The Court (3)

Sebelumnya: Yuna membesarkan hati Sujeong, menekankan bahwa gadis itu tidak pernah dan tidak patut sendirian. Jaehyun mengonfirmasi bahwa Sujeong adalah mantan kekasihnya, tetapi kisah mereka yang tidak berakhir indah membuat Yuna cemas bahwa Jaehyun masih membenci Sujeong karena kesalahpahaman tersebut ....

***

"Tapi," tanya Yuna takut-takut, "Ryu Sujeong tidak benar-benar membencimu seperti yang dia katakan di hari kalian putus hubungan. Kamu pun tidak membencinya, kan?"

Jaehyun tak langsung menjawab. Alih-alih memandang lawan bicaranya, ia menatap nanar daftar bacaan yang harus mereka resensi untuk tugas kelompok. "Tidak. Tentu tidak," ujarnya kemudian seraya tertawa canggung. "Baiklah, mengapa kita jadi membicarakan ini? Ayo, kembali ke pekerjaan kita!"

Otomatis, pikiran Yuna dan Seokmin tergeser dari perkara percintaan Jaehyun ke bahan bacaan mereka.

"Benar juga. Di sini, total ada empat judul buku. Kalau kita membagi tugas berdasarkan fiksi dan nonfiksi, bagaimana?" usul Yuna.

Jaehyun menelengkan kepala. "Fiksi, nonfiksi, lalu apa tugas anggota sisanya?"

Yuna tersenyum jahil. "Kompilasi. Dan itu tugasku."

"Tidak." Jaehyun dan Seokmin menanggapi cepat hingga Yuna pura-pura cemberut, tetapi lantas terkekeh.

"Duh, bukan maksudku bersantai-santai, teman-teman. Untuk buku fiksi, kita juga harus mengulas faktor intrinsik dan ekstrinsik ceritanya, maka ada dua pekerjaan untuk peresensi novel-novel ini. Aku akan ambil bagian itu, jadi siapa pun yang meresensi fiksi akan bekerja denganku. Nah, sekarang—"

"Aku ambil fiksi."

Wow, itu respons yang menarik. Yuna belum menyelesaikan kalimatnya, padahal, tetapi dua rekannya sudah mengajukan diri. "Kalian sesuka itu pada novel, ya?"

Jaehyun dan Seokmin saling pandang sejenak sebelum sama-sama meringis.

"Nonfiksinya ... kelihatan membosankan ...." jawab Seokmin sekenanya, yang disetujui Jaehyun.

"Tapi, bukankah ini buku tentang psikologi remaja dan self help? Aku yang tidak terlalu suka membaca saja penasaran apa isinya." Yuna mengangkat kedua buku itu dan mengamati sampulnya lekat, mengonfirmasi ketertarikannya. "Iya, sepertinya bagus. Wah, apa aku sebaiknya mengerjakan ini?"

"Bagaimana kalau kita lakukan gunting-batu-kertas untuk menentukannya?" Jaehyun memutuskan pemecahan masalah yang sederhana. "Yang pertama kalah akan meresensi nonfiksi. Yang kedua mengulas faktor intrinsik dan ekstrinsik dua novel ini. Yang terakhir akan meresensi fiksi."

Akhirnya, melalui permainan anak-anak ini, Yuna keluar duluan sebagai peresensi nonfiksi, menyisakan dua pemuda rekannya untuk mengerjakan fiksi. Keduanya mengembuskan napas bersamaan, tampak lega atas sesuatu yang tak jelas apa, dan setelah saling memandang dengan keterkejutan yang sama, tertawa-tawa untuk sesuatu yang sama sekali tak bisa Yuna tebak.

"Apa, sih? Mengapa kalian tertawa?"

"Tidak, tidak, kamu tidak perlu tahu, Yuna." Seokmin terus terkekeh. "Oke, ronde kedua!"

Jaehyun mengepalkan tangan. "Gunting-batu-ker—"

Sebelum aba-aba Jaehyun selesai, tiba-tiba sebundel kertas dilemparkan ke atas meja di antaranya dan Seokmin, menyela kegiatan mereka. Apa yang membuat ketiganya membelalak adalah judul dokumen yang cukup memicu kegugupan: 'Kunci Jawaban Evaluasi Bulanan Siswa Seoul Global High Mei 2015'. Seokmin secara refleks menutupi judul besar dokumen itu, sementara kedua pengurus kelas berpaling pada orang yang membanting berkas tersebut.

"Milik Jacob Bae." Mingyu bersilang lengan, suara beratnya pekat rasa kecewa. "Dia menyembunyikan perbuatannya dengan sangat baik hingga teman-teman sekelompoknya terpengaruh untuk ikut menutup-nutupi. Laporkan dia sekarang, Jaehyun, Yuna; kelas ini bukan untuk mereka yang curang."

"Tunggu dulu, Mingyu, kita bica—"

"Tolong jangan!" Tak disangka, Sicheng muncul di ambang pintu kelas dengan terengah-engah, menyahut ucapan Yuna. "Jaehyun-ah, jangan laporkan Jacob. Kau harus dengar dulu alasannya ...."

"Tidak ada yang harus dijelaskan. Curang tetaplah curang dengan alasan apa pun. Barang buktinya ada di tas Jacob; tidak mungkin kalau orang lain yang menggunakan kunci jawaban itu!"

Biasanya berlaku seperti bocah yang tersesat, Sicheng kali ini berani mengerutkan kening menentang Mingyu. "Kau tidak mengerti betapa sulitnya siswa asing untuk masuk kemari, maka jangan segampang itu membuat mereka keluar!"

"Cukup, kalian berdua." Jaehyun bangkit, menarik bahu teman sekelasnya agar saling menjauh. "Jangan bertengkar di sini. Duduk."

Masih menatap sengit satu sama lain, Sicheng dan Mingyu masing-masing menarik kursi: Sicheng ke sisi Jaehyun, Mingyu ke sisi Seokmin, berseberangan. Yuna yang berada di antara keempatnya membalikkan bundel kertas beracun tadi, berusaha setenang mungkin walau gemetar telapaknya tak dapat berbohong. Secara bergantian, ia mengamati Sicheng, lalu Mingyu, dan menyimpulkan bahwa dalam keadaan emosi seperti saat ini, mereka tidak akan mampu memberikan kesaksian yang jelas.

"Di mana Jacob sekarang?" tanya Yuna.

"Dia mungkin masih di gimnasium sekarang. Tadi kami berniat mengerjakan tugas resensi sama-sama sampai Kim Mingyu datang mengacau."

"Kau!"

"Mingyu-ya, sudah." Seokmin mendudukkan sahabatnya kembali. "Kalian pergi saja mencari Jacob. Aku akan menjaga mereka berdua."

"Kurasa," Jaehyun urung beranjak, matanya mengarah pada pintu belakang kelas, "tidak ada dari kita yang perlu pergi."

Ketukan sol sepatu membalikkan kepala Yuna ke belakang. Dilihatnya siswa Kanada yang jadi topik pembicaraan tertunduk lesu, sementara Jiho melangkah santai di belakangnya, seolah tidak tahu-menahu. Sikap itu berlawanan dengan pernyataan Mingyu bahwa teman sekelompok Jacob—Sicheng dan Jiho—sama-sama menyembunyikan bukti kecurangannya, yang berarti harusnya Jiho sama tak tenangnya dengan si jago matematika di sebelah Jaehyun.

Sesaat setelah menempati bangkunya, Jiho memainkan ponsel. Jacob hendak menempati bangkunya pula, tetapi begitu tatapannya bertemu dengan sekelompok orang di baris depan, ia melangkah maju. Bundel kertas yang sudah Yuna balik, walau menarik perhatiannya, tidak membuatnya mengatakan apa pun mengenai itu.

"Kalian ... ingin bicara denganku?"

Jaehyun mengangguk, menyerahkan kursinya agar Jacob duduk di sana. Sang ketua kelas tersenyum tipis. "Tidak perlu tegang. Kami harap kamu menjawab pertanyaanku dengan sejujur-jujurnya."

"Eung."

Hati-hati, Jaehyun membalik berkas yang menjadi sumber perdebatan sebelumnya. Jacob mengerjap gugup, tetapi masih diam hingga Jaehyun menutupkan berkas itu kembali.

"Kamu sudah melihat judul salinan berkas ini, kan? Mingyu bilang ini milikmu, tetapi Sicheng menyebutmu memiliki 'alasan tertentu' untuk menyimpan dokumen rahasia ini. Bisakah kamu menjelaskannya?"

Wajah Jacob kehilangan warna, kedua telapaknya mengepal di atas paha. "Benar," lirihnya setelah menelan segumpal ludah, "itu milikku, dan aku juga memiliki kunci jawaban untuk dua evaluasi bulanan yang lampau."

Yuna mendesah perlahan, benci pada fakta bahwa Jacob yang baik ini ternyata melakukan kejahatan yang tak termaafkan baginya. Berprinsip sama dengan Mingyu, rasa hormat si gadis seketika anjlok begitu Jacob mengaku, tetapi demi menghibur diri, ia masih mencoba menggali alasan demi alasan di balik tindakan tersebut.

"Mengapa kamu melakukannya? Sebegitu inginnyakah kamu menempati 3-E dan tidak percaya pada kemampuanmu sendiri?"

"Bukan aku yang mau masuk ke sini, Choi Yuna, melainkan orang tuaku." Nada Jacob meninggi. "Mereka bergabung dalam komite orang tua yang mewakili pelajar asing Seoul Global High sehingga mereka dekat dengan beberapa guru. Aku, dengan kemampuanku yang cenderung di bawah rata-rata, mustahil masuk dan bertahan lama di 3-E, karenanya tidak sedikit pun aku memimpikan hal semacam itu. Orang tuaku yang memberiku kunci jawaban setiap rapat guru dan wali murid berakhir. Yang ini begitu saja kumasukkan dalam tas dan belum sempat kukeluarkan lagi karena aku capek sekali semalam. Aku tidak kuat lagi berada di sini, belajar dengan kecepatan segila ini, dan aku mungkin sudah membongkar perbuatanku sendiri jika saja orang tuaku tak mengacuhkan ....

"Sayang sekali, sekarang semuanya sudah terungkap." Jacob menghadapkan halaman judul ke atas, sengaja agar bukti kecurangannya ditangkap semua mata, dan menyodorkan bundel itu pada Jaehyun. "Kalian boleh menyerahkanku pada dewan guru dengan bukti ini."

"Kalau ceritamu memang benar, dewan guru mungkin akan meringankan hukumanmu," Jaehyun menerima bundel kunci; rautnya tegang, "tetapi kita tak tahu siapa 'hakim' yang akan menyidangmu nanti. Konsekuensi terburuk yang mungkin kauterima dari sidang pelanggaran berat ini adalah keluar dari Seoul Global High karena pelanggarannya berkaitan langsung dengan cara masukmu ke 3-E. Apakah kamu siap untuk itu?"

"Apa dengan menjawab pertanyaan itu, keputusan kalian akan berubah?"

"Ya." Jaehyun menggulung kunci jawaban di tangannya. "Aku tidak akan melaporkanmu jika kamu tidak siap untuk keluar."

"Jaehyun!" Yuna menukas tak setuju. "Kau sudah bilang sendiri, bobot pelanggaran ini cukup besar untuk mengeluarkan Jacob dari 3-E. Jika tidak melaporkannya, bukan hanya kita akan mendapat potongan poin besar bila ketahuan, kita sama saja melakukan kecurangan yang selama ini menjadi pantangan seluruh siswa di kelas ini!"

"Aku tahu, tetapi baik disembunyikan dari dewan guru maupun tidak, terkuaknya rahasia ini sudah memberi Jacob rasa bersalah sebagai sanksi moral. Selain itu, orang tuanya memiliki koneksi yang bisa saja mematahkan usaha kita untuk menegakkan apa yang kita anggap benar." Jaehyun menoleh pada Jacob. "Sekarang, Jacob, apa kamu secara sukarela melakukan ini atau atas paksaan orang tuamu?"

"Tentu saja aku terpaksa." Jacob menangkup wajah dengan kedua belah tangan. "Mereka tidak akan membiarkanku terus berada di peringkat paralel rendah, padahal mereka merupakan bagian penting dari Seoul Global High."

"Kau tak boleh mempertimbangkan jawabannya, Jung Jaehyun!" seru Mingyu yang kekesalannya sudah sampai di ubun-ubun. "Mengemis belas kasihan dengan cerita karangan adalah keahlian seorang penjahat! Kalian semua tidak bisa memastikan apa yang dikatakannya benar!"

Jacob lama-lama panas karena terus-menerus dituduh. "Aku memang berbuat curang, Kim Mingyu, tetapi aku sudah menerima konsekuensinya. Kaupikir mengapa aku tak mengelak jika aku mudah melakukannya? Orang tuaku harus tahu, 3-E tidak berisi sekelompok siswa yang pintarnya cuma saat berhadapan dengan buku. Kalian punya harga diri yang tidak bisa dibeli dan aku kini hanya mengikuti bagaimana kalian bekerja!"

Andai situasinya tidak sepanas ini, Yuna pasti tersentuh oleh kalimat Jacob tadi, sayang hatinya telah mengeras untuk siapa pun yang mencederai kejujuran di kelasnya. Ia mendengus, bersilang lengan, punggungnya bersandar ke kursi.

"Kalau begitu, jawablah pertanyaan Jaehyun sebelumnya: apa kau siap untuk keluar dari sekolah ini, atau tidak?"

"Ya, aku siap." Jacob tidak lagi ragu dan dengan terpaksa, Yuna menghargai pemuda negeri mapel itu atas sikapnya untuk menebus dosa. Gadis itu memandang pemimpinnya, lalu seakan paham apa yang Yuna hendak tanyakan, Jaehyun mengangguk.

"Kalau begitu, kami akan melaporkanmu, Jacob Bae."

"Tolong pikirkan lagi," sela Sicheng yang baru saja 'kalah' atas Mingyu. "Jacob sudah mengaku bahwa dia berbuat ini atas paksaan. Apa kalian tidak ... berpikir betapa berat dampak peristiwa ini buatnya?"

Jaehyun mengedikkan bahu. "Dari pernyataannya tadi, aku menyimpulkan Jacob tidak ingin lagi terus berada di sini, maka kami—dengan melaporkannya—akan mewujudkan keinginan itu. Bila ucapan Jacob benar, maka orang tuanya juga pasti akan menemukan cara untuk mengamankan posisi anak mereka, Sicheng."

"Perlu kauketahui bahwa kami tidak melakukan ini untuk menjatuhkanmu, Jacob." Memundurkan kursinya, Yuna lantas berdiri dan meraih telapak Jacob. Diam-diam, ia merasa simpati yang ditunjukkannya terlalu dibuat-buat. "Kita ke kantor guru sekarang."

Denyut dalam genggaman Yuna meningkat, menguat, dan sedikit rasa iba ujungnya tetap bangkit di hati sang sekretaris kelas.

"Atau ... kita bisa menunda—"

"Tidak, Choi Yuna. Sekarang, atau tidak sama sekali."

Di luar dugaan, justru Jacob yang lebih dulu melangkah ke pintu. Yuna dan Jaehyun berjalan mengikutinya. Saat meninggalkan kelas, bisa ia dengar Jiho mengerang keras, seperti orang yang sedang merenggangkan badan, dan erangannya bercampur kuapan.

"Dong Sicheng, apa sekarang kita jadi harus mengerjakan resensinya berdua saja?"

Aku benci kelas ini, Yuna membuang napas kasar. Ketika matanya terbuka pada kedipan berikut, ia lihat Jacob dan Jaehyun berjalan bersisian, hanya punggung mereka—dan ketegangan—yang tertangkap retinanya. Bisakah, sedikit saja, kami memperoleh kedamaian di akhir masa SMA kami tanpa embel-embel pelanggaran, prestasi akademik, dan kelelahan semacam ini setiap hari pada batin kami?

***

Ryu Sujeong: Aku akan bersaksi hari ini. Doakan aku, Yuna.

Jam istirahat antara pelajaran fisika dan sejarah Korea Yuna gunakan untuk cuci muka sebentar. Ia sedang membilas sabun di wajahnya saat ponsel di sisi wastafel menampilkan notifikasi pesan dari Sujeong. Mina—yang mencuci tangan di sampingnya—membaca pesan itu lebih dulu dan menyimpulkan bahwa sidang kekerasan sekolah—di mana dirinya menjadi salah satu terduga pelaku—akan segera berlanjut.

"Ryu Sujeong sudah keluar dari rumah sakit, rupanya."

"O?" Yuna mengusap monitor ponsel sesuai pola layar kunci. "Kupikir sidang tidak mungkin dimulai terlalu siang, tetapi jika Sujeong bilang sidang akan dilaksanakan hari ini ... jam berapa?"

Sibuk mengetik balasan di ponselnya, Yuna menangkap hanya sepotong kalimat yang Mina lontarkan kemudian, sesuatu yang menggelitik telinganya biarpun pendek.

"... tambahan poin, dasar licik."

Mina jarang sekali bicara dengan Yuna, maka sekali mengumpat, lidah si siswi pendatang langsung melukai sekretaris kelasnya itu.

"Apa kaubilang?"

"Setelah Jacob Bae, kalian pasti memanfaatkan kasus ini untuk tambahan poin, dasar licik." Mina mengulangi kalimatnya dengan lengkap, plus cemoohannya. "Cukup mengejutkan bagaimana Ryu Sujeong tetap mempercayaimu, padahal selama ini, kau cuma berpura-pura."

Yuna terbelalak. Bagaimana Mina tahu dirinya dan Jaehyun memperoleh tambahan poin kedisiplinan gara-gara melaporkan Jacob? Ini adalah aturan yang tak disebutkan di awal mereka masuk 3-E, lantas dari mana ....

"Aku dan Jaehyun tidak melaporkan Jacob untuk itu, Myoui Mina. Kami bahkan baru tahu poin kami ditambah setelah dewan guru mengurus laporan kami."

"Bahkan jika kesalahan Jacob Bae pantas untuk dilaporkan, kalian harusnya lebih dulu mempertimbangkan apa akibat tindakan kalian terhadapnya." Mina mengangkat sudut bibirnya sinis. "Aku tertipu. Kalian selama ini bersikap sangat ideal, tetapi bertahan hidup di 3-E tetaplah lebih penting untuk kalian ketimbang harga pertemanan."

"Aku menghargai pertemanan ini." Dada Yuna kembang kempis tak teratur. "Aku tidak pernah memandang sebelah mata mereka yang pergi, tidak juga menganggap rendah yang baru datang. Semua yang pernah menempati kelas ini istimewa dengan cara mereka sendiri. Pengakuan Jacob Bae yang beranilah yang membuatnya lain dari yang lain, maka aku dan Jaehyun memperlakukannya sesuai keinginannya: dengan menjunjung tinggi kehormatan."

"Kau hanya mencari-cari dalih agar kau tampak benar di mata semua orang."

"Jadi, kau yang berusaha dengan tangan sendiri untuk mempertahankan peringkatmu tetap mau disejajarkan dengan seseorang yang berbohong?" Sial, wajahku panas lagi, padahal barusan kucuci, batin Yuna dongkol. "Kau perlu memikirkan lagi perkara ini, jangan melihat dari satu sudut pandang saja!"

"Aku melihatmu dari sudut pandang lain dan lihat apa yang kudapat: seorang pengurus kelas yang menggunakan jabatan untuk menyelamatkan diri sendiri." Mina berbalik, memutar kenop pintu kamar mandi. "Kita lihat dari siapa selanjutnya kau mengambil keuntungan: dari yang benar-benar salah, atau yang disalah-salahkan?"

Bersamaan dengan tertutupnya pintu dari luar, denyut nyeri yang tiba-tiba di sudut mata meluncurkan desis yang tiba-tiba dari bibir Yuna. Segera gadis itu berlari ke wastafel, membasuh wajahnya berkali-kali, terlebih ketika ia merasakan aliran basah yang hangat dari kedua maniknya.

Karmakah ini?, tanya Yuna pada bayangan di cermin yang sembab menyedihkan. Apakah ini balasan untuk tidak melindungi Jacob: tidak dipercaya siapa pun? Aku melaporkan Jacob untuk tujuan baik, tetapi mengapa ini yang kudapat? Tambahan poin sialan, harusnya tidak usah pakai itu segala untuk memancingku dan Jaehyun melaporkan lebih banyak pelanggaran!

Yuna mencengkeram pinggiran wastafel, berjuang keras meredam isakannya dengan mengatur nafas. Sekali lancung ke ujian, seumur hidup orang tak percaya. Jacob mengakui kebohongannya, tetapi Yuna tak bisa sepenuhnya percaya lagi padanya. Hal yang sama boleh jadi tengah berlangsung pada dirinya dan Jaehyun; ganjaran yang tak mereka harapkan di awal membuat laporan sangat mungkin disalahartikan oleh orang yang tak menyaksikan sendiri kejadiannya. Hilangnya kepercayaan siswa-siswa 3-E pada pengurus kelas mereka akan lebih menyudutkan Yuna dibanding perundungan nyata seperti yang Sujeong alami. Chaeyeon mungkin juga menjauhinya jika gadis manis itu terpengaruh omongan orang.

Tidak.

Berjalan kembali ke ruang kelas, Yuna hampir saja terguling ke belakang ketika Chaeyeon menubruk-peluk dirinya di koridor.

"Yuna! Jiho ... Jiho benar-benar—hiks—menjadi tersangka di sidang kekerasan sekolah? Dia tidak bersalah—hiks—Yuna! T-Tolong bicaralah pada dewan guru, jangan biarkan mereka—hiks—mengeluarkan Jiho!" []

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top