PERKARA MEKDI

Belli Uman dan Amir memasuki rumah belakang dengan beriringan, jam sudah menunjukan pukul 10 malam.

"Buru bocah udah malem ini, banyak nyamuk."

"Takut, gelep lampu nya mati," rengek Belli kearah pemuda bongsor dihadapan nya.

"Buru lama bener."

Kali ini Uman menarik tangan gadis itu untuk segera masuk ke dalam rumah.

Rumah belakang memang tampak dua kali lebih seram ketika malam hari, di tambah ketiga bola lampu di dalam rumah itu sudah lama mati.

Dan jangan lupakan fakta bahwa ini adalah peninggalan zaman Belanda.

"Lama lu buruan laper gue," oceh Amir resek.

"Berisik anjir sini senterin gue lupa nyimpen kardus nya disebelah mana," omel Belli kesal.

"Berantem terus lu berdua, cari buru ngantuk gue," ujar uman kesal.

"Lagian ini bocah segala buku semester awal lu beresin sok iyes lu, bikin repot."

Amir yang mengoceh hanya duduk di meja tua disebelah pintu masuk, tangan nya sibuk sendiri memainkan cahaya senter dari hp nya kanan kiri atas bawah berputar putar.

Tiba tiba tangan nya berhenti begitu netra pemuda tampan itu menangkap sesuatu di atas meja billiar.

"Anjir, bikin kaget. Itu manequein kan?" rutuk Amir kepada diri nya sendiri. "Buru udah kelar belum?"

"Udah, kemon pulang."

Uman dan Belli yang sedang memeluk kardus buku nya tersenyum disamping Amir.

"Itu apa dah diatas meja billiar? manequein kan?" tunjuk Amir dengan bibirnya.

Uman dan Belli menoleh kearah yang di tunjuk Amir barusan, meja billiar yang tepat berada diujung rumah.

"Iya palingan punya Mbak Joy, eh mau sekalian dibawa aja apa ya?"

"Lu aja yang bawa gua ogah," tolak Uman sambil berlalu terlebih dahulu.

"Udah yuk buru gua tinggalin lu," ancam Amir yang sudah menutup pintu bersama Belli dan berlari menyusul Uman yang sudah jalan duluan.


***

"Dari mana?"

Raga yang baru selesai membuang sampah heran melihat ketiga bocah kosan nya berlarian dari arah lapangan basket.

"Dari rumah belakang?" jawab Uman sambil berlalu.

"Ngapain?"

"Ngambil buku, nih," tunjuk Belli kearah kardus yang dipeluknya.

"Tumben pada mau, disogok apa Bel?"

"Mekdi Bang," jawab gadis itu polos.

"Pantesan pada mau, udah dibelin mekdi tapi lo bawa kardus sendirian Bel?"

"Lah iya, heh Pria macam apa kalian hah? tidak bertanggung jawab!!" maki gadis itu sok mendramatisir.

"Bang Raga jangan jadi kompor, gua sumpahin jomblo seumur idup lu."

Raga hanya tertawa ngakak mendengar ocehan Amir barusan.

Ketiga nya kemudian memasuki rumah, setelah mencuci tangan Raga sang Abang memilih menarik kursi makan dan duduk disana.

"Hebat kalian malem malem berani kesana," ungkap Raga bersungguh sungguh dengan mengacungkan kedua jempol nya.

"Kenapa Bang?" kali ini Amir yang bertanya.

"Ada Noni belanda nya, gak tau?" jawab Raga dengan wajah lempeng.

"Gak usah nakutin lu Bang!!" kali ini Uman yang menimpali, cowok tengil itu baru saja keluar dari toilet.

"Gak usah macem macem deh Bang udah tau Belli penakut, gak leki aah!!"

"Pada gak percaya, tanya aja sama yang udah tinggal lama disini. Itu rumah juga gak di apa-apain kan, coba nalar? kalian tahu Ibu kos kita mata duitan."

"Dah aah Bang Raga gak suka Belli denger nya."

Joyi yang baru turun dari tangga hanya mengerutkan kening, heran melihat sudah hampir malam tapi meja makan masih ramai.

"Mbak Joyi manequein lo ada dirumah belakang? habis dicuci ya? tadi mau Belli bawa tapi nih berdua pada gak mau."

Joy menoleh ke arah Belli dengan alis terangkat. "Manequein gue? udah lama gue bawa balik kerumah keles."

"Hah?? seriusan lu Mbak?"

"Terus tadi yang gue senter apa dong?"

"Yang dimeja billiar kan? anjir," maki Uman histeris.

Raga dan Joyi kompak tertawa ngakak mendengar cerita ketiga bocah buluk ini, bahkan Joyi sudah ngakak sambil memegang perutnya.

"Mampus kan, pada gak percaya sih sama gue hahahah."

"Astaga sakit perut gue ngakak," ucap Joyi sambil mengejek ketiga orang yang terdiam ditempat nya. "Gak habis pikir gue Bel elu nyamperin tuh jurik terus lu pikul, Ya Allah sakit perut gue ngakak."

"Joyi bacot satu rumah suara lu doang."

Jennar yang baru turun dari lantai dua hanya bisa menggelengkan kepala, kemudian gadis itu berlalu menuju dispenser mengisi botol minum nya hingga penuh.

Semua nya tak lepas dari pandangan pemuda tampan diseberang meja yang menatap penuh damba.

"Mbak Jennar, emang bener ya dirumah belakang ada penunggu nya?" tanya Belli ragu ragu.

Jennar yang baru saja meneguk minum nya hanya mengangguk mengiyakan.

"Anjir," maki Amir pucat.

"Kenapa? habis dari sana? ketemuan?"

"Bukan lagi ketemuan Nar, malah mau dipikul dibawa balik kesini gila gak lo hahahah."

"Hahahaha kenapa gak minta nomor togel sekalian biar bisa borong indomaret lu pada," puji Jennar yang sudah cekikikan tak tahan juga lama lama tak ikut mem-bully ketiga orang yang sudah berdiri diam ditempatnya.

"Baek baek lo pada entar dia nyariin hahaha, bye selamat tidur nyenyak," ejek Joyi sambil menaiki tangga menyusul Jennar yang sudah naik terlebih dahulu.

"Hah, gara gara mekdi dong ketemu setan Belanda lu pada," ejek Raga kearah ketiga nya yang masih diam ditempat, sementara pemuda itu berlalu menuju kamarnya dengan senyum mengembang.







"Nin telpon lu bunyi nih," teriak Jennar melengking.

Gadis itu berada dikamar Anin sore ini goleran diatas kasur, sementara sang pemilik kamar sedang mandi tak berkesudahan dari 10 menit yang lalu.

"Angkat Nar."

Jennar meraih benda pipih hitam itu kemudian menggeser tombol hijau dan meletakkan begitu saja ditelinga nya.

"Halo, ini gue Raga"

Deg....!!!

"Nin, Bang Sean mau kerumah benta----------"

"Anin lagi mandi Ga," ucap Jennar dengan mata yang sedikit membulat.

"Oh, lo Nar? tolong bilangin Anin Bang Sean mau kerumah. Halo Nar, halo Nar masih disitu gak lo? perasaan baru ngisi pulsa semalem masak udah habis? Nar halo?" panggil Raga kearah hp nya dengan kening berkerut.

"Halo Nar?Jennar?"

"Hah? i-iya Ga sorry heheheh."

"Astaga tidur ya lo? bisa bisa nya. Oke tolong disampein ya Nar ? oh iya gue mau beli mekdi mau dibawain sekalian gak? ntar gue beliin ya, sampai ketemu cantik."

Jennar membesarkan mata nya terdiam kaku mendengar ucapan terakhir Raga sebelum menutup telpon barusan.

Bahkan Anin yang sudah berdiri sedari tadi didepan gadis itu tak dihiraukannya.

"Siapa yang telpon Nar?" tanya Anin sambil berlalu menghadap kipas angin mengeringkan rambutnya.

"Raga, Kak Sean mau kesini kata nya."

"Dih ngapain, ogah gue ketemu."

"Sok cantik lu siti."

"Bodo amat mau sok cantik kek!!"

Jennar hanya menggelengkan kepala nya kemudian melanjutkan aksi merem melek yang sempat terganggu tadi.

"Nin, Anin."

"Hmm," ucap gadis itu singkat.

"Kok gue deg degan ya abis denger suara Raga?"

"Oh, terus?"

"Ya gak tau deg degan aja suara nya bikin melting."

"Anjir, bilang apa lu barusan??"

Anin yang tiba tiba saja mendengar pengakuan Jennar langsung meloncat ketempat tidur menghadap gadis mungil yang masih goleran di tempat tidurnya itu.

"Dih apaan si lu bikin kaget?"

"Lu yang bikin kaget siti, ulang ngomong apa barusan!!!"

"Gak tau gue deg degan abis denger suara Raga, aneh kan."

"Emang suara Raga kenapa?" kali ini Anin bertanya dengan senyum lebar.

"Seksi," ucap Jennar sedikit berbisik.

"Gilaaaa," teriak Anin dengan mata membesar. "Serius? Jennar si manusia batu yang pura pura tak peka barusan ngomong begini?"

"Paan si lu kambing ngatain gue, timpuk juga lu."

"Hahahaha, terus terus?"

"Nabrak!!! tadi dia panggil gue cantik juga terus mau bawain gue mekdi katanya."

"Hahaha Raga sialan bisa banget es serut."

"Kenapa lo yang sawan sih? heran."

"Coba ceritain sama gue deg degan nya gimana?

"Beda bukan kayak yang kaget pas dikejutin bukan, apalagi kalau pas presentasi materi beda pokok nya mah."

"Fix lo kecantol Raga!!!" teriak Anin histeris bahkan gadis itu sudah berguling ditempat tidur nya.

"Apaan si lu kambing? eh iya beberapa hari kemarin juga Raga ngelus ngelus rambut gue pas gue dikamar Bang Ibas."

Double kill, Anin diam ditempat nya dengan mulut yang terbuka lebar dan mata yang mendadak melebar pula.

"Sumpah lo? gak lagi halu kan?" kembali Anin terduduk setelah jejeritan tak karuan tadi.

"Halu Bapak KAU!! Bang Ibas aja liat kok, ngakak malah."

"Kok gak cerita sama gue??"

"Lupa."

"Anjir, sejak kapan deg degan nya??" tanya Anin dengan gemas bahkan kedua tangan nya sudah menggenggam tangan Jennar dengan tak santai nya.

"Belakangan sih, abis kejadian dia ngelus kepala gue."

"Pantes tu es serut sewot banget waktu kita ngintipin anak anak wisma, fix lo berdua sama sama suka."

"Paan sih ngaco lo."

"Heh bocah, mikir sia mah deg degan sama cowok tanpa alasan itu apa arti nya? sakit jantung lo? gue gebuk juga lu kesel, peka dikit dong Nar!!! mau jadi perawan tua lo hah?!!"

"Amit amit bacot lu ya kambing!!"

Anin hanya tertawa ngakak mendengar umpatan Jennar sedari tadi, setidaknya bocah itu mulai mengerti ada bagian dari hidup yang tak bisa ditolak.

Sementara itu ditempat lain,

***

Raga menutup telfon dengan senyum lebar bahkan di ikuti suara kekehan nya, Pemuda tampan itu menjadi geli sendiri belakangan ini.

"Kenapa lo? habis nelpon siapa? malah ketawa sendiri bocah."

Satria yang memperhatikan kelakuan teman nya itu hanya geleng geleng kepala.

"Bisa gila gue lama lama," ucap Raga polos dengan cengiran lebarnya, kemudian mengacak rambut hitam nya yang mulai sedikit panjang.

"Ayo Ga, kemaleman kelar nya entar," ucap Wisnu teman Raga yang lain nya.

"Kenapa mesti dikosan gue sih??"

"Ya sekali sekali ganteng, bosen tau di perpus terus."

"Najis lo bencong," maki Raga ketus dengan wajah datar nya kepada Satria. "Jangan norak lo berdua di kosan gue, jangan gatel mata lo berdua."

"Sorry bos gue masih normal, gatel kok sama bujang ya kali."

Raga hanya menggelengkan kepala nya tak yakin dengan ucapan kedua bocah ini bakalan anteng dengan apa yang akan mereka temui nanti dirumah.

••••❤️❤️❤️••••

Mau nangis aja rasa nya hari ini🤸🤸🤸🤸 3x nulis pas mau dipindahin semua draft hilang astaga,padahal mau update sebelum magrib tadi bolak balik ngerestart hp berharap si draft balik lagi tapi yaudah lah yaa ngulang lagi dari awal😍😍😍

MasyaAllah mantep pisan euy....

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top