake apa ke sini?" tanya Krisna. Menyusul Meira, tangannya ikut membereskan alat tulis beserta laptop.
"Mobil. Lo?"
"Motor."
"Wuih. Apa motor lo sejenis motor ninja yang kalo diboncengin, bokongnya bakal nungging ke belakang secara estetik--hei, kenapa ekspresi lo gitu? Bener, kan, istilahnya--"
"Nggak nyangka, ya. Suara lo bisa lebih ambyar dari klakson kendaraan. Bikin pengang, tau nggak?" Krisna memotong pedas. Gerakannya sampai berhenti mendadak saking geregetannya dengan Meira.
"Karakter gue memang bikin orang bingung sampai-sampai mengira kalau gue punya kepribadian ganda. Makanya ada istilah 'isi buku belum tentu mencerminkan sampulnya'. Kayak; seklise apa pun cerita yang dikarang penulis, lo nggak akan bisa menebak secara persis apa isinya. Sama halnya dengan gue. Kebawelan gue hanya berlaku untuk orang tertentu aja. Bahkan Cecil aja masih clueless sama sifat gue."
"Tapi sayangnya, gue nggak merasa tersanjung." Krisna mencemooh. Sikapnya menunjukkan seolah-olah Meira sedang menggombal, tetapi sayangnya salah sasaran.
"Whatever. Yuk, keburu sore nanti."
"Berhubung Cengkareng agak jauh, gue rasa pake motor bakal kelamaan. Mungkin gue harus nitip motor trus pake busway aja kali, ya?" Krisna berujar lebih pelan, terlihat bermonolog.
"Kenapa harus pake busway?"
"Lokasinya, kan, jauh--"
"Maksud gue, gue udah bilang kalo gue pake mobil--"
"Yaaa... itu, kan, lo. Lo bisa pake mobil, tapi gue--"
"Astaghfirullah, Krisna! Maksud gue, kenapa lo harus naik busway ketika gue punya mobil?"
Krisna sudah siap mangap selagi penjelasan Meira meresap ke dalam otak dan memberinya semacam pemahaman. Sebagai gantinya, dia menutup mulutnya kembali dan membuka setelah mengerti intisari dari debat yang cukup meresahkan ini. "Ohhh... maksudnya, gue disuruh nebeng ke mobil lo?"
"Ya, iya! Ternyata lo bisa lemot juga, ya. Kirain lemot dalam kisah asmara doang."
"Heh! Enak aja ngatain gue lemot! Daripada lo... jomlo!"
"Heh! Kalo belum tau berapa jumlah mantan gue, nggak usah sok iya!"
"Emang iya! Jumlah mantan beda artinya sama jumlah yang deketin lo. Yang deketin lo emang banyak, tapi lo pasti nggak pernah pacaran, 'kan?"
"Kalo iyain, jumlah pacar gue bisa saingan sama jumlah antrean di kantor imigrasi, tau! Nih, ya, gue spill. Gue selalu pake nama 'Kris' ke semua barang pribadi, yaaa... tujuannya karena itu. Nama 'Meira' aja udah kayak titisan dewi, apalagi setelah ngelihat gimana visual gue? Belajar dari pengalaman dulu, adaaa aja barang yang hilang. Lo tau nggak kenapa?"
"Gue nggak penasaran, sih." Krisna menjawab ogah-ogahan. Netranya menyorot datar, tetapi mau tidak mau mengalah saat melihat reaksi Meira. "Okay, better make it fast."
"Alasannya tidak lain tidak bukan hanya sesimpel berharap bisa berinteraksi sama gue. Harapannya dengan sengaja sembunyiin barang gue, mereka bisa sambil ngajak ngobrol. Sepatah dua patah kata aja bagi mereka udah seneng banget."
"Mereka nggak tau aja aslinya lo gimana." Krisna spontan menyeletuk.
"Heh! Udah dibilangin jangan sok iya!" hardik Meira.
"Emang iya!" Krisna makin sengaja. Tingkahnya juga semakin menyebalkan karena usai melayangkan ekspresi songong, cowok itu beranjak dan melangkah keluar kelas begitu saja.
"Heh! Pake mobil gue, 'kan?" Meira bertanya ngegas seiring langkah lebar Krisna yang semakin menjauh.
"Yoi. Gue tunggu di pos satpam!" Krisna balas berteriak, tetapi tidak sekali pun menoleh.
"HEH, LO KIRA GUE MAMANG GRAB?"
Krisna tidak mau merespons meski teriakan Meira lebih dari cukup untuk sampai ke indra pendengarannya. Alih-alih demikian, sejujurnya dia sedang menyembunyikan ledakan tawa.
Kalo cowok-cowok pada nyari perhatian lo, itu nggak berlaku buat gue, sih. Yang ada, gue bikin lo emosian.
*****
"Lo nggak bisa nyetir, ya?" Meira bertanya. Dari intonasi bicaranya, pertanyaannya cenderung berdasar rasa penasaran, bukannya meledek.
Mereka berdua telah masuk ke dalam mobil Meira. Dari kesan pertama, Krisna bisa segera menyimpulkan bahwa gadis itu begitu menyayangi barang milik pribadi yang tercermin jelas dari sebersih apa mobilnya.
"Kalopun bisa, gue nggak mau jawab jujur."
"Loh, kenapa?"
"Lo pasti nyuruh gue nyetir. Gue nggak mau. Lagian, ini mobil lo. Nggak lucu kalo kenapa-kenapa, trus rusak. Alamat bisa diadili sama bokap lo."
Mendengar abahnya disebut-sebut, mau tidak mau Meira teringat akan percakapan di taman dekat rumahnya kemarin.
"Apa pun itu, Abah tunggu kabar baiknya, ya. Kapan-kapan ajak ke sini buat nemuin Abah."
"Allah tidak akan ngasih rintangan yang melampaui kemampuan umat-Nya, tapi kadangkala, Allah mempertemukan seseorang agar kita bisa mendewasakan diri. Mungkin dari cobaan-cobaan yang ada, kita bisa lebih mengerti pembelajaran apa yang disampaikan Allah. Allah Maha Pengasih, tidak akan membiarkan kita tak terarah. Allah Maha Penyayang, tidak akan menelantarkan umat-Nya. Dengan percaya, niscaya Allah akan mengarahkan kita ke jalan yang benar."
"Lewat Eneng, misalnya."
"Eh, malah ngelamun." Krisna menegur. "Lagi ngebayangin gue dilabrak sama bokap lo, ya? Nggak heran, sih, kalo galak."
Meira malah menyeringai. "Nggak bakal gue spill kecuali dah jadi pacar gue."
"Hah?"
"Nggak usah baper. Bener, dong? Buat apa juga gue spoiler-in. Kalo kata abah gue, sesuatu yang belum terjadi jangan dibocorin. Risiko ba--"
Meira memotong kata-katanya sendiri atau lebih tepatnya, gerak-geriknya seolah seperti baru saja ditampar secara abstrak.
Risiko batal? Kenapa malah seakan-akan gue berharap terjadi?
Nggak, nggak, nggak. Seperti biasa, ada suara hati lain yang ikut berargumen di dalam hati. Itu hanya kecemasan berlebihan aja. Lo lebih khawatir diledek habis-habisan sama Krisna kalo dia tau abah lo bilang apa.
Iya juga, sih--
"Ck. Melamun lagi. Nanti pas nyetir jangan gitu, loh, ya. Mana sudi gue sampe akhir hayat masih ditemani sama lo. Kalo akhirnya jadi jomlo, ya... nggak mesti konsepnya harus sama lo, sih. Kesannya jadi ngenes banget, sumpah."
"Ck. Gue ngenes karena pilihan, bukan takdir, Krisna Pramudya."
"Ngenes tetep aja ngenes. Mana ada, sih, ngenes yang terhormat?"
"Bagi gue ada dan itu gue." Meira nyolot. Tangannya mulai bergerak aktif untuk menstarter mobilnya. Dalam waktu kurang dari semenit, kendaraan beroda empat itu akhirnya melaju melintasi jalanan yang padat.
"Oke, kalo gitu gue juga bakal demikian." Krisna menjawab enteng, tetapi sengaja membuang pandangannya ke jendela. Meira sejujurnya peka akan ketidaksinkronan itu, hanya saja dia akhirnya memilih untuk fokus mengemudikan mobil dengan berasumsi bahwa Krisna masih galau dan memerlukan waktu untuk menata perasaannya.
Bersambung
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top