18). Stand By You

Endlessly I yearn for you
As soon as my eyes are opened my heart goes down. -A.L.

*****

"ELINA!" Sebuah suara memanggil dari depan, membuat Elina spontan mendongak dan menyipitkan mata untuk memperhatikan.

Ternyata pelakunya adalah Andre. Jika ditilik dari tas hitam yang tersampir di bahu serta buku binder yang tersemat di lengannya, bisa ditebak bahwa destinasinya sama dengan Elina, yang sedang dalam perjalanan menuju gedung fakultas Ekonomi.

Elina sudah resmi menjadi mahasiswi prodi Manajemen. Jurusan tersebut jelas bertolak belakang dengan jurusan sebelumnya, tetapi berbekal latar belakang keluarga yang borjuis dan sederet relasi, tentu tidak sulit bagi Elina untuk pindah.

Menurut Elina, yang sulit justru kecintaannya pada dunia ekonomi. Entahlah, rasanya sangat sulit memaksakan sesuatu yang tidak dia minati sama sekali ketika passion-nya lebih menguat ke dunia hiburan.

Seharusnya, Elina memilih jurusan yang bisa memperdalam public speaking seperti Ilmu Komunikasi meski banyak juga selebritis yang latar belakang pendidikannya tidak nyambung dengan jurusan yang digeluti. Faktanya, banyak juga, toh, yang sukses?

Namun sayangnya, Elina merasa prosesnya tidak akan gampang. Itulah sebabnya, ketika dia merasa bagaimana harus memulai hari-harinya di kampus yang serasa asing, dia bersyukur bisa dipertemukan dengan Andre pada detik ini.

Andre sengaja berbelok, membuat destinasinya dengan departemen semakin berjarak padahal teknisnya, dia hanya perlu menunggu sampai Elina datang. Ekspresinya yang kalem serta senyumannya yang menenangkan terlihat kontras di bawah sinar matahari, membuat gadis itu mau tidak mau teringat akan Krisna dan mulai membandingkan keduanya.

Jika Krisna cocok dianalogikan dengan api yang lebih seringnya ekspresif dan meledak-ledak, Andre lain lagi. Dia mempunyai vibes seperti papa muda yang menjemput anaknya sepulang les.

Duh, kenapa dari semua cocoklogi, gue malah ngehaluin Andre jadi papa muda? Aneh.

"Tumben kamu masih di kampus jam segini?" Elina berkata duluan ketika sudah sampai di jarak pandang Andre. "Ngurus skripsi?"

"Iya." Andre mengangguk sebelum menunjukkan senyum malaikatnya lagi. "Tapi aku memang ada jadwal kuliah hari ini."

"Oh."

Keduanya berjalan dalam keheningan tak lama kemudian. Situasi segera dilingkupi kecanggungan, tetapi beruntung, mereka berpapasan dengan sepasang muda-mudi yang tahu-tahunya mengenal Elina, membuat yang terpanggil sukses terkesima.

Saking gaulnya, Elina mendapat kesan sering menjadi topik utama gibahan mereka.

"Eh, Elina. Akhirnya, ya. Lo berhasil pindah ke Trisakti." Sang gadis menyeletuk disambut suara lain dari cowok di sebelahnya.

"Welcome to Management, by the way. We're in the same class. Nice to meet you, I'm Leo."

"Ngapain juga sok-sok bahasa Inggris--eh, tapi, udahlah. Gue juga mau kenalin diri. Gue Yoana Zeminna, pacarnya Yoga Pradipto."

"Kenapa malah pamer pacar, sih?" Leo menyambar, berhasil membuat suasana terlihat seperti sedang berbicara berdua saja tanpa eksistensi Elina dan Andre.

"Elina, kan, satu sekolah sama Yoga di SMA. Ada Krisna juga. Ya kali aja dengan menyebut nama Yoga, Elina bisa langsung ngenalin gue." Gadis bernama Yoana itu menyahut.

"Bener, gue kenal Yoga. Virga juga kuliah di sini, 'kan?" Elina bertanya demi mencairkan suasana panas karena debat absurd tersebut.

"Nah, iya." Yoana menjawab senang. "Kayaknya ngikut sepupunya kuliah di sini."

"Bener." Leo menimpali. "Jadinya ada dua Mister Aditya di Trisakti. Eh, iya, meski belum akrab... gue doain moga cepat jadian sama Krisna, ya."

"Gue juga, deh, biar kita cepat akrabnya." Yoana tersenyum lebar. "Gue nggak bakal cerita banyak takut kesannya nyebarin aib orang. Yang penting gue harap moga kita bisa akrab, ya."

"Thanks." Elina berujar sebelum duo Leo dan Yoana meneruskan perjalanan keluar dari gedung fakultas. Sementara dia dan Andre belum kunjung bertukar kata-kata hingga mereka sampai di percabangan koridor menuju kelas masing-masing.

"Sampai di sini aja." Elina akhirnya pamit. "Thanks, Dre."

Andre mengangguk ramah sebelum ikut membelok ke jurusan lain. "Sama-sama, Elina."

"Hmm... Andre, aku... aku boleh nanya, nggak?"

"Ya?" tanya Andre. Dia spontan berjalan mundur untuk kembali ke Elina.

Suatu tindakan kecil, tetapi mengena di hati Elina. Entahlah, gadis itu hanya merasa perlu mengungkapkan apa yang dia rasa dan tentu ada kaitannya dengan Andre.

"Bagi kamu... aku ini apa?"

Andre terdiam, tetapi Elina tahu jika dia sedang mencari kata-kata yang tepat, bukannya bungkam karena tidak bisa menjawab.

"Mau jawaban jujur apa tersirat?"

"Hah?"

"Karena aku bisa mengolah kata-kata menjadi ungkapan yang nggak perlu kamu tau sepenuhnya. Cukup aku dan Tuhan saja yang tau."

"Oke, aku butuh jawaban jujur."

"Jangan menyesal, loh, Elina." Andre mengingatkan, tetapi ekspresinya jauh dari gaya mengancam. Sepertinya karakter lembutnya telah paten terukir di wajah sehingga dia tidak akan bisa menunjukkan ekspresi tersebut. "Kamu itu... lebih kayak koleksi yang aku simpen secara diam-diam."

"Maksudnya?"

"Ibarat punya koleksi yang nggak diketahui oleh siapa pun, ketika kamu lebih senang mengoleksinya sendiri tanpa perlu berbagi dengan orang lain, ketika kamu tidak ingin orang lain tau."

"...."

"Aku bisa nebak kayaknya kamu mulai menyesal telah bertanya."

"Trus soal hubungan aku sama Krisna... apa kamu sama sekali nggak keberatan? Kamu bisa aja ungkapin kalo perjodohan ini adalah antara kita berdua."

"Bener, tapi seperti yang aku bilang tadi; aku lebih suka mengoleksi sendiri ketimbang sebarin meski situasi kita tetap akan sampai pada pepatah 'sepandai-pandainya menutupi bangkai, akan tercium juga'. Cepat atau lambat."

"Jadi...."

"Terusin aja apa yang kamu inginkan dalam hidup, Elina, karena aku juga akan demikian. Nggak bakal ada paksaan. Cinta tidak perlu diperjuangkan sampai memaksa. Percayalah jika berjodoh, dia tetap akan kembali ke kita."

"Andre.... Kenapa sederhana banget, ya, jawaban kamu ketika--"

"Ketika Krisna memperjuangkan kamu sampai beberapa tahun--mungkin, sementara aku tidak?" Andre terkekeh. Tawanya adalah tipikal yang sopan dan jauh dari kata bobrok, yang akan membuat siapa saja terkesima jika melihat caranya demikian. Benar saja, Elina tampak terhipnotis meski kata-kata yang cowok itu ucapkan juga memberi pengaruh yang tidak sepele.

"Cintaku udah dewasa, Elina, seiring berjalannya waktu." Andre melanjutkan sembari mempersempit langkah di antara dirinya dan Elina. "Yang aku yakini, perjalanan kita masih lama. Apakah aku terlalu naif dengan mempunyai prinsip itu? Bisa jadi, tapi yang jelas, aku nggak mau menjadi salah satu beban dalam hidup kamu, Elina, karena kamu sendiri sudah mempunyai banyak cobaan hidup.

Aku mendukung mimpimu menjadi selebriti. Raihlah apa yang kamu mau, Elina. Kamu masih muda. Apa pun itu, aku akan berusaha berada di samping kamu."

Elina bungkam, seketika speechless dengan pengungkapan jujur yang dia pilih.

Jujur, sejujur hatinya juga yang kini bergemuruh akan kata-kata emasnya Andre.

Bersambung

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top