9 | Rumaisha

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ    

***

Rumaisha menatap nanar handphonenya yang sudah penuh oleh banyak notifikasi. Notifikasi teratas di dominasi oleh Laura, Ratu, Bayu, lalu Gilang. Entah apa yang Gilang ceritakan pada keluarga Bayu sehingga Bayu bisa ikut menelpon dan mengkhawatirkan dirinya.

2 messages from Mary.

Ah, rupanya ada 2 pesan terlewat yang belum sempat Rumaisha baca.

Gadis itu terkekeh mengejek, ia tahu betul yang mengetik pesan itu sudah pasti bukan Mary. Nenek tua itu hanya menyuruh asisten yang selalu bersamanya untuk mengetikkan pesan atas nama dirinya dengan didikte dan dilihat langsung Mary.

From : Mary

Dasar tidak tahu diri! Cepat pulang ke rumah papamu, tidak usah kabur seperti itu. Sudah untung kamu dulu diadopsi Bayu.

Pesan terakhir Mary sangat menohok dirinya. Ia yakin, setelah Gilang bercerita pada Bayu, pria pengecut yang sayangnya adalah mantan papa angkatnya justru mengadu ke Mary.

Ia memejamkan mata sementara tangannya yang menggenggam gelas kian mencengkram kuat gelas tersebut.

PRANG

Dengan sengaja ia mengangkat gelas tersebut dan memecahkannya, tidak peduli bahwa beling serta serpihan kaca ikut menancap dan membuat luka tangannya.

"ARGH!"

Semua pelajaran agama yang ia pelajari tadi menguap. Ia menangis dan meraungi nasib dirinya.

Kalau dulu ia tidak diadopsi Bayu, mungkin ia hanya akan berdekatan dengan Wildan tanpa mempunyai teman di sisinya, sementara Wildan merupakan seorang kakak yang juga disayangi oleh anak panti lain.

Kalau dulu ia tidak diadopsi Bayu dan tidak dekat dengan Wildan, mungkin ia hanya sebatang kara dan terus mengharap kesembuhan ibu Yeni yang sangat peduli terhadapnya, bukan seperti ibu Yeyen.

Kalau dulu ia tidak diadopsi Bayu, mungkin ia tidak akan pernah merasakan hangatnya sebuah keluarga meski hanya sebentar.

Kalau dulu ia tidak—

"Astaghfirullah, abang!"

Ai berteriak kencang memanggil Azzam begitu melihat kamarnya yang ditempati Rumaisha terdapat pecahan gelas serta darah yang terus mengalir dari tangannya. Kondisi Rumaisha yang kacau dengan kain penutup rambutnya sudah tidak lagi menutup bagian tersebut.

Ai ingin sekali menghampiri Mai namun pecahan yang berserakan tersebut membuatnya mengurungkan diri. Ia hanya menangis memanggil nama sahabatnya seraya meminta untuk mengucap istighfar yang sama sekali tidak diidahkan oleh Mai.

Tubuh Rumaisha melemah seiring dengan kedatangan Azzam ke kamar Rumaisha diikuti oleh umi Ratna—orang tua Ai dan Azzam.

"Astaghfirullah, adek. Kenapa temanmu bisa sampai seperti itu?" tanya umi Ratna.

"Tidak tahu, umi. Tadi pas Ai masuk, Rumaisha sudah dalam kondisi seperti itu."

Azzam menghampiri Mai dengan hati-hati karena banyaknya pecahan beling yang berserakan. Ia sedikit terkejut mendengar perkataan adiknya.

"Rumaisha?"

Begitu melihat wajah Rumaisha yang pucat dan tidak sadarkan diri secara langsung, Azzam segera menggendong Rumaisha dan meminta tolong umi dan Ai untuk menyiapkan kamar tamu yang masih bersih di sebelah kamarnya.

"Ya Allah, maafkan hambaMu."

***

"KAMU SEMBUNYIKAN DI MANA ANAK ANGKATMU YANG TIDAK TAHU DIRI ITU?"

Mary berteriak keras di depan wajah Laura yang menangis tersedu. Ratu yang mendekap bahu Laura berusaha menulikan telinganya karena sudah tahu betapa kerasnya nenek sahabatnya.

"Laura tidak tahu, Ma," jawabnya lemah.

"Kamu sama saja seperti anak angkatmu itu. Sama-sama tidak tahu diri! Sudah untung kamu yang ternyata mandul ini dulu dinikahi oleh anakku! Dan sekarang anak angkatmu, hanya aku suruh menikah saja sudah lari seperti ini. Tidak tahu diuntung sudah diadopsi."

Laura terus menangis mendengar Mary Sukma Hartono memaki dirinya serta Rumaisha sambil sesekali diberi minum oleh asistennya.

"BAYU! JANGAN DIAM SAJA KAMU!"

Kini giliran Bayu yang menghampiri Mary, berusaha menenangkan mamanya yang sudah naik darah setelah mendengar hilangnya Rumaisha serta penolakannya terhadap Gilang.

"Kasih tahu mantan istrimu itu, kalau sampai besok Rumaisha belum ditemukan juga, hidupnya yang menderita akan mama buat semakin menderita. Sama dengan Rumaisha dan sahabatnya. Kalian akan tahu balasannya nanti."

Setelah berkata seperti itu, Mary Hartono berjalan keluar dari rumah Laura diikuti oleh asisten setianya.

Bayu mengisyaratkan pada Ratu untuk pulang namun tak lupa mengucap terima kasih karena sudah menemani dan menenangkan Laura selama hilangnya Mai.

"Kalau tidak ada kamu, saya tidak dapat memastikan Laura hanya dimaki oleh mama saja pada hari ini. Beliau pasti dapat berbuat lebih dari itu. Terima kasih, Ratu."

"Sama-sama, om."

Ratu pamit dan memeluk sebentar Laura lalu melangkah keluar untuk memberikan privasi kepada dua orang tersebut.

Namun sebelum ia melanjutkan langkahnya, Ratu berhenti sebentar di depan pintu.

"Om Bayu," panggilnya.

Bayu yang sudah duduk di sebelah Laura menoleh ke sumber suara, "iya ada apa lagi, Ratu?"

"Om adalah papa terbaik yang pernah dimiliki Rumaisha. Rumaisha hanya kecewa karena ternyata kebahagiaan sejatinya bukan terletak pada keharmonisan keluarganya sendiri, terlebih om malah mengikuti nenek Mary untuk menceraikan tante Laura. Om selama ini tidak tahu kan bagaimana hidupnya ketika di rumah yang megah ini hanya ditinggali oleh Rumaisha dan mantan istri om?"

Bayu masih terdiam.

"Saya rasa, Rumaisha saat ini sedang menenangkan diri sambil mencari kebahagiaan sejati yang seperti apa yang ia dapat rasakan tanpa takut untuk ditinggalkan."

***

Jemari Rumaisha sudah terbalut perban yang diberi obat merah. Ai yang duduk di sebelah gadis itu membenarkan kain baru yang sudah menutupi rambut sahabatnya. Jemarinya tidak berhenti mengelus puncak kepala Mai, berharap sahabatnya segera siuman.

Pikiran Ai sedikit berkelana mengingat bahwa baru saja Rumaisha bertekad untuk bertaubat, namun sudah ada cobaan yang menghadang. Ai mengerti, sepertinya Rumaisha belum mendapat 'pegangan' yang begitu utuh dan kuat untuk menguatkannya. Namun Ai yakin, dilihat dari tekad Rumaisha sebelumnya yang begitu semangat berubah, Allah pasti akan menguatkanNya.

"Apapun masalah yang kamu hadapi—terlebih dalam proses hijrahmu nanti, sandarkanlah pada Allah seluruhnya, Mai. Allah Yang Maha Kuatlah yang akan menguatkan hamba-hambaNya," monolog Ai. "Cepat siuman dan sembuh, Mai. Biar kita bisa sama-sama merasakan nikmatnya dekat dengan Allah, sehingga beban hidupmu akan menguap kalau sudah begitu," do'anya.

Umi Ratna, abah, dan Azzam masuk ke dalam kamar tamu. "Belum siuman juga?"

"Belum, mi."

Kini Ai, Azzam, umi Ratna, serta abah berharap-harap cemas sambil mendiskusikan perihal gadis itu.

"Ada masalah apa sebenarnya antara Rumaisha dengan keluarganya? Apa kamu tahu, Ai?" tanya abah.

Ai menggeleng.

"Ai nggak tahu apa-apa, abah. Tapi dari yang Ai nggak sengaja lihat pesan masuknya tadi, sepertinya ada tekanan yang diberikan keluarganya pada Rumaisha."

"Bagaimana bisa? Setau abang, keluarga Hartono begitu ramah, terlebih istrinya. Jadi kalau pun dia mendapat tekanan, istri pak Hartono pasti akan melindungi Rumaisha sekuat tenaga."

Umi Ratna dan abah terdiam mendengar penjelasan Azzam.

"Bagaimana kamu bisa tau itu semua, bang?" tanya umi Ratna heran. "Ai yang lebih dahulu bertemu dengan Mai saja tidak tahu menahu apapun."

"Kamu pernah bertemu Mai sebelumnya?" abah ikut bertanya.

***

الْحَمْدُ للَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْن

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top