Bab 2
Arman sedang rapat penting untuk membahas proyek pembangunan sebuah pusat perbelanjaan baru yang terletak di pinggir kota, meskipun lokasinya di pinggiran kota tapi akses menuju lokasi pembangunan terbilang bagus dan cukup ramai dilalui oleh masyarakat.
Sebagai perusahaan yang sedang berkembang Arman berusaha untuk menjalin kerja sama dengan perusahaan-perusahaan besar. Jadi, ia tidak akan melepaskan kesempatan ini. Hari-harinya semakin sibuk sampai ia melupakan janjinya untuk mengajak Inge dan Ziyan jalan-jalan akhir pekan ini.
Arman pergi meninjau lokasi bersama dua orang karyawannya, dan tanpa disangka Arman bertemu dengan Dewi, teman saat ia di universitas dulu, ia tidak menyangka kalau Dewi adalah sekretaris Pak Bhisma, pemilik PT. Mega Gemilang.
"Arman." Seru Dewi terlebih dahulu menyapa Arman.
"Dewi." Kata Arman dengab nada tidak percaya bahwa ia bisa bertemu Dewi disini.
"Sudah lama kita nggak ketemu, bagaimana kabarmu?" Tanya Dewi.
"Baik, baik. Kamu apa kabar?" Tanya Arman.
"Baik juga. Oh ya, kamu pimpinan PT. Buana Alam?" Tanya Dewi.
Arman berdehem, dengan bangga ia mengakuinya, "begitulah, usaha kecil-kecilan, Dew." Kata Arman
"Hebat kamu ya, aku nggak nyangka kamu bakal sesukses ini." Puji Dewi.
"Terima kasih." Kata Arman.
"Tahu gitu aku pasti bakal ngejer kamu." Kata Dewi sembari tertawa manja.
"Dulu kamu lebih memilih Dhani daripada aku." Kata Arman.
"Ya maaf, karena Dhani lebih agresif mengejarku." Kata Dewi.
"Ayo, kita berkeliling melihat lokasi dulu." Ajak Arman.
"Tentu saja, ayo." Balas Dewi.
Mereka berkeliling lokasi sambil melihat denah lokasi yang diberikan oleh PT. Mega Bhuana. Arman menjelaskannya pada kedua karyawannya yang akan memimpin pelaksanaan proyek itu nanti. Setelah berkeliling dan mencatat hal-hal penting yang harus dilakukan, Arman dan Dewi berbincang disebuah kafe. Mereka makanķ sembari menikmati musik yang disediakan disana.
"Bagaimana hubunganmu dengan Dhani?" Tanya Arman.
Dewi menghela napas panjang, wajahnya berubah muram. "Aku dan Dhani bercerai satu tahun yang lalu." Jawabnya.
"Apa yang terjadi?" Tanya Arman.
"Sebelumnya pernikahan kami baik-baik saja, tapi karena aku tak kunjung hamil, mertuaku meminta Dhani untuk menikah lagi. Aku nggak mau dimadu jadi aku meminta untuk berpisah." Dewi mengusap air matanya.
Arman memberi Dewi tisu, "maaf aku sudah membuka luka lamamu lagi." Sesal Arman. Ia meletakkan tangannya diatas jemari Dewi.
"Kasihan sekali nasibmu, Dew.' Batin Arman.
"Terima kasih, tapi sekarang aku baik-baik saja. Aku menyibukkan diri dengan bekerja dan bekerja." Kata Dewi.
"Baguslah, kamu pantas hidup lebih bahagia." Kata Arman.
"Terima kasih, Arman. Seandainya dulu aku lebih menilihmu mungkin ..."
"Sudahlah, jangan berandai-andai. Kamu harus menatap masa depanmu." Hibur Arman.
"Kamu benar, apalagi sekarang aku bertemu denganmu. Aku yakin nggak akan kesepian lagi, nggak apa-apa bukan kalau misalnya nanti kita keluar untuk sekedar makan? Sejak bercerai aku tidak punya teman mengobrol." Keluh Dewi.
"Tentu saja, kamu bisa menghubungiku kapan saja." Kata Arman.
"Apa istrimu nggak marah?" Pancing Dewi.
"Nggaklah, kita kan hanya teman mengobrol, kita juga pasti akan membahas proyek kita." Kata Arman.
"Kamu memang temanku yang terbaik." Puji Dewi sembari tertawa ringan.
***
Untuk menenangkan Ziyan yang tantrum sejak pagi, Inge mengajak Ziyan berenang di sebuah hotel. Inge tengah menikmati kopi dan membaca buku novel romance berjudul I Love You My Stupid Boy, sesekali ia mengawasi Ziyan yang masih berenang di kolam anak-anak.
Entah bagaimana saat Inge melihat ke arah Ziyan, Ziyan sudah tidak ada di kolam. "Ziyan, Ziyan ... "
Inge memanggil-manggil nama Ziyan, ia mencari di sekitar kolam tidak ada, ia mencari ke kamar mandi juga tidak ada.
"Ya Allah, Ziyan kamu dimana, Nak?" Kata Inge panik.
Baru saja ia akan keluar hotel untuk bertanya pada security tiba-tiba Ziyan berlari ke arahnya, "mama, mama ... "
"Ziyan, Ya Allah kamu kemana saja, mama sangat takut, Nak." Kata Inge memeluk Ziyan erat, tak peduli pakaiannya basah oleh Ziyan.
"Maaf ya, Ma. Tadi Ziyan ke kamar mandi terus pas keluar Ziyan ketemu sama Om yang sedang sakit, jadi Ziyan bantu mengambilkannya air gula." Jelas Ziyan.
"Om?" Kata Inge penasaran.
"Maaf, kalau saya membuat anda panik."
Inge menoleh, melihat seorang laki-laki dewasa berdiri di belakang Ziyan.
"Itu dia Omnya, Ma." Tunjuk Ziyan.
"Anak anda sudah menolong saya, tadi saya tidak enak badan lalu saya meminta tolong untuk diamhilkan air gula. Ziyan anak yang sangat baik." Pujinya.
"Oh begitu, sama-sama. Tadi saya memang sangat kami panik." Jelas Inge.
"Perkenalkan, saya Bhisma." Laki-laki itu mengulurkan tangannya.
Inge menyambut uluran tangan itu dengan ragu-ragu, "Inge." Kata Inge.
"Ziyan, kamu ganti pakaian dulu ya." Kata Inge pada Ziyan.
"Iya, Ma." Kata Ziyan. Ziyan mengambil tas pakaiannya kemudian pergi membilas badannya.
"Kalian berdua saja?" Tanya Bhisma.
Inge hanya tersenyum kecil.
"Aku mau menemani anakku dulu, permisi." Pamit Inge.
"Silahkan, sekali lagi terima kasih banyak." Kata Bhisma.
Inge menunduk kecil lalu menyusul Ziyan ke kamar mandi.
***
"Pak Bhisma, makanannya sudah siap." Kata salah seorang pelayan.
Bhisma mengangguk, lalu mulai menyantap makanannya. Ia melirik ke arah meja di ujung. Disana ada Ibu dan anak yang menolongnya tadi. Ia memiliki penyakit gula darah rendah, ia biasanya menyimpan permen di sakunya tapi sepertinya tadi ia lupa mengambilnya. Beruntung anak laki-laki bernama Ziyan itu lewat dan mengambilkannya air gula untuknya.
Bhisma sebenarnya ingin bergabung dengan mereka, karena ia juga sendirian tapi mengingat mereka tidak terlalu kenal jadi ia mengurungkan niatnya. Mungkin mereka tidak akan suka dengan kehadirannya.
***
"Nasi goreng sea foodnya enak, Ma." Kata Ziyan.
"Memang makanannya enak-enak disini. Pizza sama roti bakarnya juga enak." Kata Inge.
Ziyan mengangguk, setelag menelan suapan nasi gorengnya ia mengambil sepotong pizza dan mulai mengunyahnya.
"Lapar apa doyan?" Sindir Inge.
"Dua-duanya." Kata Ziyan dengan mulut penuh.
Inge tertawa melihat anaknya yang terlihat bahagia dan menikmati makanannya. Walaupun Arman tidak bisa menemaninya, ia akan melakukan apapun untuk kebahagiaan putra kesayangannya.
Mereka berdua berbincang tentang sekolah, dan banyak hal sembari menghabiskan semua makanan yang mereka pesan.
Setelah selesai Inge memanggil pelayan dan meminta billnya.
"Boleh minta billnya, Mbak?" Tanya Inge.
Pelayan itu melihat nomor meja Inge lalu tersenyun, "Maaf, Bu. Makanannya sudah dibayar lunas."
Kata-kata pelayan itu membuat Inge terkejut, "Sudah dibayar? Sama siapa?" Tanya Inge.
"Tadi sudah di bayar sama Pak Bhisma, beliau bilang sebagai ucapan terima kasih." Jelas pelayan itu.
Inge mengedarkan pandangan tapi tidak melihat sosok Bhisma.
"Saya permisi dulu, Bu." Pamit pelayan itu.
Inge hanya mengangguk.
"Kita ditraktir sama Om Bhisma ya, Ma?" Tanya Ziyan.
"Sepertinya iya, dia berterima kasih padamu." Kata Inge, ia tersenyum bangga pada Ziyan.
"Mama bangga sama kamu, karena sudah menolong orang lain. Tapi, lain kali kamu harus lebih waspada kalau bertemu dengan orang asing. Kalau kejadiannya seperi tadi kamu panggil Mama saja, oke?" Kata Inge menasehati Ziyan.
"Oke, Ma." Jawab Ziyan mantap.
"Ya sudah, kita pulang ya. Kamu ada peer nggak?" Tanya Inge.
"Nggak ada, Ma." Jawab Ziyan.
"Ya sudah, kita pulang terus istirahat." Inge merangkul Ziyan lalu mereka meninggalkan hotel.
***
Jangan lupa vote and comentnya ya bestie😘😘😘
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top