13. Urban Legend He Heard

Setelah beberapa artikel lalu membahas Meneer Bosscha, kali ini kita akan kembali membahas beliau. Di artikel ini, aku akan menceritakan padamu sekitar rumah dan makamnya Meneer Bosscha.

Kediaman Bosscha berada di Desa Banjar Sari, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.

Sekarang, pemilik tanah bangunan ini adalah PTPN VIII, yang dikelola oleh PT. Agro Wisata N8.

Rumah Bosscha dibangun di tengah perkebunan teh yang didirikannya. Rumah ini memiliki beberapa ruangan, yaitu kamar tidur, satu ruang tamu, satu ruang makan, ruang makan beserta bar, dapur bersih, dapur kotor, dan satu ruang bawah tanah.

Bangunan ini tampak sederhana dari luar, didominasi papan dan kayu. Rumah ini menjadi tempat tinggal Bosscha ketika mengelola perkebunan Malabar, yakni sejak tahun 1896 hingga beliau tutup usia pada tahun 1928.

Rumah ini sekarang bisa dikunjungi oleh umum. Biaya masuknya hanya Rp 5.000 untuk biaya retribusi.

Kondisi rumah Meneer Bosscha sampai saat ini masih terawat. Properti dari abad 18 dan 19 berupa sofa antik, meja makan, kursi kayu, lampu zaman dulu, semuanya masih terjaga. 

Bahkan piano Zeitter & Winkelmann buatan 1837 yang ditempatkan di sudut rumah itu masih berfungsi dan menghasilkan suara dengan baik.

Meneer Bosscha meninggal puluhan tahun lalu, pada tanggal 26 November 1928. Sumber lain menyebutkan wafatnya di tahun 1926. Dilansir dari web liputan6, penyebab meninggalnya Bosscha adalah karena penyakit tetanus.

Seorang penjaga sekaligus penunggu makam Bosscha, Uus Supriatna atau yang kerap dipanggil Upir, menceritakan hal tersebut.

Kematian sang Raja Teh berawal dari terjerembabnya tunggangan kuda Bosscha di kebun Cikolotok saat perjalanan menuju Nini untuk mengawasi pekerjanya. Luka tersebut kemudian terkena kotoran kuda, dan sejak saat itu ia terserang tetanus yang masuk ke tubuhnya.

Dari cerita Upir, Bosscha meninggal dunia di pangkuan salah seorang buruh perkebunan yang bernama Suminta. Hal ini seakan memperjelas kedekatan Bosscha dengan para pekerja di perkebunannya, karena Bosscha memang terkenal dekat dan baik kepada para pekerjanya.

Upir juga seringkali memuji Bosscha. "Ia bukan penjajah, tapi tuan tanah,"ujar Upir, berdasarkan artikel dari laman Koran Tempo.

Sesuai dengan permintaannya, setelah wafatnya Bosscha dimakamkan di tengah perkebunan. Daerah tersebut kini dijadikan Cagar Alam Malabar. Permintaan terakhirnya ini disampaikan via Telegram* dari Gunung Puntang ke Belanda.

*Telegram yang dimaksud bukan aplikasi telegram seperti yang kita pakai sekarang, melainkan surat kawat, berita berisi kombinasi kode yang ditransmisikan oleh alat khusus bernama telegraf, dengan menggunakan kabel-kabel yang menghubungkan satu lokasi dengan lokasi lain. Penemu telegraf adalah Samuel F.B. Morse, dan penggunaa telegraf mulai populer di tahun 1920an.

Area makam Bosscha dikelilingi hutan kecil. Terdapat sejumlah pohon besar berumur tua. 

Di bagian depan makam terdapat prasasti tanda jasa Bosscha semasa hidupnya.

Di prasasti itu tertulis:

K.A.R. Bosscha seorang brillian yang memiliki dedikasi integrasi serta kepribadian yang kuat

Datang ke Indonesia pada tahun 1887

Berhasil mengelola dan mengembangkan perkebunan teh Malabar pada tahun 1896 – 1928

Dikenal juga melalui sumbangsih serta peranan atas karya-karyanya antara lain

-Technische hoogeschool saat ini dikenal sebagai Institut Teknologi Bandung

-Societeit Concordia saat ini dikenal sebagai Gedung Merdeka Bandung tempat diselenggarakannya Konperensi Asia Afrika

-Observatorium Bosscha gedung peneropong bintang dengan lensa terbesar di dunia saat itu (1923-1926)

-Dan beberapa karya-karya besar lainnya

Peristirahatannya yang terakhir di sini adalah tempat beliau bertetirah di sela-sela kesibukannya sehari-hari

Dipugar atas sumbangan PT Duffill Watts Indonesia Pangalengan September 1999

Rancang bangun makam memiliki bentuk yang unik. Bagian atapnya berbentuk bundar menyerupai topi dengan ditopang pilar-pilar layaknya bangunan khas Eropa. Di sana terdapat foto Bosscha yang khas itu; pria dermawan dengan senyum ramah dan kumis tebal.

Inilah mitosnya. Konon, kehadiran Bosscha tidak hanya di foto itu, tetapi juga 'di luar foto'.

Menurut Upir, Bosscha masih 'ada' di sekitar perkebunan.

Bahkan, Bosscha sering mengunjungi peninggalannya yang lain.

Sepertinya, Bosscha masih melanjutkan kebiasaannya semasa hidup. Biasanya, setiap pagi, Bosscha mengontrol perkebunan teh dan naik ke Bukit Nini.

Dalam bahasa Sunda, nini berarti nenek. Mitosnya, di bukit itu Bosscha sering bertemu dengan seorang nenek "gaib".

Nenek itu mengatakan, di sana ia terpisah dengan suami, anak, dan cucunya. Bosscha menceritakan pertemuan ini pada warga sekitar, tetapi tidak ada seorangpun yang mengetahui atau pernah bertemu dengan nenek tersebut. Bosscha lalu membuat saung di bukit itu.

Warga yang bekerja di perkebunan teh sampai sekarang percaya Bosscha masih sering terlihat di beberapa lokasi, termasuk di makamnya sendiri. Tempat favoritnya adalah di kursi dekat pusaranya di mana sang juragan "menampakkan diri" sambil membaca koran.

"Anda boleh tidak percaya, tetapi para pekerja perkebunan yang sudah tua seperti saya ini percaya Bosscha masih ada di sini. Setiap jam sembilan pagi ia duduk di kursi itu, berjemur sambil membaca koran sebelum mulai berkeliling mengawasi para pekerjanya," begitu kata sang penunggu makam Bosscha, sambil menunjuk kursi kayu di sebelah timur monumen makam.

Cerita kehadiran Bosscha sangat diyakini masyarakat di sekitar tempat tinggalnya.

Tidak hanya dari Upir, tapi juga dari Maman, petugas dapur di rumah Bosscha, juga Endang, tukang bersih taman di sekitar gubuk di Gunung/Bukit Nini.

"Kadang juragan Bosscha main piano. Waktu malam Natal kemarin (2011), banyak yang mendengar suara piano yang dimainkan juragan Bosscha,"cerita Endang yang tinggal di perkampungan khusus PT N VIII dekat rumah Bosscha.

Cerita yang mirip juga disampaikan Maman. Ia mengatakan, Bosscha sering bermain biliar atau menonton orang bermain biliar. "Ya, percaya nggak percaya. Tetapi, juragan Bosscha memang sering main biliar. Saya pernah melihat malam-malam,"katanya.

Upir yang menjadi penjaga makam Bosscha sering membersihkan makam sang meneer. Selain karena diperintah perusahaan pengelola, juga karena ia 'diperintah langsung' oleh Tuan Bosscha yang tidak suka makamnya kotor.

"Bahkan waktu bangku besi yang biasa dipakai untuk duduk-duduk juragan Bosscha hilang, beliau bilang ke saya supaya diikhlaskan saja. Padahal bangku itu dulunya sering dipakai untuk istirahat juragan,"ujar Upir.

Upir juga menambahkan, Bosscha tidak hanya hadir di makam, tapi secara berkala mengunjungi peninggalannya yang lain.

Misalnya hari senin ia menengok Observatorium Bosscha di Lembang, Selasa melihat Gedung Merdeka (dulunya Societeit Concordia), dan hari Rabu mengunjungi gedung ITB.

Hari-hari lainnya dimanfaatkan untuk mengontrol perkebunan Malabar, Ciwidey, dan juga melihat rumahnya.

"Saya nggak bohong. Saya kan bertemu juragan Bosscha di sini dan cerita bahwa juragan masih secara rutin ngontrol peninggalannya. Cerita saya juga nyambung dengan orang-orang yang pernah bertemu dengan juragan Bosscha di Lembang, ITB, atau tempat lain. Pasti harinya sama."

Masih banyak lagi cerita tentang Bosscha dari Upir.

Salah satunya, yang sempat di-request   Sukmaagrc mengenai keluarga dan keturunan Bosscha.

Jadi, Meneer Bosscha ini tidak punya 'istri resmi'. Namun, menurut Upir, meski dikenal tak memiliki istri, Bosscha punya delapan selir, perempuan pribumi.

Dari salah satu selir, ia memiliki tiga anak, dua lelaki dan seorang perempuan.

Dua anak lelakinya sudah meninggal. Anak perempuannya masih hidup dan diketahui tinggal di Sukabumi. Natal 2005 lalu, Upir bertemu dengannya saat meletakkan karangan bunga di makam ayahnya. "Namanya Noni Bosscha. Begitu kami memanggilnya," kata Upir.

Aku belum menemukan sumber lain yang membahas keturunan Meneer Bosscha.

Berdasarkan perhitungan logis, Noni Bosscha pasti sudah tua juga. Bosscha meninggal sekitar tahun 1928, jadi Noni Bosscha pasti lahir sebelum tahun itu. Dengan anggapan terdekat, jika beliau lahir tahun 1927, usianya berarti 78 tahun di tahun 2005.

Sekarang sudah 2020, dan sudah terpaut sekitar tiga generasi dari tahun 1927, jadi agak sulit melacaknya. Selain itu, mungkin karena anak-anaknya lahir bukan dari istri resmi, jadi tidak ada catatan pernikahan/ catatan sejarahnya.

Namun, dari berbagai sumber dan pengunjung makam Bosscha yang dapat cerita dari Upir, kita jadi tahu, Meneer Bosscha ternyata masih sering 'mengunjungi' peninggalannya... hehe.

Apa kamu pernah mendatangi tempat yang menjadi peninggalan Bosscha? Coba diingat, jangan-jangan kamu pernah papasan dengan beliau...

Topik: Urban legend lokal/internasional

Referensi

Koran PR Telisik 19 Juli 2010 dan rumah teh dot com

Serbasejarah.wordpress.com

https://m.liputan6.com/regional/read/3428985/jejak-mulia-dan-kisah-mistis-bosscha-sang-raja-teh-priangan

https://m.ayobandung.com/read/2019/12/10/72677/lipkhas-berkunjung-ke-rumah-antik-juragan-teh-malabar

https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbbanten/rumah-k-a-r-bosscha/

https://m.ayobandung.com/read/2019/12/08/72473/bosscha-juragan-teh-malabar-yang-banyak-berjasa

https://komunitasaleut.com/category/bosscha/

https://astacala.org/2012/11/belajar-dari-juragan-teh-malabar/

Korantempo.co

Pro-metropolitika.blogspot.com

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top