Prompt 4: Payung

IDOLiSH7 © Bandai Namco, Troyca, Arina Tanemura 

Saya tidak mendapatkan keuntungan dengan membuat cerita ini. 

Story © bella steils

Warnings: mengandung darah dan kekerasan

IDOLiSH7 La Dance Macabre AU 

Characters: 

Natsume Minami sebagai Fuga 

Yaotome Gaku sebagai Libel 

Nikaido Yamato sebagai Cura 

Pair:LibelFuga aka GakuMina 

 Selamat membaca.

***

Mati. Hangus. Binasa. 

Tak ada yang tersisa. 

Bocah kecil itu meringkuk di balik reruntuhan dan puing-puing. Tapi sia-sia karena tak bisa sepenuhnya melindungi tubuh ringkih dari angin dingin yang menusuk.

Pakaian lusuhnya basah. Merembes hingga kulit. Wajahnya kotor bekas debu menempel juga cipratan darah. 

Hujan deras masih mengguyur. Awan gelap menggantung di atas langit. Tanpa ada tanda kalau hujan akan segera berhenti.

Fuga, nama bocah itu, hanya bisa diam. Di depannya tersungkur manusia entah siapa bersimbah darah yang bercampur dengan air hujan. 

Desanya diserang oleh sekelompok perampok. Mengais barang berharga dan makanan dari rumah penduduk. Sungguh mengherankan, apa yang bisa didapat dari perkampungan kecil dan miskin seperti kami? 

"Larilah, nak!" Kata-kata terakhir yang diucapkan oleh ibunya. Kemudian Fuga sudah terseret kerumunan manusia yang berlari dengan panik.

Pemandangan terakhir yang dilihat adalah satu tebasan kapak mengenai tubuh orang yang telah melahirkannya. Langsung tersungkur ke tanah. 

"KAA-SAMA!" Bocah kecil itu berteriak pilu. Meredam diantara teriakan panik dan histeris.

Hingga suara hujan meredakan kebrutalan para perampok. Menyisakan puing-puing dan mayat yang tergeletak. 

Di bawah suara hujan, masih terdengar suara tangis pilu yang menyakitkan dari orang yang selamat.

Fuga mulai merasakan kantuk. Entah berapa lama bocah itu berlari mencari perlindungan. Kaki kecilnya mulai kelelahan. Belum juga sempat menemukan jasad ibunya. 

"Apa aku akan mati seperti ini?" gumam Fuga.

Kelopak matanya semakin sayu. Namun sayup-sayup telinganya menangkap suara. 

"Hei, kau baik-baik saja? Cura! Ada yang selamat!" 

Setelah itu semuanya menjadi gelap. 

***

Fuga bermimpi aneh. Keadaan gelap gulita. Tapi ia bisa mendengar dan merasakan hujan di sekeliling. Fuga bingung harus menentukan arah tujuan. Sesuai insting hidupnya yang keras, ia berlari ke arah depan.

Tanpa mengkhawatirkan jalanan yang ditapak, kakinya terus berlari. Hingga menemukan setitik cahaya kecil semakin membesar hingga sinarnya membutakan kornea. 

"Sudah bangun bocah?" Fuga segera terbangun. Memandang lekat pemuda di depannya dengan awas.

Otaknya langsung dalam mode waspada melihat orang asing di depannya. 

"Tenang saja bocah. Aku tidak menggigit." ujarnya dalam nada bercanda. Tapi Fuga masih diam dalam posisi kuda-kuda. 

"Mau makan?"

Pemuda rambut hijau itu menyodorkan ikan bakar yang sedikit gosong. Selagi waspada terhadap sosok pria asing di depan, manik Fuga mengawasi keadaan sekitar.

Dia sedang berada di tengah hutan, di samping sebuah sungai. Dibilang hutan sebenarnya hanya sebuah oasis besar dengan danau di dalamnya. Tenda seadanya didirikan di samping.

Dibilang tenda pun tidak seperti tenda, hanya alas tikar dan bagian atap yang melindungi dari hujan atau terik panas. 

Hujan yang tadinya mengguyur kini telah reda. Tersisa becek tanah dan tetesan air dari ujung dedaunan. 

"Cura! Jangan menggodanya."

Fuga segera menoleh mendengar suara lain yang datang. Suara yang familiar. 

Kali ini pemuda rambut silver yang datang. Tatapan matanya tajam tapi ada nuansa meneduhkan, entah bagaimana.

"Kau..." pertama kalinya Fuga bersuara. Entah bagaimana bersama pemuda ini Fuga bisa menurunkan kewaspadaan. 

"Aku Libel dan dia rekanku Cura." 

Fuga melirik sebentar ke arah Cura yang asyik makan ikan.

"Kami menemukanmu meringkuk di antara reruntuhan. Kau baik-baik saja?" tanya Libel. 

Fuga diam sesaat. Namun detik berikutnya, perutnya yang bersuara. 

"Kau lapar ya?" tanya Libel sambil terkekeh. Mengambil satu ikan dan menyerahkan kepada Fuga.

Awalnya Fuga merasa sungkan. Tapi mencium aroma daging dibakar dengan beberapa bagian gosong terlihat nikmat. 

Fuga meraih ikan, menghabiskan dalam sekejab. Hanya tersisa tulangnya. Kepala ikan bahkan habis tak tersisa. 

"Namamu siapa?" tanya Libel.

"Oi, Libel. Jangan terlalu terlibat dengan orang asing." 

"Kenapa? Dia sepertinya tak berbahaya?" 

"Bahkan anak kecil sekarang bisa buas ular berbisa." 

Fuga melirik tajam ke arah Cura. "Aku bukan anak kecil!"

"Kita tak bisa membawa bocah kecil seperti dia. Hanya akan menjadi beban." 

Libel diam sejenak memandang Fuga di depannya. Fuga juga memandang Libel penuh harap. 

"Bawa aku..." gumam Fuga.Libel mengerjapkan mata."Bawa aku bersamamu, Libel-san."

Fuga tidak mengerti mengapa ia mengatakan penuh harap kepada orang asing. Tapi sejak mendengar suara Libel sebelum pingsan, Fuga merasa orang ini seorang yang bisa menjadi payungnya. Meneduhkan ketika hujan deras mengguyur. Mengulurkan tangan kepada Fuga.

Fuga merasa harus mengikuti orang ini. 

***

Selesai. 

Pojok penulis: agak maksa tapi ya sudah lah.Btw di oasis ada ikan? 

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top