17). Things that Important
With your hot hands, touch my cold heart. -K.P.
*****
Awalnya, Krisna mengira gadis itu akan mengajukan protes atau setidaknya berpura-pura tidak mengingat ucapan ambigu tadi. Namun, alangkah terkejutnya dia saat mendapati praduganya bisa diputarbalikkan sedemikian rupa sehingga cowok itu tidak akan heran jika kejadian hari ini masuk topic trending Universitas Trisakti.
Masalahnya, Krisna tidak menyangka saja kalau Meira sangat ahli memanfaatkan situasi, yang memberi kesan seperti rubah licik.
"Emangnya udah jadi cewek lo?" Meira bertanya dengan sebelah alis terangkat, lengkap dengan seringai yang cocok mewakili hewan fabel itu.
"Ya, jelaslah! Baru aja tadi—–wait. Ngapain juga kasih tau lo?" Krisna hampir saja masuk dalam jebakan Meira yang kini meledeknya dengan tertawa.
Entah disengaja atau tidak, Krisna tidak tahu. Yang jelas, dia semakin yakin pada penilaiannya sendiri bahwa mahasiswi bernama Kristina Meira itu memang tidak waras.
Kayaknya salah besar gue ngelabrak dia di sini. Niatnya mau permaluin, tapi kenapa malah kesannya jadi gue yang dipermalukan?
Benar saja seperti yang diduga oleh Krisna, banyak pasang mata tertuju padanya, baik yang sedari tadi mengekor awal kedatangannya maupun yang baru berfokus setelah mendengar Meira tertawa. Namun di antara mereka semua, ada satu orang yang berekspresi kontra.
Bara Kavindra. Krisna tahu siapa dia. Lagi pula, visualnya adalah sejenis yang tidak gampang terlupakan berkat pergaulannya yang easy going meski ekspresi yang sekarang dia tunjukkan sangat berbeda dengan yang biasanya.
Apakah ini gara-gara kehadiran Krisna sehingga membuat Bara merasa terganggu?
Bisa jadi.
"Okay, I'll stop teasing you. Let's continue in the classroom." Meira berujar kalem, tetapi seringainya masih tertinggal.
Merasa curiga, apalagi dengan sensor Bara yang tidak menyenangkan, Krisna spontan berguru dari pengalaman.
"Stop ngomong kata-kata yang ambigu. Gue nggak mau masuk jebakan lagi."
"Nggak ada penafsiran yang salah, kok, karena semua kembali ke perspektif masing-masing." Meira membalas. Ekspresinya sudah kembali netral yang mana sarat akan tatapan dingin dan tak bersahabat, membuat Krisna teringat pada karakternya di awal pertemuan. "Selama pikiran lo keruh, selamanya tetap akan demikian. Seumpama peribahasa 'karena nila setitik, rusak susu sebelanga', 'kan?Tabiat manusia jelas relate sama ungkapan itu."
Krisna mengerutkan alis saat mendengar ceramah Meira. Sejujurnya, itu hanyalah spontanitas karena lagi-lagi seorang Kristina Meira berhasil membuatnya takjub.
Bagaimana mungkin seorang gadis yang baru dikenal bisa memberi ceramah pada orang asing, terlebih di hadapan orang banyak? Karena walau bagaimanapun, bagi Krisna, Meira telah memberi kesan awal yang sangat berbeda, yang sempat membuatnya bertanya-tanya apakah dia mempunyai kepribadian ganda.
Kayaknya gue mesti hati-hati sama dia.
"Whatever." Krisna sudah berbalik usai mengucapkan satu kata, mengabaikan Meira bahkan Tristan. Untungnya, dia bukan cowok baperan karena sudah memahami situasi.
Lagi pula, dia sudah kebal diabaikan oleh gebetannya sendiri dalam waktu yang lama. Jadi, kejutekan Krisna bukan sesuatu yang harus dibesar-besarkan. Tristan, toh, bukan penggila hormat yang harus disapa terus-terusan. Daripada menonton scene FTV versi nyata yang juga menyindirnya keras, dia lebih memilih mencari hiburan dengan menonton sederet biduan dari gawainya.
Andre Liam nyatanya juga berada di sana, bergabung dengan komplotan Tristan cs. Meski dia bertingkah seolah tidak peduli, tetap saja telinganya berfungsi dengan optimal.
Andre bukannya gemar menguping pembicaraan atau senang mencampuri urusan orang lain, hanya saja konteksnya akan berbeda jika berkaitan dengan Elina Fredella yang tak lain adalah calon tunangannya. Dalam hal ini, Krisna tentu terlibat karena statusnya dengan gadis itu. Lantas, mendengar bagaimana Krisna menyebut dua kata 'cewek gue' barusan, entah mengapa memberi sensasi yang tidak nyaman bagi Andre. Di satu sisi dia ingin menyebarluaskan fakta tentang dialah calon tunangan Elina yang sebenarnya, tetapi di sisi lain dia bukan tipe yang mendambakan keegoisan.
Ya, karena cintanya sesederhana tidak ingin memaksakan dan itu sudah berlaku sejak beberapa tahun lalu, saat dia mengetahui siapa calon jodohnya.
"Mei, see you. Sering-sering ngapel ke sini, ya." Bara tersenyum lebar, bertingkah seolah-olah gadis itu adalah pacarnya, padahal yang bersangkutan memilih untuk abai.
Fokus Meira masih tertuju ke Krisna, membuat Bara keki juga pada akhirnya. Cowok itu tentu tahu perihal Krisna mempunyai tambatan hati dan pembuktiannya teruji saat mendengar dia menyebut 'cewek gue' tadi.
Seharusnya Bara bisa tenang, tetapi mengapa dia jadi berprasangka jika Meira lebih tertarik pada cowok itu?
Bara bukan tipikal yang suka mempermainkan perasaan cewek, makanya dia bisa membayangkan apa jadinya jika tahu ternyata Krisna mempermainkan perasaan gebetannya.
Sepertinya besar kemungkinan akan terjadi senggol bacok. Lagi pula dengan sejarah yang tidak akur antara jurusan Teknik Sipil dan Teknik Arsitektur, tentu efeknya akan meledak saat terjadi hal-hal yang tak diinginkan.
"Semoga saja ketika saat itu tiba, lo nggak mengecewakan gue, Krisna." Bara berbisik dengan sorot tatapan yang lagi-lagi berbeda dari karakternya yang biasa. Cowok itu hanya memandang kepergian yang tercintanya dari jauh, firasatnya semakin keruh tatkala melihat bagaimana Meira terlihat agak bersemangat di belakang Krisna, seolah-olah sedang membaui mangsa baru.
*****
Krisna menerima dompet segi empat yang diserahkan Meira. Cewek itu tampak terlalu senang meski senyum yang dia tunjukkan lebih ke seringai.
"Awas, loh, kalo lo nggak nepatin janji." Krisna mengancam dengan ekspresi tidak puas.
"Gue mungkin tipe orang yang menyebalkan bagi banyak orang sampai-sampai disangka pelakor, tapi gue bukan orang yang suka mengingkari janji. Tenang aja. Kata Abah gue... lebih baik terkesan jahat di permukaan, tapi tetap menjunjung tinggi keadilan di dalam. Lo bakal ngerti setelah mengenal gue."
"Gue nggak nyuruh lo branding. Kenapa lo malah ngasih tau gue semua ini?"
"Entahlah. Gue mungkin pemilih temen sampai punya banyak haters, tapi sekalinya gue nyaman sama orang tertentu, gue nggak bakal segan-segan."
"Entahlah, gue cuman merasa lo itu aneh."
"Aneh kenapa?" tanya Meira, tetapi segera kaget saat Krisna menghardiknya tiba-tiba.
"Kenapa duduk sama gue? Sana! Hush, hush! Gue nggak mau duduk sama lo!"
"Heh! Gue juga suka duduk depan, kali! Selama ini duduk belakang, tuh, semata-mata biar bisa rebahan."
"Lah, trus? Kenapa duduk di sini?"
"Untuk pertama kalinya gue punya temen yang asik."
"Hah?" Krisna hanya bisa bengong saking kagetnya dengan jawaban Meira yang tak disangka-sangka. Entah sudah berapa kali cowok itu sukses dibuat kaget oleh gadis itu.
"Udah gue bilang, 'kan? Gue ini apa adanya. Kalo udah nyaman, gue bakal—–"
"Gue udah punya cewek." Krisna memotong dengan gigi menggertak hingga kata-katanya teredam.
"Tenang aja, gue nggak cepet jatuh hati sama orang. Tambahannya, meski tampang gue bau-bau pelakor, gue nggak sudi rebut pacar orang lain—–ck, kayak nggak ada cowok lain aja."
"Lo—–"
"Dosen udah masuk. Lo nggak ada pilihan lain." Meira menjawab kalem.
Bersambung
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top