3 | Rumaisha
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
***
"Rumaisha. Saya tahu ini terlalu cepat—umm bahkan sangat cepat. Kita baru bertemu belum ada enam kali pertemuan. Tapi saya sudah merasa tertarik dengan kamu."
Rumaisha keringat dingin. Seumur-umur, baru pertama kali ada yang menyatakan perasaan tertarik padanya secara langsung. Sedangkan yang sudah-sudah, hanya menyampaikan lewat surat saat berada di sekolah. Itu pun tidak ia balas karena dirinya yang terlalu tertutup dan takut untuk menjalin hubungan dengan siapapun.
"Saya sudah kepala tiga, Rumaisha. Sudah seharusnya saya melamar seseorang untuk menjalani kehidupan rumah tangga bersama saya, tidak menjalani hubungan tanpa pasti seperti pacaran layaknya anak muda. Tapi karena ini mungkin terlalu dadakan untukmu, kamu mau menjadi kekasih saya? Saya harap hubungan ini nanti bisa berlanjut ke pelaminan, Mai."
"Ma—mas Gilang serius?"
Gilang tertawa kecil. Ia tidak kalah gugupnya dari Rumaisha, tapi ia berhasil menyembunyikan itu. Bahkan berkat pertanyaannya tadi, Gilang jadi sedikit lebih rileks sekarang.
"Saya tidak pernah seserius ini. Untuk apa saya main-main dalam sebuah hubungan di umur saya yang sudah menginjak kepala tiga."
"Tapi kenapa aku, Mas?"
"Saya tidak tahu. Hati saya yang memilih untuk jatuh hati sama kamu sejak awal pertemuan kita."
"Aku nggak tahu, Mas," jawab Rumaisha lirih. "Kasih aku waktu, ya?"
Kepala pria itu mengangguk setuju, walaupun hatinya merasa sedikit kecewa karena tidak mendapat jawabannya sekarang. "Saya akan tunggu waktu itu tiba. Saya harap jawabannya adalah 'ya', Rumaisha."
***
Rumaisha tersadar dari lamunannya ketika suara ketukan pintu kamar terdengar.
Laura masuk ke dalam kamar dengan bibir yang menyunggingkan senyum manis dengan membawa nampan berisi jus jeruk dan camilan.
"Melamun lagi?" tebak Laura. "Anak gadis nggak baik melamun. Lebih baik kamu kirim tuh surat lamaran kerja, Mai."
"Fresh graduate seperti Mai ini pesaingnya banyak."
"Coba saja kamu ambil tawaran dari dosenmu itu sewaktu kamu lulus. Kamu pasti bisa langsung kerja."
"Maaf, ya, Ma," bisik Rumaisha memeluk Laura. "Tapi Mai emang kurang sreg dengan tawaran dosen saat itu. Mai hanya ingin menjadi guru aja, Ma. Tapi nanti, enggak sekarang. Nggak papa, ya?"
Laura tersenyum. "Terserah kamu saja. Pokoknya jangan sampai kamu itu pengangguran. Sayang ijazah kamu itu. Harus dimanfaatkan dengan baik ilmu yang sudah kamu dapatkan."
Usai berkata seperti itu, Laura keluar dari kamar putrinya karena ada panggilan untuk kembali ke tempat kerja.
Rumaisha tersenyum lirih mengingat betapa sayangnya Laura pada dirinya. Laura yang ternyata tidak dapat mengandung dengan tegar menerima dengan lapang dada perceraiannya.
Ya. Lauralah yang menjadikannya alasan semenjak keluar panti untuk mencari kebahagiaan sejati, tidak menjalin hubungan cinta dengan lawan jenis, dan hidup hingga tua bersama mama angkatnya.
Alasan-alasan itu yang membuat Rumaisha bertahan hidup di balik dirinya yang sebenarnya tertekan, namun tidak pernah terlihat di luar.
Tidak pernah ada yang tahu bahwa diam-diam Rumaisha menyimpan dendam pada seorang nenek tua, yang membuat mama angkatnya menjadi sosok tegar seperti sekarang.
Nenek Mary Sukma Hartono.
***
Pagi itu, ketika ia masuk menjadi bagian keluarga Hartono, Rumaisha begitu senang. Ia dimanja, dilimpahkan kasih sayang, dan dikenalkan pada keluarga besar papa angkatnya.
Hari di mana ia bertemu untuk kali pertama dengan Mary Sukma Hartono, wanita tua itu tersenyum senang. Menyambutnya antusias, lalu menggendong dan memanjakan layaknya cucu kandung.
"Namanya siapa?"
"Rumaisha," jawabnya malu-malu ketika Mary menggendongnya.
"Rumaisha, cucu nenek yang cantik. Selamat datang di keluarga besar Hartono," sambutnya kala itu. "Kamu mau apa, cantik? Boneka? Barbie? Minta saja sama nenek, ya. Nanti ikut nenek ke mall . Nenek belikan yang banyak, tidak kalah banyak dari pemberian mama papa."
Tapi di tahun berikutnya, entah kenapa nenek Mary begitu enggan dengannya. Ia menjauhi Rumaisha, tidak ingin lagi menggendong serta memanjakannya. Bicaranya mulai tidak ramah dan segan untuk menjawab pertanyaan Rumaisha yang terkadang masih polos.
Hingga suatu ketika, Rumaisha tanpa sengaja mendengar percakapan nenek Mary dan orang tuanya. Saat itu mungkin ia belum mengerti, tapi ia selalu ingat ketika nenek Mary mencibirnya, mencibir Laura, dan mengeluarkan perkataan menyakitkan pada ibu angkatnya.
"Mana hasilnya? Hah? Delapan tahun kamu menikah dengan wanita ini tapi ia belum kunjung hamil. Lalu ketika mengadopsi Mai tahun lalu untuk 'pancingan', kamu sampai sekarang belum hamil juga, kan?"
"Ma, kami sudah berusaha. Kalaupun Laura tidak bisa hamil, saya ikhlas, Ma. Saya cinta Laura. Hanya bersamanya tanpa anak kami sudah cukup bahagia. Ditambah lagi dengan Rumaisha. Ia sudah saya anggap sebagai anak kandung saya sendiri."
Mary tampak kesal dengan anak sulungnya. "Saya ingin kamu menceraikan wanita tua itu secepatnya. Kamu putra mama dan almarhum papa satu-satunya, Bay. Kamu penerus perusahaan Hartono. Saya nggak mau penerus Hartono harus menikahi wanita mandul kayak dia!"
Setelah berkata seperti itu, Mary keluar dari kamar dan menemukan Rumaisha yang memandangnya dengan tatapan takut.
Gadis kecil itu masih ingat ketika Mary berhenti sejenak hanya untuk berkata, "anak tidak berguna."
***
Rumaisha meremas kertasnya ketika ingatan akan nenek Mary kembali mengusik. Ia benci nenek tua itu. Ia benci Bayu, papa angkatnya yang tidak bisa memperjuangkan cinta mereka dan malah menuruti keinginan Mary untuk bercerai. Ia benci atas segala penderitaan yang Laura rasakan. Penderitaan yang sama seperti dirinya.
Dibuang.
Itulah kenapa ia tidak ingin ada kata 'cinta' dalam pencarian kebahagiaannya. Karena cinta hanya membuat orang-orang untuk terluka. Mertua yang jahat dan seenaknya, suami yang pengecut tidak mempertahankan pernikahan mereka, sedangkan Laura sudah sebatang kara. Beruntung Bayu masih menafkahi mereka dan memberikan 'istana' ini untuk ditempati Laura dan Rumaisha.
"Maafin aku, Laura. Selamanya bakti laki-laki meskipun sudah menikah tetap pada orang tuanya. Aku terpaksa menuruti permintaan beliau untuk bercerai dari kamu dan menerima perjodohan Mama."
Mengingat perkataan Bayu di hadapan mereka, membuat Rumaisha lagi-lagi mendengus kesal.
Bullshit!
Bilang saja kalau Bayu memang menyetujuinya karena ternyata wanita tersebut begitu cantik, dari keluarga terpandang, dan hebatnya lagi belum lama setelah mereka resmi menikah istri papa angkatnya berhasil mengandung. Membuat nenek Mary langsung tersenyum mengejek dan membanggakan menantu barunya ketika ia dan Laura tidak sengaja bertemu di sebuah mall.
Ia tidak akan membiarkan hatinya terlibat terlalu jauh dengan Gilang. Karena ia tidak ingin laki-laki itu mencampakkannya, seperti Bayu mencampakkan Laura dulu dengan alasan yang—ah. Ia malas untuk menyebutkannya.
"Sedikit saja kamu membiarkan hati kamu ikut bermain, dapat dipastikan list kebahagiaan yang sudah kamu tulis akan hilang dalam sekejap. Karena begitu kamu patah hati, kamu pasti akan melupakan tujuan awal kamu, Mai. Mencari kebahagiaan sejati," bisiknya pada diri sendiri.
***
الْحَمْدُ للَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْن
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top