The Gifted 15 (2)

"Peringkat lima belas, Xu Minghao dari kelas 2-B!"

Sepatah napas lega Yuna dan Eunbi hembuskan bersama tatkala si empunya nama turun dari jajaran siswa menuju panggung. Yuna tahu sedikit mengenai sang pelajar Tiongkok; ia merupakan salah satu 'pangeran' populer dari tim fisika sekolah pada kelas satu. Cahayanya meredup sejak langkahnya terhenti pada olimpiade fisika tingkat regional awal kelas dua dan ia keluar dari klub fisika akibat kekalahan ini. Gosipnya, Minghao kalah bukan diakibatkan kurangnya kemampuan, melainkan isu kewarganegaraan. Entahlah, Yuna tidak ingin menganggap serius sebuah pernyataan tanpa referensi.

"Peringkat empat belas, Ryu Sujeong dari kelas 2-A!"

Seorang gadis berambut ikal sepunggung berdiri, tampak menjulang biarpun ia nun jauh di cluster utara. Kakinya jenjang, sayang langkahnya kecil-kecil penuh keraguan. Yuna hanya hapal nama Sujeong dari pengumuman peringkat ujian percobaan di papan berita sekolah tiap pergantian bulan. Posisi gadis Ryu biasanya antara peringkat sepuluh sampai lima belas, samar saja Yuna mengingat. Identitas gadis itu selebihnya tidak Yuna gali lebih jauh.

"Peringkat tiga belas, Dong Sicheng dari kelas 2-B!"

Dong Sicheng—Yuna yakin—pastilah seorang lelaki, tetapi entah mengapa, justru jeritan girang perempuan yang terdengar dari kelas 2-B begitu Guru Jang memanggil. Kontan semua pasang mata tertuju ke sumber suara. O, sepertinya pemuda yang tengah dirangkul erat seorang gadis cantik itulah Dong Sicheng. Dia tampak kikuk dan menggumamkan sesuatu pada ... um, pacarnya (atau bukan?) ... untuk melepaskannya. Ia menunduk sepanjang berdiri di depan, mungkin malu pada kelakuan gadis tadi yang masih melambai-lambai padanya atau mengacungkan jempol bahagia. Geli juga Yuna melihatnya.

"Peringkat dua belas, Myoui Mina dari kelas 2-D!"

Riuh betul para siswa dari seluruh kelas sampai Guru Jang terpaksa memperingatkan mereka. Siapa tak kenal Myoui Mina, balerina belia asal Jepang yang punya penggemar dari junior hingga senior? Bagai ratu salju, Mina tak menggubris teriakan-teriakan yang tak perlu—dan Yuna sekali lagi terkagum, sebagaimana ia terpukau dengan tiap penampilan Mina di pentas seni sekolah. Mina adalah bukti bahwa menyeimbangkan otak kanan dan kiri bukanlah sebuah kemustahilan.

"Peringkat sebelas, Lalisa Manoban dari kelas 2-B!"

Karakter-karakter unik dalam pengumuman peringkat selalu catchy buat Yuna, tak terkecuali rangkaian aksara Thailand dari nama siswi 2-B ini, yang senantiasa ditulis bersama cara bacanya dalam hangul. Yuna hanya tidak menyangka bahwa pemiliknya seorang gadis berperawakan peragawati, dengan wajah kebarat-baratan yang berseri dan pancaran kuat rasa percaya diri. Pada pandangan pertama, Yuna langsung menyukai aura positif Lalisa yang manis.

"Peringkat sepuluh, Kunpimook Bhuwakul dari kelas 2-D!"

Tak sanggup Yuna dan Eunbi menahan kekehan pelan begitu pemuda berwajah kekanakan dari barisan tetangga berjalan maju. Kontras dengan siswi dingin 2-D yang sebelumnya dipanggil, Pimook terasa lebih terjangkau, barangkali karena tingkah kocaknya. Sama seperti Minghao, ia tergabung dalam tim fisika, tetapi ia berhasil memenangkan kompetisi nasional bersama dua orang lagi dari Seoul Global High. Begitu bersisian, ia dan Lalisa melakukan tos ala anak-anak cowok.

"Peringkat sembilan, Jeon Jungkook dari kelas 2-D!"

"Cie." Eunbi berbisik usil pada Yuna, sementara Yuna memalingkan muka setelah menyikut kawan imutnya itu. Mengapa Yuna bisa kenal tim fisika, itu semua berkat si tampan bermata lebar yang tergesa-gesa mengambil tempat di belakang podium. Masa lalu yang tercoreng membuat Yuna sampai sekarang tidak kuat menatap Jungkook lama-lama. Bodohnya, ketika ia menoleh, pandangan mereka sekilas bertemu dan Yuna merasa tempurung kepalanya tertembus.

"Peringkat delapan, Xu Yiyang dari kelas 2-B!"

"Lho, cewek yang tadi ...." ujar Yuna waktu gadis yang heboh saat Sicheng maju menyusul sang kekasih. Tuh, Yiyang mencuri kesempatan lagi untuk melempar senyum manis pada Sicheng yang terpisah empat orang darinya, sementara Sicheng meringis salah tingkah. Dara berwajah bujur telur itu mungkin cari perhatian, tetapi dia kelihatannya blak-blakan dan menyenangkan diajak berteman.

"Peringkat tujuh, Wang Yibo dari kelas 2-A!"

Mirip Jungkook, si Wang ini terburu-buru menuju panggung. Dia tampan, tetapi sangat tinggi dan kurus. Rambut hitam pekatnya tumbuh lumayan lebat mencapai sisi alis tebalnya, sementara lekuk matanya meruncing layaknya kebanyakan pelajar negeri tirai bambu, tetapi kehampaan tatapannya amat mengusik Yuna. Yang lebih mengusik lagi adalah bagaimana Yiyang juga melambai ramah pada Yibo: jadi, mana pacarnya yang asli?

"Peringkat enam, Goo Junhoe dari kelas 2-A!"

Kasak-kusuk tak enak mulai terdengar di balik punggung Yuna maupun di depannya, tetapi tampaknya tak ada yang berhasil menyentuh berandalan paling tenar di Seoul Global High, 'Goo Kepala Api' alias Junhoe. Rekam jejaknya 'tidak terlalu bagus', demikian Yuna menghaluskan, tetapi meski sering dicap jelek, secara kognitif Junhoe termasuk bibit unggul, yang mana membuatnya menjadi salah satu bagian tim fisika walaupun tak meraih medali di kompetisi nasional.

Sebagai seseorang yang paham sejarah gelap tim fisika Seoul Global High, memandang barisan siswa sains terelit tahun ini membuat Yuna bergeser tak nyaman.

Jika hanya Pimook dan Junhoe tak masalah, tetapi Jungkook juga ada di sana .... Akan lebih buruk lagi kalau ....

"Hah, ramalanku sungguhan terwujud! Lihat, deh, Yuna!"

Senggolan Eunbi mengembalikan fokus Yuna dan alangkah terperanjat ia manakala menemukan sosok tinggi-besar-berkulit gelap di samping Junhoe.

"Mingyu?!"

Padahal aku barusan memikirkan dia! Semua mantan personel tim fisika telah lengkap, benar-benar gila!

Dua orang selain Pimook yang memenangkan kompetisi fisika nasional adalah Jungkook dan Mingyu. Terkenal cerdas, sedikit iseng, tetapi lebih banyak bertindak berdasarkan pertimbangan yang hati-hati, ia justru dianggap sebagai biang perpecahan di tubuh tim fisika angkatan 31. Mingyu dan Junhoe tidak saling menyapa selagi Jungkook di sudut lain menyerang Junhoe dengan amarah yang sunyi. Pimook satu-satunya mantan klub fisika yang tenang, bercakap-cakap dengan Lalisa di sebelahnya. Eunbi terus mengoceh tentang betapa senang dirinya dengan keberadaan Mingyu di kelas neraka, tetapi Yuna mengabaikannya. Telapaknya ia remas di pangkuan, meredam ketakutan yang tahu-tahu menyelinap. Harapan Yuna untuk tidak berada di 3-E membesar tanpa ia sadari.

"Peringkat empat, Jung Chaeyeon dari kelas 2-A!"

Lagi-lagi, para siswa riuh menyambut idola sekolah lainnya, Tuan Putri Jung yang semanis kue tart premium. Chaeyeon mengulas senyum tipis, imut tak tergambarkan laksana para model di majalah remaja. Dan, memang Chaeyeon model majalah remaja sejak kelas satu; ia direkrut karena kecantikan alaminya, walau orang-orang yang suka iri membumbui cerita hidupnya dengan rumor operasi plastik. Yuna, sih, tidak peduli; mau operasi plastik atau tidak, Chaeyeon itu baik dan itu cukup. Orang kedua yang jadi bukti keseimbangan dua hemisfer otak, bagi Yuna, adalah Chaeyeon dan andai punya kesempatan, Yuna tidak ragu untuk mengajaknya bersahabat. Sikap Chaeyeon yang tidak membuat orang segan dengan 'keartisannya' memudahkan siapa pun mendekat, berlawanan dengan si eksklusif Mina.

"Peringkat tiga, Lee Seokmin dari kelas 2-B!"

"Seokmin?!"

"Astaga! Uju-ya, aku kaget, nih!" Eunbi menggembungkan pipi, pura-pura sebal, membuat kawannya minta maaf yang ditanggapinya dengan lidah melelet. "Bercanda. Kamu sampai mencondongkan tubuh begitu, Seokmin kan wajar masuk ke sana. Toh dia selalu satu-dua ranking di bawahmu."

Ya, bukan itu sesuatu yang menyebabkan Yuna dilanda serangan panik. Tak ada alasan bagi Seokmin untuk tidak menempati bangku 3-E dengan riwayat peringkatnya selama ini, tetapi lihat saja, pemuda itu goyah. Ia berdiri canggung pada sisi paling kanan barisan, lalu membetulkan kacamata yang sedikit melorot pada jembatan hidung 'aristokrat'-nya. Mingyu mengajaknya mengobrol, tetapi tawanya tak alami dan Yuna langsung tahu bahwa menyabet peringkat tiga memberi Seokmin tekanan ekstra.

Yuna pertama mengenal Seokmin di klub paduan suara, pertengahan semester satu kelas satu. Seorang pemuda tirus, kacamatanya minus dua setengah kanan-kiri, tangannya mengapal karena kerja paruh waktu. Kantung matanya tebal sebelum Yuna mengajarinya cara mengompres mata, penyebabnya tentu saja jam belajar yang jauh melampaui waktu tidur. Ayahnya meninggal beberapa bulan sebelum dia masuk SMA, ibunya bekerja serabutan, dan adiknya dua, laki perempuan, semua masih kelas dua SMP. Di luar urusan finansial, Seokmin dibesarkan dalam sebuah keluarga yang berfungsi baik, tetapi kondisi serba minim menyebabkannya cenderung menyimpan duka ketimbang berbagi. Seokmin dapat bertingkah sangat konyol sampai Yuna dan kawan-kawannya menangis terpingkal-pingkal, tetapi pada tempat-tempat tersembunyi, kadang ia gemetar dan tersedu sendirian. Hingga kini, Yuna belum menemukan cara tepat untuk mengokohkan sisi Seokmin yang rapuh itu dan hanya sanggup mendampinginya sementara, sayang Seokmin malah keburu diletakkan pada posisi rawan di kelas 3-E. Peringkat tiga besar di Seoul Global High prestisenya tinggi, sakitnya luar biasa jika sampai terdepak.

"Apa dia akan baik-baik saja ...."

"Ayolah, mana mungkin dia akan tidak baik-baik? Mingyu dan Minghao ada di sana, bukankah mereka sudah sekelas dua tahun? Atau kau mau menemaninya di sana?"

"Tidak!" Spontan Yuna menjawab Eunbi, kendati Seokmin yang tampak kehilangan arah membuatnya gemas ingin menyebelahi. Tidak, kelas unggulan terlalu jauh dari jangkauannya. Kemungkinan untuk masuk ke sana yang hanya nol koma nol sekian semakin kecil dengan tiga belas peringkat tertinggi sudah dalam keadaan terisi. Tinggal peringkat satu dan dua. Yuna masih bisa mengisi peringkat dua, tetapi tidak peringkat satu: ia biasanya berputar di angka tiga-empat-lima, pernah juga tujuh. Tak apa. Agak mengecewakan andai dia tidak masuk lima belas besar, tetapi perjuangannya ke depan akan lebih mudah tanpa menyandang gelar 'siswa unggulan'.

"Peringkat dua, Jung Jaehyun dari kelas 2-D!"

Ah, Tuan Maskot Sekolah. Jung Jaehyun si kulit susu yang Eunbi sebut di awal cerita ini adalah sosok murid panutan di Seoul Global High. Putra salah satu pengusaha terkenal, Jaehyun dilatih sejak kecil untuk meneruskan bisnis keluarga. Alhasil, pola pikirnya tertata apik, membantunya melalui ujian-ujian dan masalah manajerial di badan OSIS yang pernah ia ketuai. Bagai mewarisi tangan dewa, apa pun bisa ia tuntaskan secara profesional dan ujian percobaan bulanan pasti cuma seperti biji jagung saja buatnya. Separah-parahnya prestasi Jaehyun adalah ketika ia menempati peringkat tiga paralel di ujian percobaan setahun lalu, itu pun ditukarnya dengan medali emas kompetisi kimia nasional buah kerja kerasnya bersama Minghao (yang pindah haluan). Ia rupawan dan rendah hati pula, patutlah jadi pujaan siswi-siswi pemburu lelaki 'paket lengkap'. Lesung pipi Jaehyun yang dalam memancing kegemparan di aula, penuh cekikikan kegeeran para penggemar. Sikap hangatnya sering diartikan tanda bahaya playboy (atau yang lebih parah: kemesuman) oleh siswa-siswa yang dengki, tetapi Yuna sendiri menganggapnya bersih. Ia bukan die-hard fans Jaehyun (jijik betul), tetapi sebatas terpesona (duh, siapa yang tidak?), dan 'kadar' terpesonanya itu jelas jauh dengan pemuda di sebelah Jaehyun.

"Jaehyun itu sumpah, keren sekali!"

Yuna dan Seokmin sama-sama bukan sahabat karib Jaehyun, hanya berada dalam rentang wilayah kepopulerannya, tetapi Seokmin langsung masuk dalam tahap tergila-gila, padahal dia laki-laki berorientasi seksual normal. Mengidolakan Jaehyun agaknya berimbas baik pada ketahanan diri Seokmin: ia lebih tangguh dari sebelum meneladani Jaehyun dan lebih sering tertawa tanpa dibuat-buat. Sisi kharismatik Jaehyun memang tak tertolak, tetapi seperti Mina, meski ramah, Jaehyun terkesan eksklusif. Kesempurnaannya berada pada taraf nyaris improbabel dan Yuna enggan mendekat; cukuplah dari cerita Seokmin ia dibuat takjub.

Eksklusif?

Tapi, selain Mingyu, dari para elitis nilai itu, Jaehyun-lah yang pertama memperbincangkan sesuatu dengan Seokmin setelah berkenalan. Dari kejauhan, mulut mereka bergerak, jelas mengatakan sesuatu yang tak tertangkap rungu Yuna, merekahkan senyumnya.

Mungkin kalau ada Jaehyun, Seokmin akan baik-baik ....

"... Choi Yuna dari kelas 2-C!"

Apa?

Gemuruh tepuk tangan di aula bagaikan petir di siang bolong, menulikan telinga Yuna.

Apa? Ada apa?

"Uju-ya, cepat maju! Kamu peringkat satu, ayo cepat, cepat!"

"O-oh?"

Eunbi mendorong-dorong, Yuna tergopoh bangkit, menata lipatan roknya yang kusut karena kelamaan duduk. Benak Yuna mendadak kosong, lalu perlahan, ia merapikan ingatannya kembali.

Namanya disebut.

Ia tak mendengar 'peringkat satu', tetapi namanya disebut, setelah Jaehyun. Ia juga tak disalahkan atas sikapnya melajukan tungkai ke barisan para elitis nilai.

Apa ini sungguhan?

Choi Yuna, satu-satunya siswa 2-C di antara lima belas siswa baru 3-E, bukan siswa menonjol sama sekali. Kebanyakan orang mengenalnya sebagai pemilik nama yang tepat mengekori Jaehyun di pengumuman peringkat, sama dengan bagaimana orang mengenal Seokmin. Ia hidup normal tanpa gelimang atensi orang, bahagia bersama teman dekatnya Jung Eunbi, tetapi dalam waktu singkat, akibat peringkat, akan tiba gelombang revolusi besar dalam hidupnya.

Eunbi menatapnya sedih, enggan berpisah, tetapi Yuna tetap harus berpaling. Suara-suara yang mestinya membuat bangga mengiringi gadis semampai itu ke podium, setiap langkahnya berat. Lima belas siswa di depan memberinya respon berbeda yang membuatnya grogi, tetapi setidaknya, Seokmin masih tersenyum padanya dan Jaehyun—yang hanya ia kenal nama dan rupa—bergeser untuknya.

"Selamat datang dan salam kenal, Choi Yuna-ssi."

Sesuai warta yang tersebar, Jaehyun membuat siapa pun betah di dekatnya. Caranya memberi salam mantap nan meyakinkan sampai-sampai Yuna sejenak lupa bahwa ini bukan sekadar perkenalan, melainkan awal mula sesuatu yang digadang-gadang sebagai neraka dunia.

Berbaris di depan sekian ratus siswa kelas tiga yang memandang tinggi dirinya sungguh membuat mual. Yah, lagi-lagi setidaknya, ia diapit dua pemuda yang lebih berbakat dan berhak mencuri spotlight darinya, pada peringkat dua dan tiga. Yang mengecewakan, ia tidak dapat lagi menemukan Eunbi dari sudut pandang ini, sehingga tahu-tahu, kesepian menghinggapinya, menurunkan semangat tahun ajaran baru yang sudah susah payah ia bangun tadi.

"Siapa ya dari mereka yang akan mati tahun ini?"

Deg! Darah Yuna berdesir. Bisikan setan dari mana ....

"Mereka tak akan lama, kelihatannya semua rentan melakukan bunuh diri."

Kejam sekali! Mengapa ....

"Lumayan, kan, siapa tahu kita bisa masuk ke 3-E kalau ada yang menghilang dari mereka? Atau tereliminasi?"

"Haha, kau kira ini program idol survival? Yang benar saja."

"Kita tinggal tunggu berapa banyak yang gugur dari lima belas ini. Yang peringkat satu kelihatannya akan cepat tergeser; dia pasti masuk 3-E cuma akibat keberuntungan. Saingannya seberat Jung Jaehyun dan Kim Mingyu, rasanya mustahil masuk mengandalkan kepandaian saja."

Ujaran semi-kutukan dari anak-anak kelas reguler teramplifikasi oleh kegugupan Yuna. Bisa jadi sekadar paranoia, tetapi semua terdengar sangat nyata, sangat gamblang, justru suara Guru Jang yang tengah memuji lima belas siswa pilihan dan meminta tepuk tangan teredam oleh suara hati lantang murid-murid. Tatapan mereka, gerak bibir, lengan yang disilangkan, kaki yang mengetuk permukaan lantai tak sabar ....

Neraka 3-E sudah dimulai: lima belas nyawa yang terpilih telah jadi bahan gurauan ringan siswa di luar kelas unggulan sebab menurut rumor yang berembus, masuk 3-E berujung pada tiga hal saja: mati dan masuk obituari, lulus dengan nilai tertinggi sekaligus cacat mental, atau drop out.


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top