Fakta Terbaru

Aku mulai berjalan menghampiri beliau lalu duduk di sampingnya.

Ingin rasanya aku menatapi wajahnya yang teduh dan penuh kebijaksanaan itu, namun mata ini seakan tak mampu untuk memandanginya terlalu lama.

Nenek itu tersenyum melihatku, lalu beliau mulai membuka obrolan kami di ruangan itu.

"Kamu darimana asalnya nak?"

"Saya lahir di jawa barat nek," jawabku sambil terus menunduk karena tak mampu menjawab pertanyaan beliau sembari menatap wajahnya.

"Kamu tahu kenapa dari awal kalian datang di rumah ini, kalian di ganggu terus-menerus?" Beliau melanjutkan pertanyaannya.

"Ti,,ti,,tidak tahu Nek," jawabku.

aku sedikit gugup saat menjawab pertanyaan ini, entah apa yang tiba-tiba ku rasakan.

Si Nenek lalu melanjutkan kembali perkataannya,

"Apa kamu juga tahu rumah ini sudah di kosongkan berapa lama?"

"Menurut Papa Mirna, beliau bilang rumah ini baru di kosongkan sebulan yang lalu Nek, jadi hanya itu yang kami tahu." Jawabku.

Si Nenek kembali tersenyum lalu melanjutkan perkataannya,

"Rumah ini sudah dikosongkan 10 tahun lamanya nak,"

"Dulu pernah ada beberapa orang yang mencoba tinggal di rumah ini seperti kalian, tapi mereka tak mampu bertahan lama untuk tinggal di rumah ini," jelasnya.

DEG!

Aku terkejut!

Keringat dingin mulai bercucuran di wajahku, aku berusaha menyeka keringat yang mengalir, bisa-bisanya Papa Mirna tega membohongi kami semua dengan beralasan bahwa rumah ini baru di kosongkan sebulan yang lalu?

Di tengah rasa kebingungan dan sedikit rasa kesal, Si Nenek kembali melanjutkan ucapannya.

"Tapi nak, kamu termasuk orang yang beruntung."

"Karena kamar yang kamu tempati itu adalah kamar Nenek."

"Selama kamu tinggal disini, Nenek akan menjaga kamu."

"Tapi Nenek ingin kamu lakukan satu hal, nanti malam kamu buatkan kopi pahit, teh tawar, dan singkong rebus ya!"

"Kamu bisa simpan semua itu di meja ini, dan biarkan sampai besok pagi,"

"Supaya kalian semua selamat untuk malam ini." Ucap Si Nenek dan setelah itu Si Nenek pun menghilang, meninggalkanku di ruang dapur ini.

Baru saja ingin ku tanyakan pada beliau untuk apa semua itu?

Tapi ku pikir lebih baik aku ikuti saja permintaannya daripada terjadi hal-hal yang tidak ku inginkan.

Mengingat salah satu temanku ada yang sedang mengandung juga. Jadi ku mantapkan hati untuk mengikuti saran dari Si Nenek.

**

Sore menjelang maghrib, aku masih tak bisa tidur, pikiranku selalu teringat pada ucapan Si Nenek tadi siang.

Pantas saja saat aku menyapu teras di samping dapur tadi, ibu-ibu yang ku sapa malah bersikap seperti orang ketakutan saat melihatku di rumah ini.

Ternyata rumah ini sudah tak di tempati 10 tahun lamanya.

Meskipun aku tetap berpikir keras, darimana asalnya semua mahkluk menyeramkan yang tadi siang ku lihat?

"Rumah ini benar benar penuh misteri, aku harus cari tahu kebenaran lain dari orang-orang di sekitar sini!"

Aku beranjak dari tempat tidurku, mengambil handuk dan perlengkapan mandi, lalu keluar dari kamar.

Niatku ingin segera mandi untuk menyegarkan tubuh yang lelah sekaligus mendinginkan kepala yang masih penuh dengan tanda tanya.

Saat keluar, aku berpas-pasan dengan Rafli di depan pintu kamarku. Sepertinya dia berniat untuk mandi juga sore itu.

"Saya duluan yang mandi ya Dre," ucapnya sembari mempercepat langkahnya agar dia duluan yang sampai ke kamar mandi.

"Okelah kalau begitu," sahutku dengan nada malas.

Aku memutuskan untuk duduk di dapur, menunggu giliran, sambil ku lihat suasana sekeliling halaman dari balik kaca jendela dapur.

Kaca di ruangan dapur ini terlihat bersih hingga halaman samping rumah pun bisa ku lihat dari dapur.

Aneh rasanya untuk rumah yang sudah 10 tahun tak di tempati manusia, namun rumah ini tetap terlihat sangat terawat,

Aku menduga-duga, mungkin Papa Mirna sering kesini juga untuk sekedar membersihkan agar rumah ini tetap terawat dengan baik.

Di tengah lamunanku saat itu, aku dikagetkan oleh Rafli yang buru-buru keluar dari kamar mandi!

"Ada apa Fli?"

"Mandi kok tidak terdengar suara airnya?"

Rafli langsung menarik tanganku dengan paksa, akupun ikut dengannya ke ruangan depan, kami berdua setengah berlari karena Rafli sangat ketakutan saat itu.

"Woy, kenapa?"

"Lihat sesuatu di kamar mandi ya?" Tanyaku padanya.

"Tadi di dalam kamar mandi, saya melihat perempuan yang kamu bilang tadi siang itu,"

"Perempuan berambut pendek, dia muncul di belakang saya pas saya baru selesai cuci muka!" Jelasnya saraya nafasnya tak beraturan.

"Muncul di belakang bagaimana maksudnya?"
"Saya lagi cuci muka, di tembok depan saya itu kan ada cermin, awalnya sebelum saya cuci muka tidak ada apa-apa,"

"Pas saya selesai cuci muka dan lihat cermin, bayangan perempuan itu terlihat di cermin,"

"Saya lihat ke belakang tidak ada siapapun, tapi begitu saya lihat kembali di cermin, dia ada tepat di belakang saya,"

"Dia tersenyum, tapi senyumnya itu bikin saya takut, makanya saya buru-buru lari keluar!" jelasnya lagi.

Meskipun aku mendengar penjelasannya malah semakin membuatku bingung, namun intinya perempuan yang kulihat di depan kamar mandi tadi siang itulah yang di maksud Rafli.

"Waah sial, bisa-bisa kita semua tidak mandi nih kalau begini caranya," ujarku benar benar kesal.

"Atau begini saja, bagaimana kalau kita mandinya saling jaga?"

"Jadi kalau ada salah satu dari kita yang mandi, yang lain berjaga di pintu depan kamar mandi, kemudian bagi yang sudah selesai mandi, gantian jaga di depan pintu kamar mandi,"

"Kita main keroyokan saja ramai-ramai, bagaimana?" Usulku pada Rafli saat itu.

Rafli meng-iya-kan.

Akhirnya kami semua kompak untuk ikuti aturan yang telah kami sepakati bersama.

Saling menjaga satu sama lain. Hingga sore itu bisa kami lewati tanpa gangguan.

Suasana sejenak aman terkendali, meskipun kami berlima tetap merasa was-was karena sebentar lagi keadaan makin gelap saat memasuki malam.
Aku sempat menduga-duga, jika siang hari saja kami sudah di ganggu, lalu bagaimana dengan malam hari nanti?

Namun karena aku sudah mendapatkan "pesan" dari si Nenek tadi siang, sepertinya aku akan menyetujui permintaan beliau kali ini.

Karena mau tidak mau, kami tetap harus bertahan sebisa mungkin di rumah ini sampai masa kontrak rumah ini habis.

Syukur-syukur jika rezeki kami sangat bagus di pulau ini, kami jadi punya alasan kuat agar bisa sesegera mungkin untuk pergi dari rumah ini!

Oohh yaa, kami disini bukan untuk berlibur, kami hanya para pedagang yang mengadu nasib disini, bertaruh dengan uang seadanya dan berharap mendapatkan rezeki yang banyak dari hasil berjualan di pulau ini,

Karena yang kami tahu, di pulau ini sedang panen cengkeh dan buah pala, dan hal itulah yang membuat kami akhirnya memutuskan untuk datang ke sini.

Bisa di katakan, kami ini sales door to door, masyarakat awam pun sudah mengerti dan tahu pasti soal pekerjaan seorang sales.

Rencana kami besok pagi akan memulai berjualan, namun kami tak pernah menduga jika akhirnya kami berlima harus di hadapkan pada situasi sulit seperti ini.

***

Maghrib telah usai, jama'ah sudah keluar dari mesjid dan mereka bersiap kembali ke rumah mereka masing-masing.

Inilah saat yang kami tunggu-tunggu!

Kami menunggu kedatangan Papa Mirna untuk meminta penjelasan dari beliau, mengapa beliau tega mengarahkan kami agar menginap di rumah ini?

Kami berlima akhirnya memutuskan untuk menunggu kedatangan Papa Mirna sambil duduk bersama di halaman depan.

Yaa, kami berlima menunggu di depan!

Karena dari kami berlima sudah cukup was-was sedari siang, jantung kami seakan di pacu oleh teror penampakan tanpa jeda,

Tak peduli kami sangat lelah, penghuni di rumah ini seperti sedang berlomba-lomba "memperkenalkan diri" mereka pada kami,

Namun cara mereka "berkenalan" itulah yang membuat kami sangat ketakutan!

Terlihat dari kejauhan, ada seseorang sedang berjalan menuju pintu pagar rumah ini,

Yaaa itulah orang yang kami tunggu!

Belum sempat Papa Mirna ucap salam, kami berlima langsung berebut menghampiri beliau layaknya anak-anak yang sedang ingin bermanja-manja pada orang tuanya.

"Ehh,,,ehh,,,,ehh,,,ada apa ini?"

"Kenapa kalian tiba-tiba seperti ini?"

"Saya belum ucap salam lho."

Namun belum sempat Papa Mirna melanjutkan ucapannya, kami berlima menyerang beliau dengan sejuta pertanyaan yang wajib di jawab oleh beliau.

"Iya,,,iyaa,,,iyaaa,,,sabar, nanti saya jelaskan di dalam,"

"Ayo kita masuk dulu ke rumah," ajak Papa Mirna kepada kami.

Kami pun mengikutinya dari belakang, dan sesampainya di ruangan depan, kami memposisikan diri duduk di samping beliau, saling berdesakan sampai Papa Mirna merasa risih karena tingkah kami berlima.

"Kalian ini kenapa sih?"

"Coba duduknya jangan terlalu berdesakan seperti ini, duduk yang rapi, kita bicarakan baik-baik, ada apa sebenarnya?"

Akupun berinisiatif untuk jadi orang pertama yang bertanya.

"Pak, di awal bapak bilang rumah ini baru di kosongkan sebulan,"

"Tapi tadi siang saya baru tahu kalau ternyata rumah ini sudah kosong sejak 10 tahun yang lalu,"

"Yang benar yang mana pak?" Tanyaku pada beliau.

"Lho? Siapa yang bilang kalau rumah ini sudah kosong 10 tahun?" Beliau balik bertanya.

Baru saja aku ingin menceritakan darimana aku tahu hal itu, tiba-tiba saja aku melihat di depan pintu kamar tengah muncul lagi "Si Nenek."

Dia melambaikan tangan, memberi isyarat agar aku tak perlu menceritakan darimana aku tahu hal itu.

Akhirnya akupun terdiam.

Di susul oleh pertanyaan Shelly, Ina, Rafli yang bertanya tentang penampakan yang mereka lihat,

Mereka berebut saling sahut untuk bertanya pada Papa Mirna, meminta kejelasan dari semua keganjilan di rumah ini.

Namun herannya Papa Mirna justru tertawa dan bersikap santai sekali, seolah-olah semua yang kami alami di rumah ini cuma halusinasi kami saja.

Semua pertanyaan kami di bantah oleh beliau dengan santainya.

Menjengkelkan!

"Itu cuma halusinasi kalian saja, saya sering datang di rumah ini untuk membersihkan semua bagian ruangan di rumah ini,"

"Tidak ada tuh yang namanya penampakan seperti yang kalian bilang tadi." Ujarnya sambil tertawa.

"Apa tidak bisa gitu pak, kita pindah saja ke rumah bapak?"

"Kasian Ina, dia belum tidur dari siang tadi pak, padahal dia sudah capek sekali." Rafli mencoba membela Ina, sekaligus beralasan supaya kami bisa pindah dari rumah ini.

"Tidak ada rumah yang lain, rumah saya kecil, sedangkan satu-satunya rumah saudara saya yang kosong yaa hanya rumah ini, lagipula saya sering masuk untuk membersihkan semua bagian rumah ini, aman-aman saja tuh." Tegasnya.

Kami tak mampu lagi untuk membantah penjelasan beliau, terlebih kami sudah menyerahkan uang sewa kami padanya, mau di minta balikpun juga kami merasa tidak enak hati.

Disaat kami masih kebingungan saat mendengarkan penjelasan beliau, kami semua di kejutkan oleh Asih yang tiba-tiba berteriak dan hal itu membuat kami semua terkejut!

"Iiiiiiihhhh,,,ada tangan yang colek pinggang saya dari belakang heueuuuuhh!" Katanya sambil menangis.

****

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top