13). Accidentally Happened

Your scent spreads inside me. -K.M.

*****

"'Trus'?" ulang Meira takjub, seolah-olah Krisna sedang mengajaknya bercanda di saat yang tidak tepat. "Malah nanya balik."

"Gue rasa omongan lo yang nggak nyambung." Krisna mencemooh. "HDD lo rusak, apa hubungannya sama gue?"

"Ya, ada-lah! Kan, lo oknum terakhir yang megang barang berharga gue!" Meira nyolot, sampai lupa jika eksistensi mereka mengganggu akses mahasiswa yang berlalu-lalang. Posisi keduanya berada di mulut koridor yang menghadap jalan setapak menuju gerbang utama kampus. Maka, tidak heran jika banyak pasang mata yang mengitari mereka selagi berjalan.

Tuh, kan! Nih anak kayaknya demen banget nyari masalah sama gue! Gue punya utang apa, sih, sama dia di kehidupan sebelumnya?

"Apa urusannya sama gue?" Krisna juga ngegas, bergerak sedikit agar bisa menghadap Meira sepenuhnya. Punggungnya jadi bersinggungan dengan gerbang sehingga tidak sadar bahwa dari kejauhan, ada eksistensi Elina yang tengah melangkah dari ujung.

Dia sedang sendirian dan secara kebetulan belum tahu akan penampakan Krisna Pramudya pada ujung satunya.

"Hooo... jadi lo nggak mau tanggung jawab?" tanya Meira galak sembari bersiap untuk mengikat surai bergelombangnya dengan seutas karet yang sedari tadi melingkar di pergelangan tangan.

Awalnya, Krisna mengira dia sedang memasang kuda-kuda seperti yang biasa dilakukan oleh petinju sebelum bertarung; mulai dari menaikkan bagian lengan kaus, merenggangkan tubuh dengan membengkokkan pinggang, hingga memasang ekspresi menantang seolah mengajaknya gelut.

Namun, siapa sangka fakta yang terjadi hanya semacam keluhan yang spontan keluar dari bibir mungilnya, "Panas beut."

Nih cewek rada sinting kayaknya.

"Nggak ada bukti kalo gue yang rusakin." Krisna akhirnya membela diri. Sejujurnya bukan karena ingin berbaikan, tetapi lebih kepada keinginannya untuk segera menyelesaikan urusan yang sangat tidak jelas ini.

Menurut Krisna, masalah yang diperjuangkan oleh Meira bukanlah hal besar atau sesuatu yang layak ditukar dengan waktu. Atau dengan kata lain, jadinya terbuang percuma.

"Tapi lo orang terakhir yang utak-atik HDD gue."

"Gue nggak otak-otak!" Krisna sampai salah ucap saking emosinya. Jujur saja, jika nyawa Meira ada dua, dia ingin sekali menghabisi salah satu nyawanya.

Cukup satu supaya Krisna tidak jadi tersangka dan masuk penjara.

"Utak-atik, astaghfirullah!" raung Meira.

"Utak-atik, kek! Otak-otak, kek! Yang penting bukan salah gue!" Krisna lagi-lagi ngegas. "Heran, ya. Sejak kapan lo masuk kehidupan gue? Udah kayak jelangkung aja!"

"Lo--" Meira mau melanjutkan umpatannya, tetapi tidak jadi saat ekor matanya menangkap sesuatu. Lantas secara menakjubkan, ekspresinya berubah drastis; dari yang galak, segera digantikan oleh raut wajah yang melembut meski kesannya seperti dipaksakan. "Gue nanya sekali lagi; lo bakal tanggung jawab apa nggak?"

"Lo siapa sampai-sampai gue harus tanggung jawab?" Krisna masih saja tidak sadar akan eksistensi Elina yang sudah setengah jalan menuju mulut koridor. Kalaupun ada bedanya, kini gadis bersurai lurus itu sudah mengetahui eksistensi teman FWB-nya.

Entah kenapa setelah melihat gadis itu, ada sebuah ide yang melesat dalam pikiran Meira. Juga, ibarat sekali tepuk dua lalat, ada hal lain yang mendorongnya untuk merealisasikan rencana tersebut.

Apa lagi kalau bukan demi konten?

Timing-nya berasa seperti sudah diatur oleh semesta yang disutradarai oleh Meira. Berawal dari suasana koridor yang mulai sepi, Meira mencondongkan tubuh ke arah Krisna. Saking dekatnya, kini mereka bisa saling membaui aroma tubuh satu sama lain.

Aroma Krisna begitu fresh. Jika menggunakan majas hiperbola, Meira akan mengakui bahwa baunya seperti sedang membawanya ke penampakan alam yang banyak pohonnya, seperti berada di tengah rimba.

Adegan tersebut tentu tidak luput dari perhatian Elina. Layaknya syuting salah satu FTV bergenre melodrama, gadis itu menyaksikan dari jauh dengan perasaan yang campur aduk.

"Gue cuma mau bilang..." Meira sengaja berlama-lama dengan nada yang terlampau pelan sekaligus ditarik-tarik. "... gue nggak suka sama orang yang nggak bertanggung jawab soalnya gue suka ngasih edukasi."

"Ngomongnya harus berdekatan gini, ya?" Krisna berusaha bersabar. Cemas saja jika emosinya terlampiaskan tanpa sadar. "Kalo lo mau caper, sori-sori aja. Gue nggak tertarik sama lo."

"Tenang aja. Gue juga demikian." Meira berujar. Posisi mereka masih dalam batas tidak wajar dan gadis itu senang melihat Elina memasang ekspresi tidak suka. Langkahnya yang dipercepat segera memberi peringatan padanya untuk segera menyelesaikan misi.

"Cuma... gue yakin lo bakal menyesal setelah ini."

"Dasar cewek aneh." Krisna lagi-lagi mencemooh. "Gue masih respek sama cewek, jadi ngasih izin biar lo duluan yang narik badan."

"Makasih," ucap Meira dengan nada manis yang dibuat-buat. "Meski lo juga bakal menyesal karena udah terlalu baik untuk hal semacam ini."

Meira memberikan senyum terbaik dan sengaja menghadap Krisna, seolah-olah mereka sedang bercakap-cakap seru.

Elina sudah sampai di undakan pertama koridor saat itu, lagi-lagi menjadi momen yang pas untuk Meira menarik tubuhnya dan menyeringai.

"Lo... bukannya yang di UPH itu?" Pertanyaan Elina memberi sensasi kejut pada Krisna, berhasil membuatnya menoleh terlalu cepat.

"Elina?" panggil Krisna, lalu mengalihkan atensinya pada Meira dengan rasa penasaran yang tinggi.

"Lo yang di UPH itu, 'kan?" Lagi-lagi Elina bertanya, mengabaikan Krisna seolah-olah eksistensinya tidak pernah ada. "Yang gue tabrak di koridor trus di dekat kolam juga?"

"Ingatan lo bagus juga." Meira berkata, terlihat terlalu kalem untuk informasi mengejutkan seperti ini seakan sudah bisa menduganya. "Sama halnya dengan gue. Gue juga inget."

"Kok lo bisa di sini? Pindah juga?" tanya Elina penuh selidik, juga memicingkan mata lentiknya. "Gue nggak tau lo bisa ngenal Krisna juga."

"Gue bisa jelasin--"

"Lo nggak usah jawab!" potong Elina lugas, membuat Krisna terkesiap. "Gue nanyanya ke cewek ini."

"Ngenal, ya? Soal itu, gue bakal jawab iya. Krisna Pramudya namanya." Seringai lagi-lagi tercetak di bibir Meira. "Salam kenal, ya. Gue Kristina Meira."

Entah sengaja atau tidak, tetapi indra pendengaran Krisna menangkap adanya sesuatu yang lain, seperti sengaja direncanakan, apalagi ketika mendengar bagaimana Meira menekan kata Kristina saat memperkenalkan diri.

Sebuah kesadaran seolah menampar Krisna saat meninjau kembali kata-kata gadis itu beberapa menit yang lalu.

"Gue cuma mau bilang gue nggak suka sama orang yang nggak bertanggung jawab soalnya gue suka ngasih edukasi."

"Makasih. Meski lo juga bakal menyesal karena udah terlalu baik untuk hal semacam ini."

Krisna refleks menghujam netra Meira yang juga menatapnya balik. Reaksinya santai, tetapi cowok itu bisa merasakan bagaimana binarnya yang berkilau, jelas menunjukkan sebesar apa kepuasannya.

Bersambung

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top