23). That 'Kris' Again (2)
There's nobody else other than you,
can't get out of this. -K.P.
*****
"So, have you fixed my stuff?" Sebuah pertanyaan menyapa Krisna tidak lama setelah dia duduk di bangku tengah kelas. Ekspresinya spontan cemberut walau belum memastikan siapa si pelempar pertanyaan.
Siapa lagi kalau bukan Kristina Meira yang mempunyai karakter macho di balik visual anggunnya?
Krisna sejujurnya menyayangkan kekurangan itu. Andai saja dia mau mengoptimalkan sisi feminim dengan bertutur kata sopan dan mengganti tatapan menghujat dengan senyuman yang ramah, Krisna tak akan heran jika gadis itu mendapat julukan sebagai mahasiswi paling ayu di kampus.
"Hei, I'm talking to you!"
"Krisna!" Meira berseru untuk yang ketiga kalinya sembari menepuk meja Krisna. Bunyi bising yang ditimbulkan segera mengundang perhatian. Dalam sekejap, keduanya kini menjadi pusat perhatian.
"Ck, kasar banget, sih, jadi cewek?" protes Krisna, akhirnya tidak tahan jika terus mengabaikan Meira yang semakin lama semakin ngelunjak. "Apa?"
"HDD gue. Banyak data penting soalnya." Meira menengadahkan tangannya sebagai isyarat menagih sesuatu. "Nggak pake lama."
"Udah selesai, kok."
"Oya? Cepet amat?" Meira spontan bersemangat. Tangannya digerakkan berirama saking excited-nya. "Ya, udah. Mana?"
Krisna menyerahkan barang yang dimaksud dengan ekspresi datar, tetapi gadis itu tidak tahu saja jika cowok itu sedang menjalankan aksi pembalasan dendam.
"Datanya hilang, tapi."
"Hah?" Meira langsung mangap seperti ikan yang kehabisan air.
"Iya. Terpaksa, sih. Yaaa... mau gimana lagi, 'kan? Awalnya gue kira datanya penuh, jadi terpaksa hapus semuanya."
"Kan, harus di-backup dulu Krisna Pramudya!"
Meira sampai terserang mental breakdown. Saking syoknya, dia sampai melupakan rasa pegal di kaki karena kelamaan berdiri. Pun tidak sadar bahwa eksistensinya menghadang mahasiswa yang duduk di sebelah Krisna.
"Betewe, lo menghalangi pandangan orang." Krisna malah mengalihkan topik. "Di depan masih ada bangku kosong, tuh. Hush, hush! Sana!"
"Duduk sama gue di depan kalo gitu!" Meira memaksa.
"Big no!" Krisna menolak mentah-mentah.
"Oke, berarti gue duduk di sebelah lo."
"Di sebelah gue udah ada penghuninya." Kali ini Krisna meledek dengan menjulurkan lidah.
"Gampang." Meira menunjukkan seringai sebelum menghadiahi senyuman maut pada mahasiswa di sebelah Krisna. "Gue duduk sini, ya? Boleh, 'kan? HDD gue dirusak sama dia, jadi gue lagi minta pertanggungjawaban."
"HEH—–"
Terlambat. Mahasiswa tadi telanjur mengabulkan keinginan Meira.
Krisna jadi menyayangkan usahanya duduk di bagian tengah untuk menghindari gadis itu. Faktanya yang terjadi malah bertolak belakang dengan ekspektasinya.
"Sekarang jelasin. Gimana bisa data gue hilang?" Meira bertanya dengan nada menginterogasi yang kentara. Wibawanya bak seorang jaksa yang menginterogasi tersangka.
"Yaaa... gue otak-otak, trus ya gitu...."
"Utak-atik, Krisna!" tegur Meira. "Kirain yang kemaren nggak sengaja salah ucap, tau-taunya—–"
"Woya. Utak-atik. Ya, intinya gitu."
"Astaghfirullah, Krisna... gimana datanya bisa hilang?" Meira menghela napas frustasi. Untuk pertama kalinya, gadis itu terlihat syok.
Menolak percaya, Meira segera membuka tas dan mengeluarkan laptop. Tangannya lantas bergerak lincah saat menginput kata sandi. Beruntung, posisinya belum dalam keadaan mati sehingga proses loading tidak memerlukan waktu yang lama.
Krisna hanya memperhatikan dalam diam, menyaksikan kegigihan Meira yang sedang mengecek data dalam HDD tersebut. Lagi-lagi ekspresinya berbanding terbalik dengan suasana hati karena sejujurnya cowok itu sedang bersuka cita, begitu menikmati detik demi detik kegalauan gadis itu.
Hati Meira mencelus saat mendapati isi datanya baik-baik saja, tetapi situasi tersebut tidak berlangsung lama karena sadar bahwa Krisna sedang mengerjainya.
"Hooo... jadi, lo ngerjain gue?" tanya Meira sembari melayangkan death glare-nya pada Krisna.
"Menurut lo?" Krisna bertanya balik dengan kalem. Gue masih berbaik hati nggak ngetawain ekspresi lo, betewe. "Kalo mau nuduh, nggak apa-apa. Nggak ada penafsiran yang salah, kok, karena semua kembali ke perspektif masing-masing. Seumpama peribahasa 'karena nila setitik, rusak susu sebelanga', 'kan?Tabiat manusia jelas relate sama ungkapan itu."
"I smell something weird here." Alis Meira terangkat sebelah. "You just quoted out my recent statement. Why? Are you trying to get revenge?"
"Anggap aja iya." Krisna menjawab pongah. "Gue bisa tuntut lo karena menulis cerita tanpa izin kepada yang bersangkutan."
"Maksud lo—–hei, lo udah baca isinya sampai mana?" Meira spontan ngegas sewaktu menyadari ke mana arah pembicaraan Krisna. "Don't blame others if you do the same way!"
"Lebih parah mana?" tanya Krisna. Kali ini ekspresinya lebih serius karena sarat akan tatapan mengintimidasi. "Lo deketin objek penelitian demi tulisan yang bisa diviralkan atau mengutak-atik data privasi karena sebuah keadaan yang mendesak?"
"Hei, itu—–"
"Nggak nyangka, ya. Kayaknya semesta masih berbaik hati untuk menunjukkan ke gue siapa lo sebenarnya. Hampir aja gue ketipu sama kata-kata emas. Orang lain mungkin mengira lo begitu bijak, tapi nyatanya...."
Krisna sengaja memberi jeda dengan menunjukkan ekspresi menilai pada Meira. Kini nilai gadis itu menjadi buruk, yang tak ada bedanya dengan kriminal yang melakukan kesalahan fatal. "Nyatanya, lo mengambil keuntungan dengan menjadikan 'tangisan' mereka sebagai bahan konten."
"Krisna, denger—–"
"Defensive is the worst. Wrong acts should not be tolerated." Lagi-lagi Krisna mengutip apa yang pernah dikatakan Meira di masa lalu. Kesannya jadi dejavu, tetapi entah kenapa Krisna merasa ini jadi pembalasan dendam yang sangat layak. "I never thought that you're such a no-manner person."
Meira sukses terkesiap. Jika ditilik ekspresi syok yang bercampur dengan rona merah yang menjalar hingga ke leher dan daun telinga, sepertinya baru kali ini gadis itu merasa dipermalukan oleh kata-katanya sendiri.
Rasanya malu, tentu saja. Namun, dia masih berpikir waras bahwa wajar saja jika Krisna menghakiminya seperti itu. Terlepas dari kelancangannya membongkar data pribadi seseorang, tindakannya sendiri jauh lebih besar. Dia segera membayangkan bagaimana ekspresi Krisna saat membaca file berjudul 'Kerang' itu.
Meira pasti akan melakukan hal yang sama jika berada di posisi Krisna. Atau mungkin lebih dari itu? Bisa jadi. Oleh karenanya, gadis itu segera dirundung oleh perasaan bersalah.
"Alright. I'm sorry. Gue salah. Gue nggak layak membela diri. Gue minta maaf."
Krisna tidak bisa menyembunyikan ekspresi kaget. Jujur, tadinya dia mengira konflik di antara mereka bisa lebih lama dari ini. Dia tidak menyangka saja jika Meira bisa mengucapkan maaf secepat ini.
"Gue minta maaf, Krisna Pramudya." Meira mengucap maaf lagi. Siapa sangka, ekspresinya juga terlihat tulus. Bahkan sejumlah mahasiswa menunjukkan ketidakpercayaan jika ditilik dari kepala yang diarahkan ke Meira beberapa kali seolah ingin memastikan bahwa yang mengucap maaf tadi adalah Kristina Meira yang dikenal sebagai pribadi yang kurang bersahabat.
Bersambung
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top