Rough (1)
Sebelumnya: Meskipun awalnya resah karena rencana pembuatan album kenangan oleh Jaehyun, Chaeyeon akhirnya bersedia kembali ke vila yang membawa kenangan buruk baginya. Pengambilan gambar berjalan lancar; Yuna tak menyadari kawannya yang entah mengapa 'ditempeli' Mingyu seharian ini ....
***
Anak-anak lelaki ingin berfoto dengan anggota yang lengkap, jadi mereka butuh fotografer dari gadis-gadis. Sujeong mengajukan diri. Yuna yang penasaran langsung mengambil tempat dekat Sujeong sebab si pendiam ini jarang mengajukan diri untuk melakukan sesuatu. Rupanya, Sujeong punya keahlian memotret yang patut diacungi jempol.
"Wah, apakah kamu diam-diam hobi memotret?" heran Yuna di sela-sela pemotretan para cowok.
"Baru akhir-akhir ini," aku Sujeong, "soalnya Eomma suka foto pemandangan. Beliau melihat foto yang kuambil iseng dan memujinya, jadi aku berlatih biar bisa memberikannya foto yang lebih bagus."
Sudah lama Yuna tidak mendengar kabar ibu Sujeong. Mereka berdua berbincang singkat soal itu—dan Yuna lega karena hubungan anak-beranak yang dulu toksik itu kini berbalik saling menyembuhkan.
"Oh ya, kamu bisa kerja sama dengan Chaeyeon untuk portofolio memotretmu," saran Yuna.
Sujeong mengangguk antusias, tetapi kemudian menyadari sesuatu dan senyumnya menjadi sendu. "Tapi, sampai sekarang, hubungan kami masih belum sedekat kalian berdua." Ia lantas menghela napas dan berbisik. "Kami masih belum benar-benar nyaman berbagi rahasia ...."
Yuna mafhum. Dengan berpisah kelas, ia tidak dapat mengamati teman-temannya seintens dulu, jadi ia tidak terlalu paham bagaimana hubungan Chaeyeon dan Sujeong sekarang. Lagi pula, Chaeyeon dulu merundung Sujeong; kesediaan Sujeong menerima maaf Chaeyeon—apalagi berteman dengannya—masih Yuna anggap sebagai sebuah keajaiban.
"Kamu mau berteman dengan Chaeyeon saja sudah bagus sekali," puji Yuna pada akhirnya. "Aku dan Chaeyeon dulu didekatkan oleh peristiwa-peristiwa buruk yang bertubi-tubi. Setelah keadaan membaik, mungkin sulit untuk membentuk ikatan yang sama kuat dengan cepat. Tapi, mengenal orang lain sedikit demi sedikit lebih baik ketimbang membuka semuanya sekaligus dan kewalahan karenanya."
Yuna belajar dari pengalaman sendiri. Ia mengenal Seokmin lebih dalam karena usahanya bekerja sambilan di jam istirahat yang mengurangi poin kedisiplinan mereka. Ia mengenal Chaeyeon lebih jauh karena kelabilan emosi Chaeyeon. Ia mengenal Jaehyun karena pemuda itu 'melukai' Chaeyeon. Tim fisika, Mina, Sujeong, Minghao, dan yang lain pun Yuna kenal karena sisi terlemah dan terburuk mereka. Yuna tidak ingin membentuk ikatan dengan cara yang sama di kemudian hari—sebab hatinya pasti tak akan sanggup.
Setelah Sujeong kembali 'bertugas', Yuna mencari teman-teman perempuannya—yang ternyata sedang menjarah tteok di dapur. Kue itu Yuna bawa dari rumah karena diberi terlalu banyak oleh tetangga baru. Melihat Lisa dan Yiyang mengobrol sambil menjumputi tteok, Yuna tertawa.
"Jangan lupa sisakan buat anak laki-laki," ujarnya mengingatkan, mengambil satu tteok, dan menyuapkannya pada Mina yang tampak belum mencomot satu pun. Walaupun kaget, Mina tak menolak.
"Aku sudah menjagakan beberapa untuk Sicheng," tetapi Yiyang hanya meminggirkan sepotong tteok. Entah dia sendiri sudah makan berapa.
"Masih ada sekotak lagi, kan?" Lisa menyeret kotak di dasar tumpukan. Isinya yang masih lengkap terlihat dari tutup yang tembus pandang. "Tada! Biar mereka makan yang ini."
"Kalau kebanyakan makan, nanti kalian melar seperti kue-kue itu." Mina selalu berkomentar pedas pada momen yang pas. Tak ayal, Lisa menggelitikinya sampai cekikikan dan merosot dari kursi. Yuna meringis; bukan salah gadis-gadis kalau mereka lemah di depan makanan.
Lagi pula, kue-kue ini memang enak, batin Yuna kemudian ketika mengunyah tteok.
"Oh iya, Chaeyeon sudah ambil, belum?"
Ditanya Yuna begitu, Yiyang mengedikkan bahu. "Sepertinya belum. Aku dari tadi tidak melihat—aduh! Mina!"
Alis Yuna terangkat. Yiyang mengusap-usap pinggangnya yang barusan dicubit Mina dari bawah meja, entah mengapa. Sang balerina yang baru kembali naik setelah merosot melirik Yuna sekilas, lalu berbisik pada Yiyang. Sang siswi Tiongkok membulatkan bibir, menutup mulutnya, dan meminta maaf canggung.
"Aku lupa ...."
"Lupa apa?" Yuna menelengkan kepala.
"Lupa daratan," tukas Mina asal. "Jung Chaeyeon sudah mengambil kuenya. Aku sempat lihat tadi."
"Masa, sih? Aku ti—oooh." Lisa memanjangkan 'o'-nya begitu Mina memelototinya, tertawa rikuh, lalu menjentikkan jari. "Ya, ya, dia sudah mengambilnya. Omong-omong, Yuna, aku jadi teringat. Lee Seokmin kan sering dimintai jadi tutor sebaya di 3-B. Apa benar dia menyusun mnemonik untuk pelajaran sejarah bersamamu dan Jaehyun?"
"Uh, iya?" Yuna bingung mengapa topik pembicaraan mendadak beralih. "Tapi, pelajaran sejarah tidak semuanya dapat diingat dengan mnemonik. Aku sendiri juga kesulitan mengajarkan materi seperti itu ...."
Dari sana, percakapan tentang cara belajar yang praktis bergulir begitu saja. Rupanya, di kelas mana pun, mantan anggota 3-E selalu jadi rujukan teman-teman mereka. Saking asyiknya membicarakan cara belajar, Yuna sampai tidak sadar seseorang telah menyelinap ke belakangnya, lalu menutup matanya dengan tangan.
"Si-Siapa?" Yuna meraba-raba jemari yang menghalangi pandangannya. Jari-jari yang tebal, permukaan tapak yang lebar ... pastilah seorang teman laki-lakinya, tetapi bukan Seokmin. Kedua tangan ini halus tak berparut.
"Tebak siapa?" Suara Seokmin terdengar jauh, mendukung dugaan bahwa bukan dia yang menutup mata Yuna.
"Seokmin, astaga, apa-apaan ini?"
"Berdiri dulu, baru nanti kuberitahu." Seokmin meminta. Yuna menurut saja; ia bangkit dengan hati-hati dan mengikuti ke mana sepasang tangan membawanya. Keluar ruang makan, lalu ke kanan, berarti ke halaman. Jantung Yuna berdegup kencang, bertanya-tanya apakah si penutup mata tidak merasakan denyutan ini di telapaknya.
Aku tahu mereka tak akan membahayakanku, tetapi tetap saja tegang, tahu! Awas kalian!
"Kita sampai." Seokmin kembali bersuara. Di tempat ini, angin musim gugur berembus sepoi-sepoi, seakan mau membohongi Yuna bahwa tempat itu kosong. Sayang, Yuna merasakan kehadiran banyak orang; keresak kaki dan rerumputan, dengung interaksi yang teredam, bahkan suara cekikikan mirip Mingyu yang tak sengaja menyelip, tidak mungkin berasal dari satu orang saja.
"Kalau siap dengan kejutanmu, menghitung mundurlah, Yuna," pinta Lisa hampir tanpa jeda. 'Kejutan', katanya. Tampaknya Yuna tahu apa ini—dan jiwa isengnya mengemuka.
"Baiklah .... Kuhitung mundur, ya." Yuna menghela napas. "1000, 999, 99—"
"KELAMAAN!!!"
"Yuna, cepatlah!"
"Hitung mundur dari 3 saja!"
Yuna terpingkal; reaksi yang didapatnya sesuai perkiraan. Patuh, ia pun menghitung mundur dari tiga, lalu matanya dibuka.
"Selamat ulang tahun ke-18, Choi Yuna!"
Sejak Lisa menceletukkan 'kejutan', Yuna sebenarnya sudah mengira Chaeyeon akan membawa kue ulang tahunnya, Seokmin yang dari tadi memberi perintah akan berada di belakang Jaehyun yang menutup matanya, dan teman-temannya akan menyanyikan lagu selamat ulang tahun seperti ini. Ia toh sudah menerima ucapan selamat dari beberapa siswa 3-E walaupun semuanya kalah dengan Eunbi yang mengiriminya pesan pukul dua belas tepat. Itu saja sudah petunjuk bahwa mereka tidak melupakan ulang tahunnya—dan kemungkinan akan merayakannya.
Namun, ketika lagu ulang tahun berakhir dan Yuna diminta membuat permintaan, ia tetap merasa sesak dalam pejamnya. Alih-alih berdoa, benaknya malah dipenuhi momen-momen acaknya bersama 3-E. Tidak ingin membuat Chaeyeon yang memegang kotak kuenya kelelahan, ia meniup lilin bahkan tanpa mengutarakan harapannya dalam hati.
"Kita bawa kuenya ke meja agar mudah memotongnya," saran Jaehyun, merujuk pada meja taman.
"Aku akan ambilkan piring." Seokmin berlalu ke dalam diikuti Mingyu dan Minghao. Ketika beberapa orang masih membersihkan meja taman dari guguran daun, Lisa mengoleskan sesisi krim ke wajah Pimook. Seperti biasa, Jaehyun yang menegur (walaupun geli juga), mengingatkan mereka untuk cuci tangan sebelum pegang-pegang kue. Sujeong menyingkirkan bagian yang dicolek itu agar tidak termakan. Selanjutnya, Seokmin, Mingyu, dan Minghao keluar dengan piring-piring kecil, oleh-oleh tteok Yuna yang belum termakan, dan minuman-minuman ringan yang Jaehyun belikan.
"Ih, jangan ikut-ikut menata meja." Chaeyeon menarik Yuna agar duduk, lalu menahan bahu Yuna agar gadis semampai itu tak berpindah. Yuna tertawa.
"Aduh, aduh, tidak usah dibeginikan juga!"
Karena 'diancam' Chaeyeon ('putri yang berulang tahun diam saja, harus dimanjakan'), Yuna cuma mengawasi yang lain menata hidangan dari kursinya. Ia dapat melihat teman-temannya, bahkan Junhoe dan Jungkook yang paling malas disuruh-suruh, saling membantu untuk menyenangkannya di hari istimewa ini. Padahal, menurut laporan yang Seokmin, Chaeyeon, dan Mingyu susun tentang 3-E angkatan sebelumnya, peluang Yuna kurang dari satu persen untuk merasakan kebahagiaan ini.
"Choi Yuna?" Sicheng tak sengaja bersitatap dengan Yuna dan langsung waspada melihat kilapan di mata sekretaris kelasnya. "Kau menangis?"
Sontak berpasang-pasang mata cemas tertuju pada Yuna. Yang diperhatikan tersenyum, tetapi suaranya sengau. Berkali-kali ia menghapus air matanya.
"Jangan berlebihan. Aku—aku cuma ... benar-benar sayang kalian semua! Kalau bisa, kalian dapat potongan pertama kueku sekaligus!"
***
[COMMERCIAL BREAK: 'The Binding Bride', novel debut cetakku yang bergenre fantasi-romansa berlatar era Joseon, masih open PO sampai hari ini! Cek di link di profilku untuk pemesanan!]
Untuk pertama kalinya, Yuna tidak ingin sebuah hari berakhir.
Setelah menerima potongan kue pertamanya dari Yuna, Chaeyeon memberikan sebuah kado dan memeluk Yuna sayang. Yuna sempat kebingungan siapa yang mendapat potongan kedua, Jaehyun atau Seokmin, tetapi justru membelokkan piring kepada Mingyu. Kebingungannya berlanjut hingga benar-benar tersisa tiga potongan: miliknya, Jaehyun, dan Seokmin. Jaehyun berinisiatif mengambil jatahnya sendiri, seperti beberapa orang sebelumnya yang sudah tidak sabar mencicipi keik stroberi premium itu.
Di luar dugaan, kue yang Jaehyun ambil malah disuapkannya pada Yuna.
"Selamat ulang tahun."
Pipi Yuna memerah. Salah tingkah, ia meletakkan sepotong kue di piring baru dan disuapkannya pada Seokmin—yang menerima suapan dengan sama salah tingkahnya. Lebih lanjut, Seokmin melakukan hal yang sama, tetapi Jaehyun yang menerima suapannya--sampai-sampai Junhoe meneriaki mereka: 'pacaran saja terus bertiga!'.
Setelahnya, siswa 3-E lain menyerahkan kado. Tim fisika memberikan kado buatan tangan—huh?—yang ukurannya sebesar kotak lampu belajar. Menarik; mereka mungkin memang membuat lampu belajar bersama. Lisa memberikan sesuatu yang berkantong dan bergeronjal; Yuna tebak itu set kosmetik. Sujeong memberinya sebuah buku cetak—jelas meskipun masih belum dibuka, tetapi buku pelajaran atau bukan tidak dapat disimpulkan.
Jaehyun dan Seokmin tidak memberikan apa pun.
Pukul tujuh malam, dengan berat hati pesta disudahi. 3-E membereskan sisa-sisa pesta dan mengembalikan vila seperti semula. Yuna tanpa malu-malu ber-aegyo lagi pada satu demi satu teman yang ia peluki, termasuk para pemuda, termasuk yang punya pacar, bahwa ia akan merindukan mereka semua. Bahwa ia akan 'menggentayangi' mereka bahkan sampai ke luar negeri kalau mereka sampai coba-coba memutus kontak.
"'Menggentayangi'? Kau tidak akan tiba-tiba muncul dari teveku di Bangkok nanti, kan?"
Yuna menanggapi lelucon Pimook dengan 'aku tidak sejelek hantu itu!'; dia bukan hantu dari film 'The Ring'. Puas tertawa, Pimook pun naik ke jok belakang motor Lisa dan melesat pulang, mengekori anggota timnya yang pulang dengan mobil Mingyu. Entah pulang sendiri atau menumpang teman, sebelas anggota 3-E telah kembali ke rumah masing-masing. Tersisalah Yuna, Jaehyun, Seokmin, dan Chaeyeon yang sudah berencana pulang bersama dengan mobil keluarga Jung.
Jaehyun menatap lamat vila sebelum menguncinya. Napas pemuda itu menjadi dalam; Yuna mengerti mengapa. Sempat ia berpikir untuk mendekati Jaehyun, tetapi sebelum sempat mewujudkan niatnya, Jaehyun lebih dulu berbalik—dan terjajar mundur karena kaget melihat Yuna.
"Mengapa tidak masuk mobil duluan?"
"Mana mungkin kami masuk kalau pemiliknya saja masih di luar?" balas Yuna. Ia tidak sendiri; Seokmin dan Chaeyeon menunggu Jaehyun bersamanya.
"Ya ampun, baiklah, cepat masuk. Udara dingin begini." Jaehyun menggiring teman-temannya ke jok belakang bagai gembala menggiring domba-dombanya. "Pak Kang sudah menyalakan penghangat, kan?"
Sopir Jaehyun mengiyakan. Mobil melaju tak lama setelah semua penumpangnya masuk. Dari bukit Hannam tempat pemukiman elit terkonsentrasi, langit malam memang tak tampak bertabur bintang. Namun, Bulan separuh masih tampak begitu terang ....
"... pasti bagus sekali kalau dijadikan latar belakang foto."
Segeralah Yuna berpaling pada Chaeyeon yang ternyata sepemikiran dengannya, begitu pula dengan dua pemuda. Jaehyun terkekeh lembut; Yuna masih terenyuh jika mengingat bahwa kali ini, tawa Jaehyun untuk Chaeyeon jujur.
"Yuna dan Seokmin harus segera pulang, Chaeyeon-ie."
"Oppa, sekali saja," mohon Chaeyeon, lalu berpaling pada Yuna dan Seokmin bergantian. "Kalian juga setuju, kan? Kalian tidak terburu-buru, kan?"
"Chaeyeon-ie," panggil Jaehyun, menegur halus, tetapi kemanjaan Chaeyeon yang satu ini sebenarnya sangat Yuna harapkan. Ia ikut-ikutan merayu, tetapi Seokmin-lah target utamanya.
"Kamu sudah mengosongkan jadwal paruh waktu, kan, Seokmin-ah? Kalau ya, mau tidak mengambil foto yang terakhir?" Yuna mengacungkan telunjuk dan mengulang lagi. "Yang terakhi—r benar. Mau, kan?"
Yang ditanya meringis. "Aku sudah mengosongkan jadwal, sih, tapi apa Jaehyun tidak keberatan?"
"Aku, sih, tidak masalah," jawab Jaehyun sambil mengangkat kameranya. "Kalau kalian semua setuju, tinggal tanya sama Sopir Kang, deh."
"AKU MAU!!!" Yuna dan Chaeyeon berseru antusias, sebentar kemudian melakukan tos. Seokmin menertawakan mereka, berkata 'apa boleh buat' sembari mengedikkan bahu, dan Jaehyun menoleh pada pengemudinya. Sebagai jawaban, Sopir Kang memutar kemudi dengan ringan hati ke arah Jalan Seongseonseong, ke mana tuan mudanya meminta dalam diam. []
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top