Bab 1
Inge tengah menyiapkan sarapan di dapur, putranya sudah sangat mandiri, ia bisa mandi dan mengenakan pakaiannya sendiri di usianya yang ke tujuh tahun ini. Setelah menyediakannya di meja makan, Inge memasukkan makanannya ke dalam dua kotak makan dan mengisi botol minuman putranya. Tidak hanya itu, Inge juga memasukkan beberapa camilan sehat ke dalam tas putranya. Putranya sekolah full day, jadi biasanya Inge menyiapkan bekal untuk makan siang di sekolah.
Sedangkan suaminya, lebih sering makan siang di kantor, kalau tidak lembur mereka makan malam bersama di rumah.
"Mama bikin sarapan apa?" Tanya Ziyan_putranya.
"Mama bikin nasi goreng telur pagi ini, untuk bekal makan siangnya ada ayam kecap dan sayur sop." Kata Inge sembari mengisi air putih ke dalam gelas.
"Selamat pagi, Sayang." Sapa Inge begitu melihat, Arman_suaminya, datang ke meja makan.
"Pagi, Ayo sarapan." Ajaknya.
Dan mereka bertiga mulai sarapan tanpa berbincang, Inge beberapa kali melihat jam tangannya. Dan gerakannya itu tak luput dari perhatian Arman.
"Ada apa?" Tanya Arman.
"Aku ada meeting pagi ini, apa kamu bisa mengantar Ziyan ke sekolah dulu?" Tanya Inge.
"Aku nggak bisa, aku juga ada urusan penting pagi ini." Katanya.
Inge terdiam, ia segera menghabiskan sarapannya.
"Ayo, Ma. Kita jalan, aku sudah selesai sarapan." Kata Ziyan.
Inge menatap putranya penuh haru, ia tahu Ziyab tidak mau mamanya terlambat meeting. Sisa sarapan nanti dibereskan oleh asisten rumah tangganya, Bibi Isah.
"Terima kasih, Sayang. Kami berangkat dulu, assalamualaikum." Kata Inge pamit, begitu juga dengan Ziyan.
Inge mengendarai mobilnya menuju sekolah Ziyan, beruntung arah tempat kerjanya satu arah dengan sekolah Ziyan. Sebenarnya, meski tidak satu arah, tempat kerja suaminya juga bisa melewati sekolah putranya dengan mengambil jalan memutar sedikit.
Beruntung Inge datang tepat waktu, meski ia masuk ruangan meeting paling akhir. Setelah dua jam akhirnya meetingnya selesai, setelah merapikan berkas-berkasnya ia dan marketing lainnya keluar kantor untuk mencari nasabah.
"Kita mau kemana sekarang, Bu Inge?" Tanya Amel.
"Aku mau ke tokonya Pak Wijaya, tapi sekitar jam sebelas siang, kamu mau kemana dulu pagi ini, Mel?" Tanya Inge Amel.
"Aku mau ke rumah makan Ibu Salma, Bu. Kemarin beliau telpon minta di jelaskan tentang program deposito terbaru." Kata Amel.
"Kalau kamu, Satria?" Tanya Inge.
"Aku mau ke pasar, Bu. Pak Haji Anwar mau buka tabungan baru." Kata Satria.
"Oh, Pak Haji Anwar pemilik toko pakaian itu?" Tanya Inge.
"Iya, Bu." Jawab Satria.
"Ibu mau pilih-pilih kain juga ya?" Tebak Amel.
"Iya, Mel. Kita liat-liat kain yuk, bikin couplean lagi buat hari jumat." Ajak Inge.
"Boleh, Bu." Jawab Amel yang juga sangat tertarik.
"Baju couplean terus, Bu." Celetuk Pak Basri, sopir kantor.
"Iya, Pak. Kain-kainnya murah tapi kualitasnya bagus-bagus." Jawab Inge sambil tertawa.
Begitulah hari ini , mereka keliling ke tempat nasabah, menjelaskan produk-produk perbankan yang baru. Mereka sampai di kantor jam dua belas siang, kantor lumayan sepi karena jam istirahat.
Inge meletakkan tasnya kemudian pergi ke musholla kantor untuk shalat zuhur, di sana ia bertemu dengan rekan-rekan kerja yang lain. Setelah shalat, ia membawa bekalnya untuk dimakan di ruangan pantry.
"Bu Inge nggak makan di luar?" Tanya Rina, office girl di kantornya.
"Nggak, Rin. Hari ini kebetulan aku masak. Kamu sudah makan?" Tanya Inge.
"Sudah, Bu. Baru saja selesai." Kata Rina.
"Ini aku ada buah-buahan, ayo di makan dulu." Kata Inge menawarkan buah-buahan yang sudah dipotong-potong.
"Terima kasih, Bu." Kata Rina.
Merekapun makan sambil berbincang ringan. Setelah makan siang, Inge kembali ke ruangannya. Ia mengerjakan proposal milik Pak Wijaya. Jam tiga siang mereka kembali ke luar kantor ke rumah nasabah-nasabah yang akan di prospek. Mereka kembali ke kantor jam empat lewat tiga puluh sore, setelah shalat asar Inge siap-siap untuk pulang. Ia akan menjemput Ziyan terlebih dahulu di sekolahnya.
Di tengah jalan ia mendapat telepon dari Arman.
"Ya, halo." Kata Inge sembari menyetir.
"Aku lembur malam ini, kalian makan saja dulu. Jangan lupa kunci pintu, aku bawa kunci cadangan." Kata Arman.
"Mas, kasihan Ziyan, dia mau makan malam sama kamu dari kemarin." Kata Inge.
"Ya, mau gimana lagi, ini proyek besar. Kamu bilang sama Ziyan kalau akhir pekan ini kita jalan-jalan." Kata Arman.
"Mas,"
Inge menghela napas kasar, belum juga ia selesai berbicara telponnya sudah dimatikan. Inge menjemput Ziyan di sekolahnya, setelah itu mereka langsung pulang.
"Kita makan malam sama Papa nggak, Ma?" Tanya Ziyan.
"Sayang, maafin Papa ya, Papa hari ini lembur." Kata Inge.
"Yaaa, Papa sudah nggak ada waktu lagi buat kita." Keluh Ziyan.
"Maafin Papa ya, Papa lagi ada bisnis penting. Gimana kalau kita berdua jalan-jalan, kita makan di luar malam ini?" Kata Inge.
"Boleh, Ma. Kita ke taman kota aja, Ma. Aku mau main." Kata Ziyan.
"Siap bosku." Kata Inge.
Malamnya Inge mengajak Ziyan ke taman kota, Ziyan terlihat bersemangat, ia mencoba hampir semua permainan yang ada disana. Karena terlalu fokus sama Ziyan, Inge tidak sengaja menabrak seseorang.
"Maaf, saya nggak sengaja." Kata Inge sambil menundukkan kepala, tapi laki-laki yang ditabraknya berlalu begitu saja.
"Aku harusnya lebih hati-hati, mana ramai sekali malam ini." Kata Inge sembari mendekati Ziyan.
"Kamu nggak lapar, Sayang?" Tanya Inge.
"Lapar, Ma. Ziyan pengen bakso deh." Kata Ziyan.
"Ya udah, kita makan bakso terus pulang ya." Kata Inge.
"Iya, Ma." Kata Ziyan sembari mengikuti Mamanya. "Coba Papa bisa ikut ya, Ma. Pasti lebih seru." Lanjutnya.
"Papa janji akhir pekan akan mengajak kita jalan-jalan." Kata Inge mengingatkan.
"Iya, Ma. Aku nggak sabar." Kata Ziyan semakin bersemangat.
Inge tersenyum kemudian mengusap lembut kepala putranya.
***
Inge tengah bersiap-siap, ia mengenakan dress selutut berwarna hitam, dressnya longgar tidak membentuk tubuh, lehernya sedikit terbuka, Inge mengenakan anting berwarna hitam dan sebuah kalung kecil di lehernya. Malam ini suaminya mengajaknya ke sebuah acara pesta salah satu partner bisnisnya, yang hadir tentu saja orang-orang berpengaruh.
"Kamu cantik sekali." Puji Arman begitu melihat Inge selesai berdandan.
"Makasi, Mas. Kamu juga cakep." Puji Inge.
"Ayo, kita tidak boleh terlambat. Banyak orang penting yang akan datang. Dan mereka berpotensi besar untuk bekerja sama dengan perusahaan kita." Kata Arman.
"Iya, Mas." Inge tersenyum lalu mengikuti suaminya naik mobil. Tidak hanya Arman, Inge juga melihat peluang bisnis. Ia bisa berkenalan dengan orang-orang baru yang sudah jelas kaya. Ia bisa memprospek mereka untuk menjadi nasabahnya.
Pestanya sungguh meriah, setelah menikmati hidangan, Arman meninggalkan Inge untuk bergabung dengan rekan-rekan bisnisnya. Inge dengan mudah bergaul, ia bisa membuka obrolan dengan baik, ia mengobrol dengan sekelompok istri-istri para pejabat penting. Disela obrolannya, Inge menyelipkan kartu namanya.
Setelah cukup lama mengobrol, Inge undur diri untuk mengambil minuman segar. Inge berjalan di meja makanan dan minuman, ia mengisi segelas jus jeruk, saat akan berbalik ia tidak sengaja bertabrakan dengan seseorang. Beruntung ia bisa menjaga keseimbangannya sehingga jus jeruknya tidak tumpah dan mengenai pakaiannya.
"Maafkan saya, saya tidak sengaja." Kata laki-laki yang menabrak Inge.
"Tidak apa-apa, lain kali hati-hati." Kata Inge, lalu kembali ke mejanya.
Pesta berlangsung meriah, jam tangan Inge menunjukkan waktu sudah pukul sebelas malam. Ia mencari suaminya untuk mengajaknya pulang. Para tamu undangan yang lain juga sebagian besar sudah meninggalkan pestanya.
"Kok nggak diangkat sih?" Kata Inge sembari terus menghubungi suaminya. Inge berjalan mencari suaminya, siapa tahu ada diantara mereka yang masih berbincang.
Inge melihat sebuah ruangan, di dalamnya terdengar seperti suara musik. Mungkin itu ruangan karaoke pikir Inge. Baru saja ia akan membuka pintunya, suaminya keluar darisana.
"Mas Arman." Seru Inge terkejut.
Wajah Arman juga tidak kalah terkejut dengan Inge. "Kamu ngapain disini." Tanya Arman.
"Nyari kamu lah, Mas. Sudah lewat jam sebelas malam, aku mau ngajak pulang." Kata Inge.
Arman berdehem kemudian menarik tangan Inge, "Ya, sudah. Kita pulang." Ajak Arman.
Inge merasa aneh dengan sikap Arman, tapi ia segera menghapus pikiran negatifnya. Setelah pamit dengan pemilik pesta dan juga rekan-rekan lainnya Arman dan Inge pulang.
"Kamu minum alkohol, Mas?" Tanya Inge begitu mencium aroma alkohol.
"Sedikit nggak apalah, di pesta juga. Dan sepertinya beberapa proyek besar sudah menunggu." Kata Arman semangat.
Inge tersenyum, "Alhamdulillah ya, Mas. Aku ikut senang." Kata Inge.
"Kamu harus ikut senang dong, kan uangnya juga buat kamu. Besok aku transfer uang jajanmu." Kata Arman.
"Uang jajan apa uang dapur?" Balas Inge.
"Ya ... sekalian juga." Kata Arman.
"Kalau begitu aku minta lebih." Kata Inge.
Arman menatapnya dengan wajah yang tidak enak. "Kok lebih?" Tanyanya.
"Ya lebihlah, kamu sudah lama nggak kasih aku uang jajan, yang ada cuma uang dapur itu aja aku sering tambahin." Protes Inge.
"Ya, uangku kan dipakai buat beli aset juga, buat masa depan kita." Kata Arman.
"Ya sudahlah, yang penting kali ini aku mau dilebihkan." Kata Inge tegas.
"Iya iya, tumben sih kok kamu mulai perhitungan gitu?" Tanya Arman. Iya, baru kali ini Inge protes tentang uang belanja dan uang dapurnya, sebelumnya tidak pernah, tapi menurut Arman nggak apa-apalah kali ini aja, mungkin ada yang mau dibeli pikirnya.
Saat Inge keluar dari mobil untuk membuka pintu gerbang, ternyata Mbak Hanah, tetangganya menyapanya.
"Wah, baru pulang dari pesta ya dek Inge." Sapanya.
"Iya, Mbak Hanah." Jawab Inge seperlunya. Hanah adalah tetangga mereka sejak pertama kali tinggal di komplek perumahan ini. Dan memang ia dan suaminya termasuk orang yang tidurnya cukup larut, mereka sering terlihat berbincang diterasnya sembari minum kopi atau teh. Bahkan saat di akhir pekan Arman dan Farid suaminya_Hanah sering bermain catur bersama.
"Saya masuk dulu ya, Mbak." Pamit Inge, lalu menutup gerbangnya setelah Arman masuk ke dalam.
***
"Mas, enak ya jadi Inge, sering diajak pesta sama suaminya." Kata Hanah pada suaminya.
"Enak dong, kalau ke pesta." Jawab Farid santai sembari menyeruput kopinya.
"Tapi kamu ndhak pernah toh ngajak-ngajak aku pesta." Protesnya.
"La wong ndhak ada undangan gimana mau ngajak, Mah. Kalaupun ada, ya undangannya sama teman-teman satu kantor, acaranya saat jam kantor jadi ya kita ramai-ramailah satu kantor yang hadir. Ndhak ada yang bawa pasangannya." Kata Farid.
Farid kerja di sebuah perusahaan asuransi, sedangkan Hanah menjadi ibu rumah tangga setelah menikah. Sebelumnya ia pernah bekerja di sebuah dealer perusahaan yang terkenal. Usia pernikahan mereka sudah lima belas tahun lebih, sedangkan usia pernikahan Inge baru menginjak usia delapan tahun.
Hanah tertawa mendengar penjelasan suaminya, "iya iya ngerti, tapi paling ndhak ya ajak dong lagi makan ke restoran, ndhak cuma ke angkringan." Protesnya lagi.
"Iya, iya besok kita makan malam di luar, berdua aja ya, anak-anak kita anter ke rumah Ibu." Kata Farid.
"Tengkiyuuuuu suamikuuuu." Kata Hanah memeluk lengan suaminya dengan manja.
"Hmm mulai mulai, ngomong opo toh kamu itu, masuk aja ngantuk." Kata Farid meninggalkan istrinya di teras.
Hanah mencebik, "dasar ndhak tahu yang lagi ngetrend." Omelnya sembari merapikan bekas minuman mereka. Sebelum masuk rumah, Hanah melihat ke arah rumah Inge, "enak banget ya hidupnya, Inge." Katanya, lalu ia menutup pintu rumahnya.
***
Assalamualaikum bestieee new story ya mohon bantuannya like and komen biar semangat apdetnya 😍😘
(Menerima saran dan kritik juga looooo 😊)
Oya, jangan lupa mampir diceritaku yg lain ya, ada cerita horor baru "TELU PURNOMO." 😘😘😘
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top