Chapter 03
Sudah ada yang nangkring nungguin Gadis datang???
.
.
.
Eits, teken bintang dulu
Tidak ada lagi waktu untuk bermalas-malasan. Hidup itu memang harus berjuang. Beruntunglah jika sedari kecil Gadis terlatih sebagai anak yang mandiri. Kini saat dia harus mencoba bekerja sebagai seorang nanny, Gadis berusaha untuk menjauhkan diri dari keluhan dan banyaknya pertanyaan, 'mengapa harus aku, Tuhan?'
Gadis telah berganti dengan pakaian dinasnya, berkenalan dengan seorang gadis kecil berusia tujuh tahun yang baru saja masuk SD bernama Lova. Lova yang cukup manis tapi seringkali menampakkan kerutan di keningnya tanda dia tidak menyukai akan suatu hal.
"Mbak Gadis, setiap hari nanti mengantarkan Lova ke sekolah, memastikan kebutuhan Lova, termasuk makanannya dan menemaninya belajar di malam hari. Akan ada sopir yang nanti akan mengantarkan kemana pun yang Lova inginkan, tugasmu hanya menemani Lova dan memastikan bahwa dia baik-baik saja." Jika melihat penampilan wanita yang sedang bicara di depannya, Gadis yakin bahwa mamanya Lova ini adalah wanita karir sama seperti mamanya.
"Baik, Bu."
"Lova, cepat Nak. Kemari, Mama ingin memperkenalkan mbak baru padamu."
Tatapan sinis Gadis terima dari gadis berseragam putih merah yang kini berdiri di hadapannya.
"Lova, ini Mbak Gadis, mulai hari ini kamu ke sekolah diantarkan oleh Mbak Gadis ya." Lova mengangguk pasrah, lalu mengikuti ajakan mamanya untuk sarapan bersama sang papa.
Gadis mengikuti langkah mereka hingga di meja makan. Memandang sekilas kepada majikan laki-laki yang telah siap duduk untuk memimpin sarapan mereka.
"Mbak, aku nggak mau sarapan. Aku mau makan di mobil saja!" kata Lova ketus.
"Tapi kan papa dan mama Non Lova sedang sarapan, jadi sebaiknya Non Lova ikut sarapan juga," bisik Gadis lirih.
"Aku bilang nggak mau ya nggak mau!" Lova membanting sendok dan garpu di atas piring yang masih kosong hingga suara nyaring tiga benda bergesekan itu membuat suasana di meja makan menjadi tidak nyaman.
"Maaf," kata Gadis sambil menunduk.
"Ambilkan tasku di kamar, Mbak. Kita berangkat sekolah sekarang!" Beruntunglah sebelumnya Gadis telah diberi tahu di mana letak kamar nona mudanya ini.
"Tunggu sebentar, Mbak ambilkan dulu." Sebelum berjalan ke kamar, Gadis berjalan mendekati Mbok Pur. ART yang tadi pagi berkenalan dengannya. "Maaf, Mbok. Bekal untuk Non Lova bagaimana ya?"
"Beres Mbak Gadis, biar Mbok siapkan. Mbak Gadis turuti permintaan Non Lova saja, sebelum marah-marahnya kambuh."
"Memang sering seperti itu ya Mbok?" Mbok Pur menatap Gadis sebentar kemudian mengangguk. "Kasihan Non Lova...."
"Mbak, ayo kita berangkat. Nanti aku telat!" Gadis kemudian berjalan dengan cepat menaiki tangga dan mengambilkan tas sekolah milik nona mudanya.
"Ayo, Non kita berangkat," ajak Gadis.
"Lama banget sih!"
"Maaf, kan harus nyiapin bekal sarapan Non Lova dan mengambil tas di kamar." Gadis bersikap sangat bersahabat. Namun Lova masih menunjukkan aura permusuhan. "Sudah salim belum sama Papa dan Mama?" tanya Gadis yang dijawab dengan kerutan kening Lova.
"Salim dulu ke Papa dan Mama, supaya nanti di sekolah nilainya Non Lova bagus terus." Meski dengan perasaan kesal Lova mengikuti langkah Gadis kembali ke ruang makan.
"Loh kok kembali, katanya takut terlambat?" tanya Fariz, papa Lova.
"Tuh kan, Mbak. Untuk apa salim?" Gadis tersenyum lalu memberikan jawaban untuk mewakili Lova.
"Maaf Pak, Bu, Non Lova ingin salim dan berpamitan sebelum berangkat ke sekolah. Supaya selamat sampai di sekolah dan mendapatkan nilai bagus."
Mendengar kalimat panjang dari Gadis bukannya menyambut Lova, Fariz dan Novana saling memandang. Sampai suara Lova memecah keterkejutan mereka.
"Sudahlah Mbak, kita berangkat saja, ayo!" Gadis tetap bergeming dan meminta nona mudanya untuk mendekat kepada orang tuanya. Sambil mengulurkan tangan, meski Gadis harus membantunya. Sepertinya gengsi nona mudanya ini mulai terbentuk sedari kecil atau memang dari awal mereka tidak pernah memperkenalkan budaya seperti ini.
Drama meja makan telah usai. Gadis melihat Lova berubah dalam sekejap. Dia menjadi anak pendiam, bahkan menurut saja saat Gadis menyuapi sarapannya hingga tandas di mobil.
"Mbak, tungguin sampai aku pulang! Aku nggak suka ditinggal-tinggal," kata Lova sebelum dia berlari menuju kelasnya.
"Baik, Non. Hati-hati Non Lova jangan berlari."
Mengenal Lova satu hari seakan menghempaskan Gadis pada masa kecilnya. Menjadi anak tunggal dengan fasilitas, teman-temannya selalu bilang dia anak yang beruntung. Namun, sesungguhnya dalam hati Gadis dia selalu merasa iri setiap pengambilan rapor di sekolah mereka selalu didampingi orang tua, sedangkan dirinya hanya bersama sopir keluarga.
Turun dari mobil, setelah seharian berjalan mengelilingi mall hingga membuat kaki Gadis bengkak. Karena selain kehamilannya yang membuatnya cepat merasa lelah, Gadis juga takut berada di tempat umum, bagaimana jika ada orang suruhan papanya yang berhasil mengendus keberadaannya? Gadis mendapati seorang pria yang sepertinya sudah mengenal Lova sedang berolah raga di jalan yang ada di depan rumah Lova.
"Baru pulang, Lov? Wah, ada Mbak baru ya?" tanya pria itu memandang Gadis sekilas.
"Iya, Om Faruk kok tumben olah raga sore, biasanya pagi sebelum Lova berangkat sekolah." Gadis mengangguk perlahan lalu mengajak Lova masuk.
"Kita masuk ke rumah dulu, Non."
"Iya dong, biar sehat. Tadi pagi bangunnya telat. Lova sih nggak bangunin Om Faruk."
"Sama dong, Lova juga telat bangun," jawab Lova dengan suara renyah. "Oh iya, Mbak. Ini Om Faruk, teman main Lova. Tuh rumahnya berhadap-hadapan sama rumah Lova." Mata Gadis mengikuti jemari Lova yang menunjuk rumah mewah di depan rumahnya. Sebelum akhirnya terpatahkan oleh uluran tangan pria yang sedang memegang jump rope di tangannya.
"Faruk."
"Gadis." Menerima uluran tangan pria yang bernama Faruk. Hati Gadis tidak menampik bahwa senyuman milik Faruk terlihat manis dan 'sedikit' menawan. Gadis memilih berpamitan dengan menggenggam tangan Lova untuk mengajaknya masuk.
"Lova, besok pagi kita jogging bareng ya. Jangan lupa mbak barunya diajak."
Meski Gadis tidak menjawab, tapi dia tahu kalau nona mudanya tersenyum, menganggukkan kepalanya lalu melambaikan tangan tanda perpisahan mereka. Gadis mulai menduga, bahwa pria bernama Faruk ini adalah mood booster untuk Lova.
"Mbak, jangan lupa. Besok pagi bangunkan aku jam lima, aku mau jogging sama Om Faruk."
------------------------------------->> 🐾🐾
to be continued
Blitar, 22 Mei 2022
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top