Kesaksian dari Bidan Naya
Sesampainya di rumah, Rafli tengah menunggu di depan, sementara Shelly dan Asih menjaga Ina di kamar.
Kami masuk dan bidan muda itu dengan sigap memeriksa Ina. Rafli dan Asih masih tetap mendampingi Ina di kamar, sedangkan aku kembali ke teras depan, duduk di sana sembari mengatur napas dan tak lupa pula mengatur sikapku agar jangan sampai nanti teman-temanku tahu bahwa aku sedang grogi karena bidan muda itu.
Namun, tak lama Shelly pun ikut bergabung dan duduk berdua denganku. Sepertinya, Shelly sangat tahu saat melihat kondisiku kala itu.
"Pantesan lama di jalan, ternyata bidannya cantik," celetuk Shelly mencoba mengejekku.
"Apaan sih, Mak?" jawabku sedikit kesal.
"Ciee, cieee, cieee ... Andre lagi jatuh cinta sama bidan cantik, cieee ...." Kali ini, Shelly benar-benar mengejekku dengan ekspresinya yang sangat menjengkelkan.
"Sssttt ... udah sih, Mak, jangan ribut. Tidak enak kalau ketahuan sama Bu Bidan!" sanggahku.
"Halaaah! Kamu tuh, Dre. Kita berdua sudah berteman sejak lama, bukan baru kemarin sore. Kamu itu sudah saya anggap saudara sendiri, yaaa jelaslah, saya tahu kalau kamu lagi suka sama bu bidan itu. Saya hafal sekali dengan kebiasaan kamu, kalau lihat bidan muda atau gadis muda yang dinas di puskesmas, pasti langsung grogi," ucap Shelly, kali ini benar-benar membuatku tak bisa lagi membantah.
"Iya, iya, iya, Mak. Udah sih, kasian Ina, tuh. Kita juga tadinya rencana mau pindah, malah tidak jadi 'kan?" Aku berusaha mengalihkan pembicaraan.
"Iya juga, ya. Padahal kan kita mau pindah, tapi yaaa mau gimana lagi coba, kalau begini?"
"Ya sudah, kalau gitu, kita tunggu saja gimana hasil dari Bu Bidan. Terus, kita musyawarahkan lagi gimana bagusnya. Kita juga tidak bisa paksakan Ina buat pindah kalau kondisinya masih begitu," sahut Shelly.
Aku sejenak terdiam, mulai memikirkan solusi apa lagi yang bisa kami ambil dan baik untuk Ina. Namun, mengingat kondisi Ina seperti itu pun aku tidak tega.
Tak lama, bidan muda itu keluar disusul oleh Asih di belakangnya.
"Mas, Mbak, tadi saya sudah periksakan temannya, Bu Ina hanya terlalu capek. Kalau bisa, besok Bu Ina jangan dulu beraktivitas, ya. Biarkan Bu Ina istirahat dulu," jelas ramah bidan muda itu.
Setelah mengobrol sebentar, bidan muda itu pun pamit undur diri.
"Dre, temenin kakak bidannya pulang sana," ledek Shelly sambil tertawa kecil.
"Iya, iya, Mak. Bawel, ah!" jawabku ketus. Bidan muda itu cuma tersenyum.
Aku pun mengantarkan bidan muda. Namun, baru beberapa langkah, Shelly meledek. "Cieee, Andre jalan bareng sama kakak cantik, cieee! Haha!"
Shelly sepertinya puas meledek. Aku hanya menggerakkan telapak tangan layaknya mengusir seekor ayam.
Saat sampai di pintu pagar, tiba-tiba bidan muda itu bertanya, "Mas, temannya Mas ternyata banyak juga, ya?"
Aku langsung tertegun mendengar pengakuan bidan muda. "Banyak? Kami cuma berlima, kok. Memangnya Kakak tadi lihat berapa?" tanyaku memastikan.
"Tadi saya lihat di kamar, ada lima orang juga Mas di kamar. Perempuan semua. Mbak Shelly yang rambut pendek 'kan? Terus, Kak Asih yang rambutnya ikal. Lalu, ada dua orang perempuan lagi yang rambutnya panjang di kamar itu. Teman Mas cantik semua, ya?" ucap Bidan Muda itu tetap dibarengi senyum manis.
Lho, yang perempuan kan hanya bertiga? Kenapa bidan ini bilang ada lima?
Aku langsung mengerti dan berbasa-basi dengan bidan muda itu. Pikiran yang tadi ingin mencoba menghabiskan waktu bersama bidan muda ini, seketika lenyap, saat mendengar ada dua orang perempuan tak kukenal di kamar Ina.
Namun, aku mencoba menutupi kekhawatiran agar jangan sampai bidan muda ini tahu, ada apa sebenarnya di rumah yang kami tinggali saat ini.
"Kak, maaf ya, saya tidak bisa antar Kakak sampai rumah sekarang. Lain kali, saya mampir lagi ke rumah Kakak. Saya lupa sedang memasak, saya takut gosong," ujarku beralasan.
"Oh, iya. Tidak apa-apa, Kak. Kalau ada waktu luang, Kakak mampir ke rumah saya, ya. Ajak teman-teman Kakak juga nanti," tutupnya, lalu dia pun berpamitan.
Setelah dia pergi, aku langsung berlari ke dalam rumah. Memastikan siapa dua wanita yang tadi dilihat oleh bidan muda.
Kekhawatiranku mulai menyeruak, takut jika wanita yang dimaksud adalah penghuni rumah yang sedang mencoba untuk mengganggu kami.
Sesampainya di kamar tengah, ada Asih dan Shelly sedang memijat kaki Ina, sedangkan Rafli duduk di samping istrinya.
Aku langsung masuk dan melihat sekeliling kamar ini. Benar saja dugaanku, yang dilihat bidan muda sedang berdiam di pojokan.
Yang satunya menyisir rambut di depan cermin, pakaian berwarna putih lusuh, rambut panjang menutupi wajah. Sedangkan wanita yang satunya, sedang duduk di antara kayu di atap rumah ini sembari mengayunkan-ayun kaki.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top