Chapter 08

Faruk telah bersiap dengan mobilnya, akhir pekan ini dia sengaja ingin mengajak Gadis dan Lova jalan-jalan menikmati pemandangan alam atau sekedar menghabiskan cilok di taman aloon-aloon kota. Ingin memberikan surprise, tiba-tiba mengetuk pintu lalu mengajak mereka jalan. Lova tentu saja tidak akan menolak.

Lova sedang bermain di luar dengan kucing tetangga yang sering berkunjung ke halaman rumahnya saat tahu Lova sedang berada di luar rumah.

"Om Faruk mau ke mana, sudah rapi gitu?" Sapa Lova saat melihat Faruk tersenyum setelah mengucapkan salam.

"Mau ikut Om Faruk nggak?" pancing Faruk.

"Om Faruk mau ajak Lova ke mana?" Akhirnya Lova tertarik untuk mendekati Faruk. Berbicara dan membuat kesepakatan hingga sebuah high five kedua tangan mereka sebagai kata deal untuk melakukan sesuatu.

Lova berlari ke dalam rumah. Memanggil Gadis dengan tergesa. Bayangan bisa bermain air di bibir pantai seolah menjadi magnet yang membuat Lova tidak sabar untuk menarik lengan Gadis untuk mengantarkannya.

"Mbak Gadis di mana Pa?" Fariz menunjuk Gadis sedang membantu Mbok Pur mengupas kentang untuk bahan masakan.

"Kamu kenapa kok sepertinya buru-buru gitu?"

"O iya Pa, itu ada Om Faruk di depan ingin bertemu dengan Papa." Fariz mengerutkan keningnya. Setahu Fariz Faruk memang dekat dengan Lova, bukan, lebih tepatnya Faruk menyukai anak kecil sehingga dia bisa dengan mudah menjadi sahabat anak-anak di kompleks perumahan mereka. Namun, yang Fariz heran, mengapa akhir-akhir ini Faruk justru sering mengajak Lova pergi?

Ataukah itu hanya sebuah modus, agar Faruk bisa berdekatan dengan Gadis yang akan selalu menemani Lova ke mana pun dia pergi? 'Ini tidak bisa dibiarkan,' batin Fariz.

"Lova dan Mbak Gadis pergi dulu dengan Om Faruk ya Pa?"

"Boleh, tapi Mbak Gadis akan belanja dengan Papa."

"Loh kok gitu?" Lova memandang ketiga orang dewasa di dekatnya dengan penuh tanda tanya. Meski terlihat kalem Gadis juga kaget dengan jawaban majikannya. Setelah beberapa kali dia mendengarkan curhat mini versi majikannya mengapa justru kini mengajaknya belanja?

Masih berpikir positif, mungkin hanya alasan untuk melarang Lova pergi tanpa perlu menyakiti perasaan Faruk atas penolakan itu. Namun, mengapa harus Gadis yang menjadi alasannya?

"Bukannya Papa harus pergi bekerja? Mama sudah pergi ke kantor dari tadi pagi."

"Sekarang kan hari Sabtu Lova? Memangnya kamu lupa? Kan tidak masuk sekolah juga."

"Biasanya Papa juga bekerja," jawab Lova jujur.

"Tidak, sekarang Papa libur kerja untuk hari Sabtu dan Minggu." Gadis bersyukur, permintaannya dikabulkan oleh sang majikan. Lova memang butuh perhatian orang tuanya bukan hanya sekedar pemenuhan materi saja.

"Belanjanya besok saja Pa, Lova ingin ikut. Tapi sekarang Lova mau ke pantai dulu dengan Om Faruk dan Mbak Gadis."

"Lova pergi dengan Om Faruk, Papa pergi dengan Mbak Gadis, adil kan?" Tampak Lova berpikir. Buktinya dia lama berdiam diri dan bisa ditebak seperti apa kelanjutannya, dia bertanya kepada Gadis apakah mau berbelanja dengan papanya atau ingin ke pantai bersama Faruk.

Tentu saja Gadis tidak bisa menjawab, bukan berarti dia mengiyakan ajakan belanja tuannya tetapi jika dia memilih mengikuti ajakan Faruk, papa Lova akan memarahinya. Semua tergambar jelas dari raut wajah tidak suka melihat keberadaan Faruk di rumahnya, menurut pandangan Gadis.

"Maaf, kalau begitu kapan-kapan saja ya Lova kita ke pantainya. Nanti kita atur lagi deh waktunya." Gadis dan Faruk saling menatap canggung tapi kemudian Gadis memilih untuk memangkas tatapan mereka. Tidak ingin Faruk mengetahui apa yang tersimpan di dalam hatinya.

Jujur, jika di depannya adalah suatu kebenaran, Gadis tentu akan memilih pergi bersama Faruk. Lagipula, sejak kapan sebagai pengasuh Dealova, Gadis juga memiliki pekerjaan untuk belanja kebutuhan rumah? Sepertinya hal itu audah dilakukan Mbok Pur setiap bulan di supergrosir yang ada di kompleks pertokoan sebelum masuk ke perumahan ini.

Fariz benar-benar membuktikan ucapannya. Setelah kepergian Faruk, dia mengajak Lova dan Gadis pergi dengan mobil mewahnya.

Ini bukan tentang belanja bulanan seperti yang ada di pikiran Gadis. Fariz membelokkan mobilnya ke sebuah butik yang Gadis tahu itu bukanlah butik sembarangan.

"Kita belikan baju untuk Mbak Gadis dulu, Lova mau kan pilihin untuk Mbak Gadis?" kata Fariz kepada Lova yang membuat Gadis terhenyak. Pakaian puluhan juta untuk seorang pembantu? Rasanya sangat tidak masuk akal.

"Maaf Pak...." Fariz menatap Gadis hingga membuatnya mengkerut.

"Tidak ada tawar menawar, saya hanya ingin kamu tampil modis saat jalan dengan saya dan Lova." Untuk apa tampil modis saat jalan dengan majikan, bukannya harus ada pembeda antara majikan dan pengasuh anaknya? Otak Gadis berpikir keras, sepertinya memang ada yang tidak beres dengan majikannya ini.

Tentu saja ini bukan hal yang asing bagi Gadis. Mengenakan pakaian mahal dengan model vintage, hanya saja kini lebih pada risih. Menerima berarti dia mengiyakan, menolak apalah sama artinya dengan ketidaksopanan. Gadis masih menimbang pakaian yang baru saja dicobanya itu di tangannya.

"Bapak maaf, sepertinya pakaian ini terlalu mahal untuk saya pakai. Saya takut nanti malah saya tidak bisa berjalan karena keberatan." Fariz tertawa, memperlihatkan barisan giginya yang rapi. Di usianya yang semakin matang dia memang terlihat begitu menawan. Terlebih dengan kantong tebalnya sebagai seorang konglomerat.

"Pakailah, sebagai hadiah dari saya, karena kamu telah mengasuh Lova dengan baik."

"Iya, Mbak Gadis. Bajunya bagus loh. Mbak Gadis kelihatan cantik banget kalau pakai itu, apalagi kalau rambutnya digerai," celetuk Lova yang melihat bagaimana Gadis terlihat menarik dengan pakaian yang baru saja dicobanya.

"Tuh Lova saja tahu, Mbak Gadis cantik." Fariz kembali tertawa melihat ke arah Lova. "Apalagi papanya," bisik Fariz yangembuat Gadis merinding seketika saat dia melewati Fariz untuk mengembalikan pakaian itu kepada pelayan butik.

"Bungkus saja Mbak, atau sekalian dipakai saja Dis. Pakaian kamu yang sekarang saja yang dibungkus. Mbak, tolong bantu ya, biar saya bayar di kasir."

Keengganan tidak lagi berarti, pada akhirnya Gadis keluar dari ruang pas dengan mengenakan pakaian baru keluaran butik ternama itu.

"Namanya juga sugar baby, pura-pura polos supaya ngalirnya kenceng." Hanya bisikan dari mulut orang tidak bertanggung jawab yang semakin membuat hati Gadis meradang.

Dia bukanlah jalang, dalam hati Gadis selalu menekankan kalimat itu. Ataukah dia memang layak untuk menerima stigma seperti itu setelah tragedi yang menimpanya beberapa bulan yang lalu?

------------------------------------->> 🐾🐾

to be continued
Blitar, 27 Mei 2022

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top