Room of Mirrors (3)

Sebelumnya: Yuna menjadi orang lain di depan dua bersaudara Jung dan mantan anggota klub fisika! Apa pun yang ia rencanakan, sepertinya akan membawa hasil yang baik ... atau benarkah demikian?

***

[ADS: Buat fans-fansku (?), kunjungi 14kingdom.wordpress.com untuk kompilasi besar karya-karyaku dari segala platform gratis dan medsos, mulai tweetfiction, puisi, sampai novel/novelet! GRATIS!]

Pukul sembilan pagi, biasanya kamar-kamar sudah kosong. Penghuninya akan menjalani kegiatan masing-masing di berbagai ruang lain, tetapi belakangan, mereka semua hanya belajar. Kurang dari empat puluh jam, mereka akan menghadapi evaluasi bulanan yang menentukan apakah Junhoe akan tetap di Seoul Global High hingga suneung atau tidak. Bukan cuma satu, nilai lima belas siswa dipertaruhkan di sini—dan keterikatan yang menjerat alam bawah sadar mereka dengan satu sama lain memaksa mereka melakukan yang terbaik.

Ya, keterikatan itu, yang sampai sekarang masih gengsi ditunjukkan oleh beberapa pihak.

Seokmin kira kawan-kawannya berangsur saling menurunkan tensi, hanya komunikasi buruklah yang mencegah mereka akur. Mingyu diam-diam bercerita padanya soal rasa sungkan karena menyakiti Jaehyun (meski di sisi lain, ia masih merasa Chaeyeon telah diperlakukan cukup tidak adil). Setelah membongkar kerapuhannya di depan Seokmin kemarin, perasaan Jaehyun pun meringan hingga ia bersedia mengantarkan sarapan pada Chaeyeon—yang tentu tidak digubris hingga Yuna yang menggantikannya. Selain antara mereka yang berkonflik, Seokmin juga merasakan keakraban dengan siswa 3-E lainnya, misalnya Jaehyun yang kembali akrab dengan siswa-siswi Tiongkok, atau gadis-gadis yang tidak lagi malas berurusan dengan Jungkook dan Junhoe. 

Ironis bagaimana 3-E malah jadi saling terikat menjelang pembubaran, tetapi barangkali itu yang terbaik.

Karena satu-satunya gadis yang belum keluar kamar pagi itu tampaknya sangat menghendaki kokohnya persahabatan mereka.

"Sudah waktunya teman-teman membuka hati dan saling memaafkan, kan? Apa aku berlebihan menginginkan mereka sembuh dengan persahabatan kami? Semustahil itu?"

Seokmin baru akan berjalan menuju ruang di mana kawan-kawan kelas 2-B-nya belajar ketika mendengar isakan Yuna dari salah satu kamar. Tidak ada yang menyahuti ucapannya, mungkin ia sedang menelepon. Suara yang terdengar putus asa itu membelokkan Seokmin ke depan kamar dari mana suara berasal. 

"Aku ingin kembali menjadi diriku lagi .... Masalahnya, walaupun aku berusaha, selama itu masih aku, keadaan tidak akan kembali seperti dulu, Eomma."

Kepalan Seokmin  mengambang di depan pintu. Hatinya mencelus. Ia pernah mendengar Yuna menanyai Junhoe dan Sicheng soal bagaimana mendiang ibu Jaehyun dahulu hingga dapat membuat anak-anaknya nyaman. Sicheng mudah saja memberikan jawaban karena ia percaya Yuna dapat menolong sahabatnya sebagaimana ia mendampingi siswa-siswi kelas 3-E lainnya. Junhoe yang awalnya marah pun takluk, mungkin merasa berutang budi pada sekretaris kelasnya, jadi dia bertutur sedikit-sedikit mengenai kenangan-kenangan yang samar. Seokmin kira Yuna hanya ingin tahu bagaimana sifat orang yang dapat menyamankan Jaehyun dan Chaeyeon ...

... bukan berubah menjadinya.

Seokmin tidak melewatkan keanehan sikap Yuna sejak kemarin lusa jika berhadapan dengan kakak-beradik Jung dan trio fisika (terutama Jungkook). Yang menggelisahkan adalah sikap mereka yang cenderung tak acuh, bahkan cenderung bersukacita, padahal Yuna telah menyingkirkan dirinya sendiri demi menjadi orang yang mereka rindukan. Memikirkan itu membuat Seokmin marah, tetapi dia tak berani bertindak tentangnya. Ia tahu benar bahwa sikap impulsifnya, kendati menyelesaikan masalah pada beberapa waktu, lebih banyak membawa dampak buruk.

"Mengapa kau boleh menolong orang lain sampai melukai dirimu, sedangkan aku tidak?!"

Melukai dirimu atau hatimu bukan jawaban, Yuna, batin Seokmin sedih sebelum akhirnya mengetuk. Suara kesiap Yuna terdengar jelas; buru-buru ia memutus sambungan dengan sang ibu, lalu membukakan pintu.

"Ah, Seokmin, ada apa?" Sengau Yuna bertanya dengan muka sembap. Seokmin tersenyum tipis.

"Belajar bersama, yuk?"

"O-Oke. Tunggu, ya, aku ambil buku dulu."

Seokmin dan Yuna lantas menuju area alfresko yang tumben tidak dikuasai duluan oleh Junhoe dan Yibo. Kedua pemuda itu lebih memilih belajar di lantai dua yang hening akhir-akhir ini. Hal tersebut menunjukkan bahwa biar kelihatannya cuek, Junhoe sebenarnya peduli bagaimana taruhannya dengan sang ayah akan berakhir, jadi ia butuh belajar serius di ruang yang tenang.

Namun, rumah musim panas memang tidak seramai awal-awal liburan mereka. Sejak taruhan Junhoe, 3-E lebih mewaspadai nilai mereka—dan pendapat yang terbelah soal Jaehyun, ketua kelas mereka yang 'sempurna', semakin mendinginkan kediaman tersebut. Area alfresko ikut sepi pula, padahal kadang musik yang indah dari gitar Junhoe mengalun di sana.

Jadi kepikiran macam-macam. 

Seokmin menggeleng, lalu membuka buku soalnya, begitu pula Yuna yang lebih memilih membaca catatannya. Terlihat seperti menghafal, Seokmin paham gadis tinggi semampai itu aslinya cuma melamun.

"Maaf." Ucapan Seokmin membuat Yuna bertanya 'untuk apa?'. "Untuk mengajakmu belajar saat mood-mu jelek."

"Tidak, kok." Yuna memaksakan diri tersenyum. "Lusa sudah evaluasi. Aku tidak boleh lengah pada saat-saat terakhir, kan?"

"Jangan terlalu keras pada dirimu sendiri." Seokmin membalikkan nasihat yang sering Yuna sampaikan ke teman sekelasnya. "Kamu belajar siang dan malam tanpa mengendurkan jadwal, padahal siapa pula yang akan mengawasi?"

"Kalian kan juga begitu. Sikapku tidak istimewa."

"Menjadi istimewa kalau kamu juga sedang berjuang dengan perasaan buruk."

Urung Yuna membalikkan halaman catatannya. "Perasaan buruk apa, sih? Wajar jika semua orang mengalami tekanan jika ada patokan peringkat atau nilai tertentu, jadi aku tidak menggolongkannya sebagai 'perasaan buruk'. Lagi pula, ini kan buat teman kita, buat Junhoe."

"Tidak ada yang memaksamu buat menyelamatkan seseorang atau beberapa orang di antara kita, Yuna. Pikirkan juga dirimu sendiri."

"Aku melakukan ini memang untuk diri sendiri, tuh?" Yuna menyerah dengan catatannya, jadi dia menutup buku dan menentang mata Seokmin. "Aku ini egois, Seokmin. Aku mengerti rasanya kehilangan orang-orang yang kusayang. Jungkook adalah satu hal, tetapi Eunbi adalah hal yang lebih besar. Dia sahabatku; kami punya banyak kenangan berdua yang sekarang sia-sia karena kesalahpahaman yang tidak coba kuluruskan."

Pedih bagi Seokmin menyaksikan Yuna mengepalkan tangan di atas buku catatan.

"Selama ini, aku mencoba mendekati semua siswa 3-E karena aku tidak mau mereka merasakan sakitnya kesepian," lanjut Yuna. "Kalau semua teman mereka pergi, aku ingin menjadi yang tinggal. Namun, satu pribadi tak bisa menjadi teman untuk semua tipe orang. Teman-temanku di 3-E yang kusayangi berhak mendapatkan sahabat yang lebih pantas dariku—dan itu adalah orang-orang yang sekarang mereka benci."

"Mana ada yang begitu? Siapa pun akan menerima seseorang menjadi temannya jika orang ini bekerja keras untuk selalu mendampingi mereka. Bukankah teman-teman semua sudah merasakan kesungguhanmu dalam hal itu?"

"Tapi, aku tidak bisa mengubah masa lalu. Selain itu," Yuna menyunggingkan senyum yang menggelisahkan Seokmin lantaran tak ada emosi yang tergambar di sana, "kalau mereka memang temanku, bukankah mereka juga akan balik melakukan apa yang kumau?"

Yah, kalau ini tidak mungkin dilawan. Yuna memang belum mendapat bukti keakuran seluruh 3-E karena berbagai pertimbangan rekan sekelasnya. Keseganan. Lamanya konflik. Sisa-sisa rasa sakit hati. Mereka butuh waktu lebih lama, tetapi Yuna tak mau tahu.

Seokmin menghela napas sebelum menarik kursinya mendekati Yuna. Netranya yang menyendu melengkungkan kesedihan serupa di mata si gadis.

"Jangan lagi menjadi orang lain. Keadaan akan berubah karena perubahan mereka-mereka yang terlibat, bukan kau."

"Sudah berapa bulan—tidak—berapa tahun berlalu sejak ibu Jaehyun bunuh diri? Sudah berapa semester lalu Yugyeom meninggal karena dikeroyok? Nyatanya, semua orang masih sama-sama sakit, dipendam maupun tidak, karena mereka tidak ingin bergerak maju." Yuna yang menyadari sesuatu terkekeh. "Aku cuma menyesuaikan diri dengan sikap statis mereka. Kalau ada sosok lembut ibu Jaehyun dan si berisik-tapi-penyayang Yugyeom di antara kita, keadaan akan kembali seperti dulu."

"Kumohon jangan kehilangan dirimu, Yuna. Ketimbang mereka yang diam, di kelas kita, lebih banyak yang berubah karena kaupicu. Ingat? Minghao jadi percaya diri untuk kembali ke 3-E setelah terdepak. Sujeong dan Mina lebih mencintai diri sendiri setelah bicara denganmu. Sicheng kembali dekat dengan Jaehyun karena kau yang menjembatani. Lisa dan Yiyang yang awalnya tak akrab juga jadi dekat gara-gara sama-sama senang di dekatmu. Aku pun—"

Seokmin menelan ludah sulit. Mengingat masa-masa terendahnya ketika nyaris terlempar dari 3-E dulu selalu menguras perasaan. Pada saat itu, Yuna dan Jaehyun menyelamatkannya. Miris bagaimana mereka berdua justru menjadi pihak yang butuh bantuan sekarang.

"Aku pun berkeinginan bangkit karena kau dan Jaehyun, tetapi keinginan itu datangnya tetap dari dalam diriku sendiri. Ingat, kau hanya memicu; keputusan tetap berada di tangan kawan-kawan, Yuna. Jangan terlalu menyalahkan dirimu atas keadaan mereka, toh kau sudah berjuang semaksimal mungkin."

Mata Yuna berkaca-kaca ketika Seokmin mengucapkan ini. Tak lama berselang, bibirnya ikut mencebik dan ia menunduk dalam-dalam. Wajahnya diusap-usap cepat, membuat Seokmin panik. Apakah ia salah bicara?

"Yu-Yuna ...." Seokmin beranjak dan berlutut di depan sang kawan, mencoba menelisik rautnya. Sedikit sulit melihat wajah gadis itu karena rambutnya yang panjang menutupi. "Maaf kalau kata-kataku tidak berkenan. Aku tidak bermaksud—"

"Bukan itu."

Sambil mengusap air mata, Yuna perlahan mengangkat muka. Tampaklah wajahnya yang becek, tetapi entah untuk alasan apa, di mata Seokmin, Yuna yang tersenyum di tengah tangis begini masih tampak lebih cantik dari Yuna yang biasanya. Si gadis menepuk bahu sahabatnya dari klub choir itu, memintanya berdiri. Begitu Seokmin bangkit, Yuna memeluk Seokmin di pinggang, menenggelamkan wajahnya di perut pemuda itu yang membuat Seokmin salah tingkah.

"Y-Y-Yuna? Kau—"

"Terima kasih." Suara Yuna teredam kaus Seokmin yang perlahan dibasahi air mata. Pelukannya mengerat sedikit. "Jujur saja, aku sangat lelah belakangan, padahal tidak melakukan apa-apa yang berarti. Tapi, ketika mendengarmu bilang 'aku telah berjuang maksimal', semangatku langsung pulih .... Terima kasih, sekali lagi terima kasih banyak sudah menerimaku yang masih banyak kekurangan ini ...."

Awalnya malu berat akibat sikap tak terduga Yuna, Seokmin akhirnya menurunkan pertahanannya. Hati-hati, dibelainya puncak kepala sang sekretaris kelas. Harapannya hanya satu: agar si gadis Choi lekas menemukan kebahagiaannya sendiri.

"Kami semua merindukan dirimu yang biasa. Dirimu yang asli, bukan kau yang meniru siapa pun," bisik Seokmin. "Aku—tidak, kami semua—ingin Choi Yuna, pengurus kelas kami yang berjasa besar ini, untuk berbagi beban seperti yang kauinginkan biasanya."

Yuna berhenti terisak. Ia memegangi tangan Seokmin agar tetap di atas kepalanya, menjauhkan wajahnya dari perut Seokmin, lalu berdiri dengan masih menatap lantai.

"Seokmin, bisa aku minta sesuatu?"

"Apa?"

Yuna memejamkan matanya rapat-rapat. Tangannya yang menggenggam tangan Seokmin memanas. "Tolong tetap tinggal di sisiku, ya? Aku akan berusaha memperbaiki semua kekuranganku, tetapi selama itu, kumohon katakanlah hal-hal yang membuatku bertahan .... Hal-hal seperti 'terima kasih' tadi ...."

Selama ini sangat terkendali, permintaan Yuna ini Seokmin anggap sangat manis dan tak tertolak. Senyumnya melembut. "Baiklah. Apa pun agar kau senang."

"Satu lagi, kalau begitu." Yuna akhirnya membuka mata dan menengadah. "Bisa tutup matamu?"

"Hah? Untuk apa?"

Pertanyaan Seokmin membuat Yuna berpura-pura cemberut. "Lakukan saja!"

Menurut meski ragu-ragu, Seokmin memejam—dan segera setelahnya, kacamatanya dilepas oleh Yuna. Angin menyapu lembut wajahnya, sekitarnya menghangat, lalu sekonyong-konyong, sebuah kecupan lembut menyapa pipinya.

Kontan kelopak mata Seokmin membuka, kaget. Yuna masih menatapnya setelah menanamkan kecupan singkat itu. Seokmin menemukan sorot matanya sendiri—yang dulu ditimbulkan Yuna dan Jaehyun dengan membantunya—di permukaan manik bening Yuna. Itu sorot putus asa yang kewalahan menerima harapan baru, sorot mata yang membuat Seokmin ingin melindunginya, yang sejenak membangkitkan keinginan untuk melukai orang lain yang menyakiti Yuna. Tentu saja, hasrat itu segera dihapuskannya; ia tidak ingin mengkhianati Yuna dengan menyakiti orang lain atas nama sang malaikat.

Lagi pula, sosok yang 'menyakiti' Yuna adalah orang-orang yang Seokmin sayangi juga.

"Tolong ingat ini dan temukan aku kalau aku tersesat lagi seperti hari-hari belakangan."

Pesan Yuna dibalas anggukan oleh Seokmin. Seperti Jaehyun, gadis ini telah merapuh di hadapannya seorang, menunjukkan betapa besar kepercayaan Yuna kepadanya. Seokmin tentu tidak ingin kehilangan kepercayaan Yuna, jadi ia genggam tangan sang sekretaris kelas dan berjanji.

"Aku pasti akan menemukanmu dan membawamu pulang. Selalu."

***

[COMMERCIAL BREAK: buat yang suka Joseon, fantasy, Lovelinus, atau NCTzen, silakan mampir ke lapak Cabaca-ku di link berikut ini: https://cabaca.id/#/book/449/the-brides-eating-persimmon atau klik link yang sama dari profil Wattpad-ku. Jangan lupa buat akun di Cabaca untuk bisa baca, ya! (Cabaca adalah platform baca berbayar, tapi semua buku GRATIS pada jam 21-22.00 WIB ^^ Cek IG @lianadewintasari untuk info lebih lanjut! Thanks  :''D ]

Selain belajar, Yuna dan Jaehyun telah menyusun pernyataan mengenai penyalahgunaan kekuasaan para guru sejak berdirinya 3-E. Mereka bersepakat untuk untuk mengajukan pernyataan itu dua hari setelah evaluasi bulanan. Yuna menelepon ibunya di depan Jaehyun untuk menyampaikan kesepakatan ini. Selama itu, Jaehyun terus memerhatikannya.

Ada sesuatu yang lain dari Yuna sejak mereka bicara berdua tadi, tetapi Jaehyun tak dapat menamainya. Satu yang ia yakini: hal tersebut tidak bagus. Entah bagaimana, otaknya langsung mengaitkan sikap Yuna dengan kelakuannya kepada Chaeyeon, bahkan ketika ia sudah minta maaf secara tersurat tempo hari.

Mungkin ia harus meminta maaf sekali lagi—dan ia melakukannya.

Usai menelepon, Yuna hendak pamit ke kamar untuk melanjutkan belajar, tetapi Jaehyun menahan tangannya.

"Yuna, maaf telah memberatkan segalanya bagimu, terutama tentang Chaeyeon."

Yuna tersentak lantaran Jaehyun bersedia menyebut nama Chaeyeon, apalagi wajah si pemuda tampak sungguh khawatir dan bersalah alih-alih dipenuhi kebencian.

"Semua orang yang butuh waktu sembuh tidak akan memberatkan siapa-siapa. Ditambah lagi, kita sudah kelas tiga SMA, pasti mengerti prinsip apa yang mesti dipertahankan dan tidak, apalagi kamu si 'Jung Jaehyun'," kekeh Yuna lemah. "Kamu pasti akan segera memahami apa yang kamu inginkan, kok. Pelan-pelan saja."

"Tidak." Jaehyun berdiri dan memangkas jarak dengan Yuna. "Telah kuputuskan, aku akan memperbaiki semuanya dengan Chaeyeon."

Suara Jaehyun mantap sekali, tetapi Yuna tidak semudah itu diyakinkan. Ia kemudian menanyakan hal yang pada gilirannya membuat Jaehyun mempertanyakan niatnya sendiri.

"Untuk siapa kamu melakukan itu: dirimu, Chaeyeon, atau aku?" []

---

meninggoy ga tuh jawab apa enaknya jae?

guys sebenernya, aku merasa ff yang saaaaaaangat panjang ini banyak holenya, tapi apa yang dimulai harus diakhiri. i will end this for sure, tapi mungkin stlh di bab terakhir aku akan masukin ini ke 'to be rewritten' hahaha.

anyways, dengan teaser yang sedemikian cetar membahana bikos yuju+jidat+pole dancing= <3 <3 <3, sayangnya lagu2 di walpurgis night ga nempel di aku :'( potongan lagu 'MAGO' di highlight medley itu enak, tapi waktu diplay full .... nope. satu2nya yg aku suka di sana adlh 'secret diary' ehek. 'better me' itu hampir enak, tapi seperti MAGO (dan Lovesick Girls, in Blackpink's case), dia jatuh di chorus? gfriend skrg udh kyk dreamcatcher bagiku: dulunya lagu2nya fav banget sekarang--im sorry no.

the mv tho. THE MV. SOWON REALLY GOT ME SWERVING LANE APA MAKSUDNYA?!

lastly, doakan biar di periode promosi MAGO bisa update lagi!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top