TUJUH
Sebelum mulai baca tekan votenya dulu dong~
Jangan lupa tinggalkan emoticon love sebanyak mungkin di kolom komentar :)
"Telat! Aduh mampus!" Aku buru-buru keluar paviliun, memakai flat shoes yang tiba-tiba terasa sulit untuk dipakai. "Mana laper," gumamku pelan.
Aku tidak sempat untuk meminta makan dengan Mbok Ani. Toleransi telat di So Tasty Indonesia itu 30 menit dalam satu bulan. Sementara sekarang sudah lewat sepuluh menit dari jam absen, jika jalanan macet aku bisa dipotong gaji dua ratus ribu rupiah.
"Zem, banyak kali potongan gaji lo," keluhku sambil berlari menuju depan komplek. Kebetulan di depan ada pangkalan ojek. Aku sudah tidak sempat lagi memesan ojek online dan menjelaskan titik penjemputan dimana. Belum lagi kalau si abang ojek tersesat salah masuk lorong.
"Bang! Buruan Bang!" Aku menepuk-nepuk tangan si abang ojek yang sering mengantarku. Kalau sudah kepepet abang ojek pengkolan memang yang paling oke!
"Tarik Sis!" tuturnya membuatku memutar bola mata sebal.
Jangan tanya bagaimana peforma si abang ojek, luar biasa ngebutnya. Terpenting buatku, walaupun telat jangan sampai lewat tiga puluh menit. Aku belum ada telat selama bekerja di So Tasty Indonesia. Iya! Satu bulan lama sekali!
"Ini Bang, kayak biasa kan?" Aku memberikan uang pas kepada abang ojek dengan buru-buru. Melepas helm dan meletakkannya di atas spion motor Si Abang.
Aku berlari terburu-buru sembari membuka ponselku. Mencari aplikasi milik Group Caton, membuka bagian attendance dan mulai mengambil selfie. Setelahnya, muncul durasi aku telat dan tulisan late segede gaban.
Untunglah hari ini Felix tidak ada di tempat. Seingatku kemarin dari hasil menguping, Felix harusnya keluar kota. Aku juga hanya bertugas membantu persiapan ruang pertemuan. Setidaknya, aku tidak kena omelan Felix karena telat dan tidak membuat kopi pagi.
"Duh Zem! Lo kemana aja? Pak Bos nyariin, lo nggak buatin kopi dia?" tanya Chika saat kami berpapasan di pantry. Aku memang ke pantry So Tasty Indonesia dulu untuk meletakkan tas di loker.
Aku mengernyit heran. "Pak Bos? Bukannya ke luar kota?" Aku menatap wajah Chika yang kusut-masut.
"Besok! Ya kali malam ini ada acara Boss pergi." Chika mendelik padaku.
"Ya sudah sini gue yang lanjutin." Aku mengambil alih tugas Chika. Dia sedang membuatkan kopi untuk Felix, itu terlihat dari cangkir yang ada di depan Chika, cangkir khusus milik Felix. "Kenapa nggak beli di café bawah?" tanyaku lagi.
Chika menghela napasnya pelan, dia seperti baru saja berhasil keluar dari tempat berbahaya. "Gue bilang lo lagi ke toilet. Padahal lo telat kan?" cibir Chika yang membuatku tertawa, membenarkan sindiran Chika. "Gue balik ke meja. Ingat! Gue bilang lo ke toilet!" pesan Chika kemudian.
Jika tidak ada Chika yang membantuku, sudah pasti aku akan diamuk Felix. Aku bisa telat seperti ini karena tidak bisa tidur semalaman. Aku kepikiran dengan perilaku aneh Felix. Belum lagi usapannya di kepalaku, membuatku semakin gila senyum-senyum sendiri.
Sikap Felix semalam seperti membuka kotak usang mengenai kenangan kami dulu. Bagaimana Felix memperlakukanku dengan sangat baik. Felix memang banyak berubah, aku juga tidak tahu ada apa dengan Felix. Dia seperti menjadi lebih tertutup dari yang dulu.
💌💌💌
"Ini Pak kopinya." Aku meletakkan secangkir kopi di atas coffee table depan Felix.
Di dalam ruangan Felix ada seorang wanita cantik. Keduanya duduk bersebelahan di sofa, di coffee table sudah ada secangkir teh. Aku tidak mau ambil pusing dengan dari mana dan kapan teh itu dibuat. Aku hanya penasaran siapa perempuan cantik ini?
"Ngapain? Saya dan Felix mau bicara bisnis!" tekan wanita itu saat melihatku diam saja.
Aku menatap perempuan itu, tersenyum dengan lebar dan berkata, "Okay ... judes banget ya ampun." Bagian kalimat setelah okay jelas aku ucapkan dengan pelan. Tidak berani dengan volume besar, takut disiram kopi dengan Felix.
Aku keluar dari ruangan Felix, aku berjalan menuju meja Chika. Kepalaku bergidik pelan ke arah pintu ruangan Felix. Memberikan kode kepada Chika, bertanya siapa yang ada di dalam.
"Ibu Leta dari Gemilang Indonesia," sahut Chika.
Gemilang Indonesia? Setahuku GI merupakan anak perusahan dari Group Caton yang bergerak di bidang sandang, alias pakaian.
"CEO?" tanyaku memastikan dan Chika mengangguk.
Pantas songong! Tuturku di dalam hati.
"Gue bantu ruang pertemuan dulu ya!" Aku melambaikan nampan plastik di tanganku. Berjalan meninggalkan Chika.
💌💌💌
Aku melihat bunga plastik di bagian atas dekat mimbar lepas dan terlihat tidak bagus. Terasa sangat kosong, pokoknya mengganggu mata. Aku pun mengambil bunga plasti yang terjatuh, menyeret kursi yang ada di dekat sana.
"Tinggi banget," gumamku yang terus berusaha menjinjit untuk menggapai ruang yang kosong. Aku hanya tinggal menempelkannya saja, sudah ada jarum di bagian belakang bunga.
Aku menghela napas pelan, mengumpukan energi untuk bisa menjinjit lebih lagi. Walaupun sepertinya agak mustahil terjadi. Aku terus berusaha menggapai tempat si bunga malang. Tiba-tiba saja aku merasa kursi yang aku naiki bergerak pelan.
Saat menoleh ke sebelah bawah, aku melihat Felix berdiri di sana. Karena kaget dengan keberadaan, Felix aku justru kehilangan keseimbangan. "Mati gue!" pekikku pasra jika harus jatuh terjerembab ke lantai panggung.
"Belum mati lo."
Suara Felix terasa berat. Aku meringis pelan karena merasa malu terjatuh ke arah Felix. Saat ini aku masih berada di atas kursi, tetapi tanganku berada di pundah Felix. Sementara tangan Felix memeluk pingganggu.
"Shit!" umpatku pelan.
"Gue SP ya lo ngumpatin gue mulu," ancam Felix yang mendorongku agar aku berdiri dengan benar.
Aku berdeham pelan, menetralkan suasana yang berubah aneh seketika. Melihat bunga di tanganku, aku hanya bisa menghela napas pelan. Ngomong-ngomong pundak Felix tadi kena tusuk jarumnya nggak sih?
"Turun lo!" perintah Felix tajam.
Aku lekas turun dari kursi saat Felix menjauhkan kursi tersebut. Dia kemudian berjongkok di depanku. Aku menatap Felix aneh dan tidak paham.
"Naik ke pundak gue," ujarnya kemudian. "Buruan!" serunya lagi saat melihatku tidak bergerak.
Melirik ke arah sekitar, aku melihat karyawan yang ada di ruang pertemuan melihat kami dengan penasaran. "Banyak orang bego! Masa gue digendong lo," tolakku.
"Udah naik aja, bawel bener sih Zem!" perintah Felix yang tidak sabaran.
Melihat Felix, aku jadi takut dia marah. Aku mengikuti perintah Felix, naik ke atas pundaknya. Digendong di pundak itu mengerikan karena tinggi banget. Ini kalau jatuh aku bisa-bisa menjambak rambut Felix tiba-tiba.
"Pegang tangan gue yang kiri." Felix mengarahkan tangannya. Aku memegang tangan Felix agar seimbang di atas pundaknya. Tangan kananku mulai menggapai tempat yang kosong saat Felix berdiri.
Aku tersenyum bangga saat akhirnya berhasil menyematkan bunga plastik di tempatnya. Secara refleks tanganku memegang kepala Felix, menepuknya sedikit. Nggak refleks juga sih, agak-agak sengaja.
"Kalau jatuh kira-kira patah tulang nggak?" Aku bertanya karena memang penasaran.
"Mau coba?" tawar Felix yang langsung membuatku takut.
"Turunin gue!" pintaku akhirnya.
💌💌💌
Emang ada aja ya kelakuannya Felix sama Zemira.
Btw, malam minggu mereka kok bikin baper sehhhh!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top