Tiga Sosok yang bercerita

Aku hanya mengangguk secara perlahan, seolah-olah setuju, lalu sosok wanita cantik berambut panjang itu langsung tersenyum setelah mendapat persetujuanku.

Dia mendekat, melayang di atas ranjang, lalu duduk bersimpuh tepat di samping lututku. Sosok wanita cantik itu menolehkan kepalanya perlahan padaku. Meskipun parasnya sangat cantik, tetapi aku tetap bergidik ngeri.

Apalagi dengan kehadiran mereka bertiga dalam waktu yang bersamaan, membuat suasana di dalam kamar ini semakin terasa sangat mencekam.

Pintu kamar tiba-tiba tertutup dengan sendirinya. Seperti enggan jika keberadaan mereka diketahui oleh teman-temanku yang lain. Sempat tebersit dalam pikiran, mereka akan menunjukkan bagian dari kisah masa lalu juga, layaknya apa yang biasa dilakukan oleh Nenek saat bersamaku di dimensi lain beberapa waktu lalu. Namun, ternyata dugaanku salah.

Wanita berparas cantik itu kemudian menggerakkan jemari tangan, seolah-olah memberi isyarat kepada dua sosok lainnya. Kemudian, kedua sosok yang lain mulai bergerak. Kulihat, hantu Noni Belanda berkepala buntung tadi mengangkat kepalanya, berusaha memosisikan agar sejajar dengan lehernya.

Diikuti oleh sosok yang ada di belakangku. Dia meletakkan kedua tangannya di bahu. Sekilas, kulihat jemarinya yang pucat pasi, dihiasi kuku yang hitam dan sangat runcing. Aku mulai khawatir, takut jikalau sewaktu-waktu dia bisa mencekikku.

Namun, sosok hantu wanita yang sedari tadi berada di belakangku itu justru malah beranjak ke arah samping. Lalu, duduk tepat di samping kananku.

Namun, hal yang membuat jantungku kian berdegup kencang adalah saat melihat kepala hantu Noni Belanda berseragam hitam itu jatuh dari genggaman tangannya.

Berulang kali wanita itu meraih kembali kepalanya yang jatuh. Lalu, meletakkannya kembali di lehernya yang menjijikan.

"Bisakah kalian hentikan? Sungguh, aku tak nyaman melihat kalian seperti ini," ucapku sedikit memberanikan diri.

Lalu, wanita cantik tadi mulai tersenyum dan menjawab perkataanku, "Kami hanya ingin mengatakan sesuatu padamu saat ini. Di antara teman-temanmu, hanya engkau yang paling berani dan mau berbicara pada kami. Sejujurnya kami juga tak ingin mengganggu kalian. Namun, di antara salah satu temanmu itu, ada satu orang yang sedang mengandung. Bau dari tubuhnyalah yang memaksa kami untuk menampakkan diri."

Aku tertegun mendengar penjelasannya. "Bau tubuhnya? Apa ada yang salah dengan bau tubuhnya?" tanyaku memastikan karena sejujurnya, aku tak mengerti maksud dari ucapan sosok hantu wanita berparas cantik itu.

"Kami sangat tertarik dengan bau tubuh seorang ibu yang sedang mengandung. Baunya benar-benar membuat kami tergoda, hingga tak mampu menahan diri."

Aku masih saja tak mengerti dengan apa yang dia ucapkan. Namun, satu hal yang aku tahu pasti adalah Ina sudah berada dalam pengawasan mereka sekarang. "Bisakah kalian berhenti menampakkan diri pada kami?"

Aku ingin memastikan hal itu dengan bertanya. Namun, justru disahut oleh suara cekikikan dari sosok wanita berwajah tengkorak di sebelah kananku saat itu.

"Kami tak ada maksud untuk mengganggu kalian," ucap sosok cantik itu melanjutkan. "Apalagi kami tahu, ada salah satu dari temanmu yang terpilih untuk memiliki buah pinang pemberian dari Suku Moro. Kami tak bisa sembarangan untuk mendekatinya sekarang."

Sejenak, aku langsung teringat kembali bahwa hanya aku dan Asih yang memiliki buah itu, buah pinang pemberian dari kepala Suku Moro saat kami berada di dimensi lain.

Setidaknya, aku masih bisa bersyukur, Asih tidak akan terancam oleh keberadaan para penghuni rumah ini lagi, selama buah pinang itu masih berada di tangannya.

"Tapi kemarin aku tahu, buah itu sudah tak berada di tangannya lagi," ujar sosok wanita cantik itu melanjutkan. "Sepertinya, salah satu dari temanmu telah mengambilnya secara tak sengaja dan nyawanya sedang terancam saat ini."

Seketika, raut wajah sosok cantik itu kini berubah. Yang semula menampakkan senyum manis dari parasnya yang cantik, kini wajah itu menunjukkan ekspresi sangat datar. Wanita cantik itu melihatku dengan tatapan yang tajam.

Setelah mendengar hal yang diucapkannya barusan, sontak saja membuatku khawatir. Salah satu dari temanku jiwanya sedang terancam, tetapi tak tahu siapa yang dia maksud. Kuberanikan diri untuk menjawab, "Aku tahu rumah ini meminta tumbal nyawa, Nenek telah menunjukkannya padaku beberapa waktu lalu. Tapi, bisakah kalian menolong kami?"

Mendengar apa yang baru saja kuucapkan, ketiga sosok itu terdiam. Lalu, tanpa disangka-sangka, hantu Noni Belanda berkepala buntung tadi mulai angkat bicara. "Kami tak bisa melakukannya. Itu sudah di luar kemampuan kami," jawabnya dengan nada datar sembari menyodorkan kepalanya padaku.

Aku langsung bergeser mundur, mencoba menjauh. Melihatnya saja sudah membuat perutku mual dan bergidik ngeri. "Bi-bisakah kamu jauhkan kepalamu dariku?" kataku sedikit gemetar.

Lalu, sosok cantik tadi kemudian melanjutkan. "Hanya ini yang bisa kami sampaikan padamu," ucap sosok cantik itu kembali tersenyum. "Nanti di lain waktu, kami akan menemuimu lagi," tutupnya.

Kemudian, secara perlahan, ketiga sosok itu menghilang dari pandangan. Diiringi suara cekikikan yang semakin lama, ikut larut ditelan suasana kamar yang kembali hening.

Aku memang masih saja gemetar, tetapi yang kini ada di pikiran adalah rasa khawatir. Karena tahu jika salah satu dari keempat temanku sedang terancam jiwanya. Meskipun, belum tahu pasti siapa orangnya.

Dalam hati, aku bertanya. Siapa yang sudah mengambil buah pinang milik Asih?

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top