Beginning

Siang hari itu, di sebuah rumah indekost berlantai dua di Pulau Bacan, Halmahera, Maluku Utara.

Aku dan keempat temanku tengah sibuk mengemas seluruh barang yang akan kami bawa.

Namaku Andre,  berasal dari Bandung, Jawa Barat.

Keempat temanku yang lain, Shelly, dia juga berasal dari Jawa Barat hanya saja dia berasal dari Cirebon.

Asih, asal Flores, Nusa Tenggara Timur, dia yang paling tua di antara kami berlima sekaligus terpendek di dalam tim.

Ina, wanita berkulit kuning langsat kelahiran Manado.

Dan terakhir Rafli, suaminya Ina, dia kelahiran Poso, Sulawesi Tengah,

Rafli ini yang usianya paling muda di antara kami berlima, dan mempunyai wajah paling tampan.

Kami berlima hendak pergi ke sebuah pulau. Menurut info yang kami dapatkan, di pulau tersebut sedang musim panen cengkeh dan buah pala.

Sepertinya hal itu bisa memberikan bayangan untuk kami, di sana ada banyak sumber penghasilan masyarakat yang bisa menguntungkan kami yang berprofesi sebagai sales marketing independen.

***

Saat sampai di pelabuhan, kami berlima langsung berbagi tugas. Dua orang mencari info rumah yang bisa kami kontrak, sedangkan sisanya menjaga barang di pelabuhan.
"Asih, kamu sama Ina di sini aja ya jagain barang kita, saya sama Rafli mau cari rumah atau tempat kost yang bisa kita tempatin buat semingguan," pinta Shelly pada Asih.

Asih hanya menjawab dengan anggukan kepala.

"Mak, saya tunggu bareng Ina sama Asih aja ya, ombak barusan bikin isi perut serasa mau keluar semua sumpah," pintaku pada Shelly.

"Ya udah, saya sama Rafli mau coba cari info, tungguin ya," jawab Shelly sembari beranjak pergi meninggalkan kami di pinggiran pelabuhan.

Seperti biasa, aku selalu memanggil Shelly dengan panggilan akrab "Mak" karena dia adalah leaderku dalam pekerjaan ini.

Di kejauhan masih bisa kulihat Shelly dan Rafli sedang mengobrol dengan dua orang lelaki paruh baya, sepertinya mereka sedang terlibat obrolan serius dengan kedua bapak itu.

Tak lama kemudian Shelly dan Rafli kembali menghampiri kami, disusul dengan kedua bapak yang tadi kulihat.

"Yuk ahh kita bawa barang-barang kita,"ajak Shelly pada kami.

"Kita sudah dapat rumah nih untuk kita kontrak dan yang pasti muraaaahhh," ucap Shelly dengan gaya lebaynya yang khas sambil menggoyangkan tangan kirinya di hadapin kami.

"Emangnya berapa mak?" tanyaku pada Shelly sembari mengangkat  barang bawaanku.

"Cuma 150 ribuan aja. Katanya ada rumah saudaranya yang baru sebulanan kosong, jadi kita disuruh nempatin rumah itu kalau untuk semingguan doang." Jelas Shelly selama kami dalam perjalanan.

Tak butuh waktu lama, hanya sekitar 10 menit berjalan kaki, akhirnya kami sampai di tempat yang kami tuju.

Rumah dengan aksen khas rumah Belanda zaman dahulu. Rumahnya lumayan besar, halamannya juga luas dan adem, karena ada beberapa pohon sirsak di halaman depan dan pohon mangga di halaman samping rumah.

Saat kami mulai memasuki halaman rumah, kedua bapak tadi menjelaskan pada kami agar rumah ini dibersihkan terlebih dahulu, supaya kami nyaman tinggal di sini.

"Nanti kalian sapu-sapu lalu pel lantai rumah ini ya, biar kalian berlima nyaman kalau rumahnya juga bersih," katanya sembari membuka kunci pintu depan.

Setelah pintu terbuka dan kami memasuki rumah ini, ada perasaan aneh yang membuat bulu kudukku meremang.

[Hawa rumah ini terasa berbeda]

Namun, aku tak terlalu memperlihatkannya
kepada keempat temanku, karena aku tahu pasti, mereka semuanya penakut.

Sedangkan aku memang sedari kecil sudah sangat akrab dengan hal-hal mistis, jadi aku sudah tahu hanya dengan merasakan hawanya.

Meskipun saat memasuki rumah ini hawa yang kurasakan begitu kuat, sampai aku pun berpikir sepertinya penghuni rumah ini sangat kuat pengaruhnya hingga aku pun yang sudah terbiasa dengan hal mistis sedari kecil, justru merasakan aura negatif yang sangat besar.

"Nah ini ruangan depan, ada 3 kamar di rumah ini, terserah kalian mau ambil kamar yang mana.

Kalau kalian mau ambil alat untuk bersih-bersih, semuanya ada di bagian gudang di sebelah dapur belakang," ujar salah satu bapak yang mengantarkan kami tadi.

Penjelasan dari beliau membuatku sedikit kaget, karena sedari tadi aku terlalu terbawa suasana di dalam rumah yang sangat hening, namun kesan angkernya sangat kuat.

"Kita bagi-bagi tugas kalau begitu, Rafli dan Mas Andre bagian menyapu, sedangkan Asih, Mbak Shelly dan saya bagian mengepel supaya cepat," usul Ina sambil berlalu ke belakang diikuti oleh Rafli.

Aku pun ikut membantu membereskan barang-barang kami sebelum rumah ini di bersihkan.

Sedangkan Shelly dan Asih malah asik pilih-pilih kamar.

Tak lama kemudian, Rafli kembali ke ruangan depan sambil membawa 2 buah sapu.

Sedangkan Ina ditinggalkan sendirian di dapur, karena dia masih sibuk mencari kain pel.

"Ina di mana Fli?" tanyaku pada Rafli.

"Ada tuh di belakang, sedang nyari pel katanya," sahut Rafli.

Di susul setelah itu, terdengar suara Ina memanggil Rafli di ruangan belakang.

"Fli ...! coba kamu ke sini dulu, bantuin aku nyari pel ... !" teriak ina pada Rafli.

Namun, sebelum Rafli sampai menghampirinya, tiba-tiba dari gudang ada yang melempar kain tepat di hadapan Ina,

Spontan Ina langsung terkejut, lalu tak berselang lama, Ina mendengar suara bisikan

"Pakai kain ini saja, saya biasa menggunakan kain ini untuk mengepel rumah ini." ucap suara bisikan itu.

Suara bisikan seorang perempuan namun tak terlihat wujudnya.

Ina yang terkejut saat mendengar bisikan tersebut lalu mulai melirik ke kanan dan ke kiri.

Berniat hendak mencari siapa pemilik suara yang berbisik tadi namun Ina tak menemukan seorangpun di dapur selain dirinya!

Tanpa pikir panjang, Ina langsung berlari ke ruangan depan, lalu memeluk Rafli sambil menangis,

Rafli dan kami semua jadi terheran-heran dengan sikap Ina yang tiba-tiba seperti itu.

"Kamu kenapa?" Tanya Rafli pada Ina yang masih terus memeluk Rafli dengan kuat.

"Di dapur ada yang melempar kain, suaranya perempuan, seperti berbisik, saya kira itu Asih tapi saya lihat sekeliling dapur justru tidak ada kalian." Rengek Ina sambil tetap memeluk Rafli semakin erat.

["Betul kan dugaanku, pasti ada yang tidak beres dengan rumah ini."] kataku dalam hati.

Lalu aku mencoba menuju dapur sendirian, meninggalkan keempat temanku di ruangan depan, mereka masih sibuk menenangkan Ina yang ketakutan.

Aku perhatikan sekeliling dapur, mataku melihat setiap sudut ruangan di belakang rumah ini.

Di dekat dapur ada jalan masuk sejenis gang kecil yang mengarah ke kamar mandi, ku cek semuanya namun aku tak menemukan apapun selain bulu kudukku yang makin meremang.

["Disini justru hawanya makin terasa,"]

Saat aku sedang fokus memeriksa ruangan ini, tak berselang lama aku merasakan seperti ada seseorang yang meniup telinga kananku dari belakang, aku membalikan badan dan tepat di depan pintu kamar mandi akhirnya aku bisa melihat siapa sesungguhnya penghuni rumah ini!!!

Kulihat sosok itu dengan seksama tanpa mengedipkan mataku, sesosok wanita menggunakan baju kemeja dengan motif bunga dan rok panjang, rambutnya sebahu, dia menyeringai di hadapanku, kepalanya miring ke kanan seakan-akan lehernya patah.

Aku mulai gemetar namun alam bawah sadarku berkata aku pasti bisa, jangan lemah, hal seperti ini sudah sering kali terjadi dalam hidupku!

Kemudian sosok itu berkata padaku,

"ini rumahku, aku tak sudi jika kalian ada disini, pergi dari sini!"

Sosok itu kembali mengulang perkataannya,

"Pergi dari rumahku!"

Sampai akhirnya Rafli dan Shelly menghampiriku yang sedari tadi berdiri mematung di dapur, barulah disitu aku tersadar dan sosok itu menghilang dari pandangan.

*****

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top