Run In Love [1]

» MOMO «
Seorang gadis bertubuh pendek dengan rambut lurus sebahu sedang asyik duduk di halte yang berada tepat di depan sekolahnya. Puluhan murid SMA yang menyebar akibat sekolah telah usai mengakibatkan suasana semakin ramai. Momo, nama gadis yang duduk di halte itu, bersenandung kecil sambil menggoyangkan kakinya berulang kali. Gadis dengan nama sama persis seperti salah satu tokoh kartun anak kecil berrambut pink yang bisa berubah menjadi orang dewasa itu-oh, baiklah. Lupakan dulu soal Minky Momo dan fokus pada Momo yang tengah menatap sekitaran ini.

"Moshi moshi kame yo ame saku yo," gumam Momo lirih sambil tetap memerhatikan jalanan di depannya. Suasana begitu tenang, semakin sepi dan membuat Momo nyaman dan ingin tetap berada di sini untuk beberapa saat. Dia memang menyukai keheningan untuk waktu-waktu tertentu.

Tetapi kemudian, segerombol anak laki-laki dengan ekspresi garang menyeramkan muncul dari salah satu sudut jalan. Mereka membawa pentungan, batu besar, ikat pinggang dengan besi besar yang diputar-putar, bahkan ada yang membawa pedang. Menyeramkan, tetapi Momo hanya bisa mengernyitkan kening.

"Eh ada apa ini?" Momo bingung.

"SERANG! SERANG!" seorang cowok yang berada di barisan paling depan berteriak sambil mengayunkan kayu besar di tangan kanannya.

Dari arah lain, segerombolan siswa dengan seragam berbeda namun membawa benda-benda menyeramkan lainnya ikut berteriak. Mereka melemparkan batu-batu kecil yang melayang tepat di hadapan Momo. Bahkan beberapa hampir mengenai kepalanya. Tergesa, Momo berlari meninggalkan halte. Namun siapa sangka, seorang lelaki bertubuh tinggi menubruknya. Membuat Momo jatuh tersimpuh.

"Hei, Pendek! Cepat berdiri!" bentak laki-laki itu.

Mata Momo melebar mendengar bentakan lelaki itu. "APA KAU BILANG!? "

"Ck! Cepat! Kamu tidak mau jadi korban timpuk batu kan?!"

Momo masih menatapnya kesal dan tak mau peduli dengan keadaan sekitar yang mulai ekstrim.

"Cepat!" Laki - laki itu langsung menarik tangan Momo.

Sentuhan tanpa izin ternyata membuat Momo seperti terkena sengatan listrik. Sensasi yang baru pertama kali dirasakannya itu sadar tak sadar membuatnya melihat punggung pemuda itu, dan akhirnya sadar kalau seragam yang dikenakannya berbeda dari miliknya.

"Wait, kamu dari sekolah mana sih?"

"Apa itu penting sekarang?" tanya laki-laki itu balik sambil memperlihatkan cengiran lebar.

Momo tercengang. Apa laki-laki itu baru saja tersenyum padanya? Benar-benar manis! Tapi ..., ke mana juga dia akan membawa Momo? Cengkramannya sangat kuat, membuat Momo hanya bisa berdoa dalam hati agar semuanya baik-baik saja.

»»»«««

» NICK «
Nick benar-benar dalam keadaan garang saat ini. Dia ingin melepas stres.

"Kau lihat di mana si Alex tadi?" tanya Nick yang sedang membawa sebuah bat bisbol di bahunya.

"Kurasa tadi aku melihatnya... ah, itu bukan?!" salah satu dari mereka menunjuk pada arah di mana seorang gadis baru saja menabrak lelaki bernama Alex yang kemudian menolong gadis itu.

"Nah, anak itu berani-beraninya tidak hadir dalam tawuran ini ...," geram Nick, yang kemudian mendecak marah. "Kau ikut denganku kejar dia. Aku akan menghajarnya kali ini sampai dia tidak bisa merangkak lagi!"

"E-eh? Kenapa aku? Aku masih mau asik di si-"

"Cepat, dasar lamban!" Nick pun menarik temannya itu untuk mengejar Alex dan seorang gadis yang baru saja berbelok di ujung jalan.

»»»«««

» ALISHA «
Seorang gadis berambut coklat tua mengambil tumpukan buku sebelum berjalan keluar melewati gerbang sekolah. Samar-samar, ia mendengar kericuhan. Rasa penasaran mendorongnya untuk bergerak maju mendekati asal suara. Kakinya berhenti bergerak, menjulurkan lehernya untuk melihat lebih jelas. Dari sini ia bisa melihat banyak puluhan siswa sedang berkelahi. Tawuran?

"Idih, tawuran? Emang masih jaman yah kayak gitu?" gumamnya pelan seraya menatap heran ke arah anak-anak cowok yang sedang sibuk kejar-kejaran.

Alisha Adrianne Callie bukanlah cewek yang geek dan nerd. Dia juga bukan orang yang senang belajar. Tapi mengingat besok adalah hari terakhir UAS, mau tak mau cewek itu harus pulang agak terlambat untuk mengembalikan buku di perpusatakaan yang ia pinjam hampir seminggu penuh. Pada akhirnya Lisha bersikap acuh. Dia melewati gerombolan orang tawuran itu dengan gaya sok santai, namun cukup waspada. Takut aja tiba-tiba dia kena batu, atau benda tajam lainnya.

"Cepat, dasar lamban!" tiba-tiba saja Lisha mendengar suara seseorang, yang ia juga lupa siapa pemiliknya.

Saat hendak berjalan di belokan, tiba-tiba tangan kanannya ditarik seseorang. Sontak saja, tumpukan buku dalam genggamannya jatuh berhamburan di tanah. Kesal adalah hal paling mudah yang paling bisa mendeskripsikan perasaan Lisha saat ini. Tapi baru saja ia akan memandang seseorang yang menabraknya, pemuda itu sudah menarik tangannya. Terlebih lagi, dia adalah Nickholas! Teman sekelasnya yang terkenal usil bin ajaib.

Bukan hanya tangannya yang ditarik oleh Nick. Tetapi tangan seseorang--yang juga cowok satu sekolahnya-ikut ditarik oleh pemuda itu. Sebenarnya, anak mau ikut lomba tarik tambang atau bagaimana, sih? Main narik orang seenaknya!

"Heh! Ini apa-apaan coba narik-narik tangan orang? Lepasin, nggak?!" gertak Lisha kesal. Nick tetap saja berlari, dan sama sekali tidak menyahuti rentetan omelan Lisha. Membuat cewek itu semakin kesal dan histeris ingin lepas dari genggaman Nick.

Nick akhirnya berdecak sebal. "Lo berisik, ah! Ikut aja kenapa, sih?!" suaranya meninggi, tapi Lisha tak takut dan semakin memberontak ingin lepas. Tapi sial, semuanya sia-sia dan ia hanya bisa pasrah mengikuti langkah Nick.

Lisha menggeram. Kalau begini jadinya, lebih baik tadi ia tidak berjalan mendekati gerbang dan melihat keadaan! Argh! Buku-buku yang ia ingin kembalikan ke perpustakaan! Sekarang tergeletak tak berdaya di depan pintu masuk sekolah. Semua gara-gara Nick!

»»»«««

» RYAN «
Ryan sedang mengambil buah mangga yang matang di sebuah pohon milik entah siapa yang rumahnya tidak jauh dari sekolah, hanya di belokan. Dia terus melompat, melempar batu, memakai kayu, hingga melempar sepatunya untuk mendapatkan sebuah mangga yang ranum itu. Lumayan, untuk cemilannya siang ini.

Akhirnya, mangga itu jatuh. Ryan berjongkok mengambil mangganya. Saat dia sedang membayangkan menikmati mangga manis itu, dua orang siswa berlari ke arahnya terburu-buru. Sepasang kekasih sepertinya.

"Hei, ada apa?" tanya Ryan heran melihat mereka berlari tergopoh-gopoh.

"Ada tawuran! Cepat lari!" teriak yang wanita.

"Tawuran! Cepat pergi dari sini sebelum lo jadi korban," jawab laki-lakinya.

Huh? Mana mungkin ada yang berani tawuran dekat sekolah, pikir Ryan. Tapi, pikirannya ternyata salah. Tidak lama setelah dua orang itu, muncul juga beberapa orang yang berlari dengan cepat kearahnya. Sebagian ada yang membawa senjata, ada juga wanitanya.

"Woi! Mau kemana lo?!" teriak siswa laki-laki yang paling depan membawa tongkat baseball di tangan.

Sontak Ryan kaget. Orang itu semakin dekat dengannya dan mengacungkan bat bisbolnya pada Ryan. Tanpa pikir panjang Ryan melempar mangga yang di tangannya sekuat mungkin, dan...

Slap! Tepat mengenai wajah siswa yang paling depan. Dua teman lainnya, perempuan dan laki-laki, yang sama mengejar berhenti melihat temannya kesakitan. Ryan memanfaatkan kesempatan ini untuk berlari. Mengejar pasangan kekasih itu.

"Hai, gua Ryan," ujar Ryan santai memperkenalkan diri sambil berlari di sebelah mereka.

Setelah di perhatikan baik-baik, mereka pasangan yang aneh. Laki-lakinya terlihat tampan dan menarik, wanitanya, biasa saja. Tapi, ada sesuatu yang membuat Ryan tersenyum melihat wanita itu.

»»»«««

» DEAN «
Dean sedang asik duduk di dalam seventhree sembari memperhatikan anak-anak sekolah dekat rumahnya yang tengah tawuran. Walaupun dia ini jahat-uh, maksudnya telah memanipulasi pikiran anak orang, tapi dia paling anti dengan tawuran. Sekarang saja, dia sedang duduk santai sambil minum air mineral.

Sampai akhirnya ia melihat seorang gadis masuk ke dalam seventhree dengan linangan air mata, dan dia berjalan tanpa melihat sekitar sampai akhirnya keningnya terkantuk kaca pintu.

"Aw," dia meringis sambil mengusap kening, kemudian mengangkat wajahnya dan menendang pintu masuk itu dengan perasaan dongkol. "Apaan sih kamu segala di sini? Nggak liat orang lagi galau? Mati aja kamu!!!"

Melihat tingkah si gadis yang ajaib membuat Dean tertawa tertahan. Apalagi dengan santainya, dia duduk di sebelah Dean sambil mendumal. Tangannya mengaduk isi tas kemudian mengeluarkan saputangan berwarna kemerahan.

Srooot, suara ingus yang dikeluarkan gadis itu membuat Dean meringis geli.

"Apa kamu lihat-lihat?" gadis itu memandang Dean kesal, lalu menjulurkan saputangan ternoda cairan sedikit kental menjijikkan. "Mau? Nih, ambil. Gratis."

Dean memutar bola mata dengan risih.

Tapi anehnya, gadis itu semakin mengerucutkan bibir. "Bukannya orang-orang demen yang gratis, ya? Udah baik aku ngasih saputangan gratis ke kamu. Eh, malah nolak. Nggak bersyukur banget jadi orang."

"Kalo ngasih tuh jangan setengah-setengah. Yang baru sekalian."

"Maunya," dia mencibir sambil mengusap air mata di sudut matanya.

Dean hanya diam, tidak menjawab sampai akhirnya tangannya bergerak sendiri menyentuh pergelangan si gadis dan menggenggamnya erat. Memaksa gadis itu, yang tak lain adalah Moza, untuk menatapnya.

"Apa?" kening Moza berkerut dalam.

"Aku lihat, kamu sepertinya punya masalah," Dean berjeda, "apa kamu tertarik jika kuhilangkan permasalahan itu?" dia ingin mencoba, dia ingin bisa memanipulasi pikiran seseorang lagi.

"Memangnya, kamu bisa?"

"Aku akan mencoba."

»»»«««

» MOZA «

Moza masih sesenggukan. Ingus kembali ke luar dari hidungnya.

"Kamu tukang hipnotis?" tanya Moza bingung.

"Enggak,"

"Guru BP?" tanyanya lagi.

"Enggak juga."

"Terus kenapa sok-sokan mau menghilangkan permasalahanku?" tanya Moza bingung.

"Aku cuman ingin--"

"Kamu siapa sih?" tanya Moza semakin bingung dengan sosok laki-laki yang berada di
sebelahnya. Dan sekarang Moza semakin bingung, kenapa dia bisa duduk di sini, di sebelah laki-laki tersebut.

"Kenalin, namaku Dean." ucap Dean mengulurkan tangan ke arah Moza. Moza memandang Dean dengan tatapan terkejut. Bahkan mulutnya kini sudah menganga lebar.

"Ada apa?" tanya Dean bingung.

"Dean mati... hueee..." kini tangis Moza kembali pecah.

"Aku mati?"

"Dean Winchester... hueee...." ucapnya di sela - sela tangisannya.

Dean Winchester adalah tokoh favorit Moza di film Supernatural. Dan pada Supernatural season 3, Dean mati. Hal inilah yang sedari tadi membuatnya menangis dan sedih. Moza tidak menyangka menemukan laki - laki bernama Dean yang malah membuatnya mengingat sosok Dean winchester.

"Dean mati...." rengek Moza yang malah membuat Dean tertawa kencang.

Moza memang aneh.

»»»«««

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top