HOME
Me:adek kangen sama papi....
Anin menghembuskan nafasnya berulang ulang begitu selesai mengirim pesan singkat kepada papinya, dimasukannya hape kedalam tas dengan rasa berdebar.
"Hai sayang akuh," suara cempreng Jennar mengalihkan fokus Anin.
"Dari mana?"
"Dari FH, kenapa?"
"Kenapa apanya?"
"Muke lu nape, sedih banget?"
"Kagak ada, ngaco loh!!"
"Emosi mulu lo, makan dulu ayok."
"Nar," panggil Anin pilu.
"Hmm," jawab Jennar dengan alis terangkat.
"Gue, pengen ketemu papi."
Jennar diam dengan mata membola tersenyum lebar menghambur memeluk Anin.
"Kapan? gue anterin ayo?"
"Gue wa nggak dibales papi."
"Sabar sayang ku mungkin papi sibuk kan hari kerja. Mau kapan ke Bandung nya? gue temenin," ujar Jennar dengan mata berbinar.
Anin mengangkat bahunya pasrah, Jennar mengelus kepala Anin dengan sayang.
"Gak apa-apa, pelan-pelan, gue pasti temenin."
Anin mengangguk mengiyakan ucapan Jennar, memeluk Jennar sesaat.
"Laper, mekdi yuk?"
"Gas," ucap Jennar semangat.
•
Tok tok tok
Jennar menoleh malas ketika pintu kamarnya diketuk dengan pelan, pasalnya pintu kamar gadis mungil itu sudah terbuka sedari tadi karena sang pemilik kamar sibuk merapikan isi kamar yang akan dibawanya pindah ke rumah eyang.
Tepat dihadapannya Raga berdiri dengan tatapan tajam, pemuda itu baru saja tiba dirumah selesai magang terlihat dari pakaiannya kemeja putih dengan tangan yang sudah digulung sampai siku lengkap dengan celana dasar hitam, pemuda itu masuk dengan wajah dingin.
"Kenapa ganteng banget ya Allah pacar gue huaaaaa Anin," monolog Jennar dengan mata mengerjap.
Raga meregangkan kepalanya kiri-kanan setelah berhadapan dengan Jennar, sementara Jennar sudah melotot dengan gerakan agak mundur kebelakang.
"Dia mau ngapain sih? ngapain coba kesini? mana cakep lagi, eh habis potong rambut ya pacar gue?huaaaa anjir."
"Kenapa?" kata Jennar akhirnya setelah sadar bahwa dia sedikit bengong melihat Raga.
Raga mengerutkan kening masih dengan wajah dinginnya.
"Mau ninggalin aku kaya gini?" tegas pemuda itu dengan suara berat.
"Hah?"
"Ck, kenapa pindah?"
"Ya gapapa, kenapa juga mesti dijelasin," ucap Jennar gugup lalu berbalik membelakangi Raga dengan mata mendelik.
"Jantung gue hufft huff hufft... Anin."
Raga mengernyitkan dahinya tak terima mendapat jawaban tak jelas dari Jennar.
"Kenapa jadi kamu yang marah?"
"Marah? marah kenapa?"
"Orang ngomong itu dilihat matanya, kalau gini gak sopan," ucap Raga lagi kali ini menarik tangan Jennar pelan.
Jennar berbalik dengan wajah masam, bibir bawahnya sudah dimajukannya karena kesal.
Raga maju satu langkah lebih dekat meraih anak rambut Jennar yang berantakan kemudian diselipkannya dibelakang telinga.
"Perihal senyum kamu tawa kamu manja kamu bahagia kamu masih menjadi apa-apa yang aku inginkan sampai detik ini,kuat banget perasaan aku ke kamu yang."
Jennar mengerjap tak mengerti, entah dengan keberanian dari mana gadis mungil itu mulai meninju dada Raga pelan.
"Jahat," rengek Jennar kesal. "Jahat, kamu jahat aku nggak suka!!"
Raga tersenyum lebar ditariknya Jennar dengan cepat kedalam pelukannya sang gadis masih setia memukul dada pemuda itu.
"Maaf sayang aku kalut, aku takut kamu tinggalin maaf aku kelepasan kemarin," ucap Raga lirih.
"Kamu yang bilang gak bakal ninggalin aku tapi kamu yang kaya gitu kemarin, padahal aku nggak ngapa-ngapain hiks jahat!!"
"Iya aku jahat, iya sayang aku jahat banget sampe gak bisa ngelepasin kamu bahkan yang mungkin kamu bilang cuma teman itu, aku gak bisa!"
Jennar senyum tipis dengan bibir manyun nya memeluk Raga erat.
"Jangan gombal, gak suka digombalin."
"Tapi suka sama yang gombalin kan?"
"Enggak."
"Bohong jelek."
"Jelek juga pacar kamu."
"Loh kemarin ada yang nantangin minta putus."
Jennar melepaskan pelukan Raga dengan alis terangkat jelas, pemuda itu sudah senyum lebar menanggapinya.
"Yaudah sih kan udah putus, ngapain kesini."
"Hahaha gemesin banget kamunya mana bisa aku lepasin gini sih yang?!"
Kembali Raga menarik Jennar kedalam pelukannya dengan erat dan posesif.
"Jangan main kucing-kucingan dibelakang aku lagi ya yank? mau kemana aja kamu pergi harus bilang, ngerti?"
Jennar mengangguk menjawab Raga di dalam dekapan hangat pemuda tampan tersebut.
"Kemarin berantem habis berapa ronde sama Sega?siapa yang babak belur."
"Dua-duanya, sakit iya pegel apa lagi ditambah ditinggalin kamu makin sakitnya."
"Siapa suruh bentak-bentak gitu, aku gak suka kamu gitu."
"Makanya jangan nakal, mau banget calon suaminya susah," kata Raga sambil menjitak dahi Jennar pelan.
Jennar mendongkak menatap Raga mata jernihnya mengerjap bingung.
"Calon suami siapa?"
"Kamu."
"Hah?"
"Sini," ujar Raga sembari menarik kepala Jennar untuk lebih berjarak dengannya. "Aku gak bisa kasih lebih dari ini tapi ini sebagai bukti kalau aku serius sama kamu."
Selesai Raga berbicara pemuda itu mengalungkan liontin di leher jenjang Jennar, liontin putih dengan ukiran nama Raga disana.
Jennar?
Gadis itu hanya diam dengan mata membulat.
"Kamu punya aku inget itu, please jangan main-main lagi setelah ini ya yang?" mohon Raga tulus.
Jennar mengangguk mengiyakan lalu menghambur memeluk Raga.
"Kamu kerja setiap hari gini?"
Raga mengangguk tak mengerti.
"Aku gak suka."
"Kenapa?" tanya Raga cemas.
"Nanti kamu dilalerin cabe-cabean aku nggak suka!!"
"Astaga yang, enggak lah hahahha isinya bapak-bapak semua kok."
"Tapi kan mereka punya anak cewek, aah gak mau!!"
Raga meraih wajah mungil Jennar menoel hidung mungil gadis cantik bermata jernih itu.
"Heii heii heii... Trust me, i'm yours!! oke?"
Jennar manyun mengangguk dengan patuh, Raga sudah tersenyum lebar melihatnya.
"Aku gak sanggup yang kalau lihat senyum dan tawa kamu bukan untukku, semoga selamanya!! stop drama gak jelasnya" monolog Raga dibalik senyum lebar pemuda itu.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top