Labyrinth (2)
[WARNING: TRIPLE UPDATE!]
Sesuai rencana, di hari pertama liburan mereka, Nyonya Jung mengeluarkan 'peti harta karun' dari bagian terdalam lemari pakaiannya, sebuah kotak kayu berukuran sedang yang memuat banyak kisah masa lalu. Itu merupakan kali pertama bagi Chaeyeon mendengar cerita-cerita dari setiap barang dalam kotak itu, sedangkan Jaehyun tidak keberatan menyimak penuturan ibunya untuk kali kesekian. Ia selalu menyukai ekspresi damai Nyonya Jung, juga usapan yang sesekali menyapa anak-anak rambutnya, ketika berkisah.
"Kelihatannya menyenangkan memiliki kotak harta karun seperti Eommoni. Aku akan cari satu juga untuk kupenuhi dengan kenangan-kenangan berhargaku!"
"Kalau begitu, ambil saja kotak milikku dan isilah dengan apa pun yang kamu suka, Chaeyeon-ie."
Bukan main girangnya Chaeyeon begitu Nyonya Jung mewariskan benda tak ternilai itu kepadanya. Ia memeluk kotak kayu seakan benda tersebut memuat seluruh nyawa dan cintanya. Pipi Nyonya Jung dikecupnya dengan sayang, memancing kekeh si perempuan dan rasa cemburu Jaehyun. Aku juga mau cium Eommoni!, ungkapnya tanpa jengah sebelum mendaratkan bibirnya ke sisi lain wajah sang ibu. Kegelian lagi gemas, Nyonya Jung lantas merangkul kedua buah hatinya, menyebut mereka sebagai 'anak-anak tersayangku' ...
... untuk terakhir kali.
Keesokan pagi, usai memasak, Jaehyun yang berniat mengajak ibunya sarapan bersama mendapati satu tubuh kaku tergantung dari langit-langit kamar Nyonya Jung. Aroma bunga prem dari gaun tidur yang dikenakan si jasad ternoda tajamnya bau kematian, padahal kurang dari 24 jam lalu, aroma gaun tidur tadi mengantarkannya kepada mimpi indah.
Ambruklah Jaehyun di atas lutut.
"Eommoni .... Eommoni .... Tidak mungkin .... Tolong, s-siapa saja, tolong!!!"
Secepat apa juga para pelayan menjawab panggilan distres tuan muda mereka, Chaeyeon lebih dahulu tiba, menghampiri sang kakak segera setelah ketakutan Jaehyun menggema dalam dadanya sendiri. Sesampainya di kamar Nyonya Jung, gadis itu kontan lupa niatnya menolong; ia sendiri memekik hingga gemetar sekujur tubuhnya. Ia akan jatuh berdebam di lantai andai seorang pelayan tidak menangkap raga bekunya. Lain dengan Chaeyeon, Jaehyun masih membuka mata, tak sanggup berpaling dari sosok mengenaskan di langit-langit kamar.
Gumpalan-gumpalan kertas yang terserak di kolong nakas menunjukkan berapa kali Nyonya Jung berusaha untuk menyampaikan salam perpisahan yang pantas; semuanya gagal. Bagaimana ia bisa 'berpesan' untuk yang penghabisan jika ia tergerogoti lara? Begitu buas rasa terkhianati mengoyaknya sehingga sang perempuan mulia menyerah, menyambar tambang, dan memutuskan untuk segera menyudahi semuanya tanpa pamit. Kelihatannya perilaku wanita itu tak bertanggung jawab, janggalnya Jaehyun tak bisa marah di depan pusara sang ibu.
Tuan dan Nyonya Jung nyaris menyerupai dewa bagi Jaehyun. Ia memuja mereka. Ia mencintai mereka. Mustahil cacat dalam kisah keluarga yang awalnya bahagia ini disebabkan oleh salah satu dari mereka. Siapa yang salah, kalau begitu?
Iris cokelat muram Jaehyun menemukan figur satu gadis yang mengelabu dekat batu nisan. Seorang gadis yang makin mirip ayahnya pasca operasi plastik kendati berasal dari rahim yang berbeda darinya ...
... rahim yang lain ...
... rahim pelacur.
Siapa pun, tidak, apa pun ibu kandung Chaeyeon sebenarnya, dia iblis yang telah mengobrak-abrik hidup Jaehyun. Jika ibunya saja iblis, si anak tentu sama saja, bukan? Lihatlah, kebahagiaan tidak pernah bertahan lama sejak Chaeyeon datang karena gadis itu terkutuk. Rahang Jaehyun terkatup rapat. Mengapa bukan bocah piatu itu saja yang mati alih-alih ibunya yang berhati malaikat?
"Oppa, apa yang—uhuk—lepaskan aku! Tolong, A-Abeoji—akh!!!"
"Jangan panggil Abeoji seperti itu. Kau bukan anaknya dan aku bukan kakakmu, dasar pembunuh! Sialan! Mati, mati, mati!!!"
"JUNG JAEHYUN! LEPASKAN ADIKMU SEKARANG JUGA!"
Chaeyeon terbatuk; tenggorokannya, yang baru saja terbebas dari cekikan, pedih akibat masuknya udara kering dalam jumlah banyak secara tiba-tiba. Tangan Jaehyun melampai ke sisi tubuh saat ia berpaling pada Tuan Jung yang tampak terpukul. Berdirilah pemuda itu dengan terhuyung-huyung sembari tersenyum ganjil, air matanya tak berhenti menetes.
"Abeoji, aku satu-satunya anakmu, kan?"
Terakhir berbohong, Tuan Jung kehilangan istri tercintanya untuk selamanya, maka ia putuskan untuk tidak mengulang kesalahan yang sama. Kepada Jaehyun dan Chaeyeon, ia beberkan dosa-dosanya di masa silam yang membenarkan semua spekulasi di kalangan para pelayan. Jaehyun terbungkam mendengarkan fakta demi fakta: bahwa ibunya diduakan sejak sebelum menikah, bahwa ibu Chaeyeon (beserta bayi yang dikandungnya) ditelantarkan setelah Tuan Jung menikahi ibu Jaehyun, dan bahwa rasa bersalah telah menuntun Tuan Jung ke panti asuhan yang merawat Chaeyeon usai gadis malang itu—pada gilirannya—ditelantarkan pula oleh sang ibu kandung.
"Jadi, semua itu benar?"
Tuan Jung bersujud seraya meminta maaf berulang-ulang, bercucuran tangis. Terlepas dari dalamnya penyesalan, ia masih memohon agar Jaehyun dan Chaeyeon berbaikan 'sehingga hati kita tidak terluka lebih lebar lagi'. Bagi Jaehyun, itu gila dan memuakkan, jadi tanpa pikir panjang, ia berteriak, keluar ruangan dengan langkah mengentak, dan membanting pintu menutup.
Kepala Jaehyun sakit. Telapaknya erat mencengkeram seprei dan napasnya berat. Rasanya ia hampir mati. Berbaikan? Dengan si gadis pembunuh? Apa ayahnya sudah tidak waras?
Tapi, ini ayahnya yang meminta. Seperti biasa, sebelum disadari, Jaehyun menemukan dirinya melaksanakan perintah lelaki itu, satu-satunya keluarga yang ia punya dan sayangi sepenuh hati. Kata-kata manis yang lazim diucapkannya pada Chaeyeon bergema kembali di dalam rumah sehingga Chaeyeon, yang berada di ambang depresi, sejenak terselamatkan. Ia berpikir kakaknya telah kembali seperti sediakala walaupun hal tersebut terlalu indah untuk menjadi nyata. Nyaris saja Chaeyeon mempercayai adanya mukjizat ...
.. andai Jaehyun tidak membisikkan kata-kata beracun tepat ke telinganya, tak untuk didengar rungu lain, suatu hari ketika Chaeyeon mengajaknya makan siang.
"Haram jadah, ingat posisimu. Aku bersikap baik padamu hanya karena tidak mau hubungan kita bertambah runyam jika orang-orang mengetahui. Menjauhlah, dasar anak kotor pembunuh."
Kontan Chaeyeon terbungkam. Ditatapnya Jaehyun yang menegakkan tubuh dan memasang senyum malaikatnya, menyetujui ajakan makan siangnya dengan nada ramah yang biasa, lantas berpamitan pada teman sekelasnya untuk pergi bersama Chaeyeon. Sang dara tidak mampu berkata-kata sampai mereka berada di persimpangan selasar, jauh dari mata-mata yang mengenali. Di sana, Jaehyun membalikkan punggung, berjalan ke arah berlawanan, tak mengatakan apa-apa lagi.
Kesedihan yang membumbung mendadak berubah menjadi amarah. Chaeyeon menyeret Jaehyun ke sudut yang lebih sepi dan menamparnya.
"Penipu. Kalau kau berniat membenciku, lakukanlah di depan orang banyak, tak usah berpura-pura. Pengecut!"
"Aku tahu cara apa yang lebih pantas untuk menyiksamu. Kau membunuh Eommoni, tetapi kau sendiri masih hidup? Aku akan membuat hidupmu menderita sebagai gantinya."
"Aku tidak membunuh ibumu!"
"Kau membunuhnya hanya dengan ada, paham? Kelahiranmu itu sendiri adalah dosa. Satu-satunya yang dapat menebus dosa itu adalah kemusnahanmu."
Chaeyeon kehabisan kata-kata. Bahkan ibu Jaehyun tidak pernah mengutuk keberadaannya semasa hidup; apa-apaan putranya sekarang? Pemuda lembut yang dulu Chaeyeon panggil 'Oppa' sepertinya telah termakan dendam, menyisakan jiwa yang gelap.
Namun, Chaeyeon menyadari ucapan Jaehyun tak sepenuhnya salah. Bibirnya yang gemetar lantas melengkung sinis, menyembunyikan luka baru yang basah berdarah dalam hati.
"Benar. Benar, aku pembunuh, dan aku tidak akan berhenti hanya dengan ibumu, Jung Jaehyun! Ke depannya, kau—dengan topeng manis itu—akan memiliki lebih banyak orang untuk dikasihi. Aku bersumpah akan menghancurkan mereka satu persatu dengan tanganku sendiri!"
Meniru saudara seayahnya, Chaeyeon mundur dan melambaikan tangan ceria.
"Aku tak akan lupa janji tadi, Jaehyun-ie! Sampai ketemu sepulang sekolah!"
Seorang teman sekelas Chaeyeon yang menyaksikan adegan ini di koridor menggoda si gadis, mengatakan betapa irinya ia dengan keakraban Chaeyeon dan Jaehyun. Saat ditanya 'kalian janjian ke mana lagi?', Chaeyeon tertawa kecil dan menjawab 'ke neraka!'. Tentu saja temannya tak menganggap itu serius.
Jaehyun yang mendengar nukilan percakapan itu, di lain pihak, menangkap ultimatum terselubung si gadis. Yang membingungkannya, siapa yang akan menjadi target Chaeyeon setelah ibunya? Tuan Jung? Lelaki itu cukup memenuhi kriteria 'orang yang Jaehyun kasihi', tetapi bukankah Chaeyeon juga menyayanginya? Menghancurkan Tuan Jung pasti akan berdampak pada Chaeyeon pula sedikit banyak, lagi pula lelaki itu sudah cukup hancur dengan kematian istri sahnya.
"Ada laporan masuk tiga hari lalu tentang seorang siswa bernama Goo Junhoe dari kelas 3-B. Laporan itu menyebut tentang perkelahiannya dengan anak SMK Teknik Sangin. Setelah kami selidiki lebih jauh, dia ternyata beberapa kali membuat masalah di luar sekolah walaupun catatan pelanggarannya bersih di dalam sekolah. Oh, dan .. ada rumor beredar kau 'cukup dekat' dengan orang ini, Jung Jaehyun?"
Masuk SMP yang sama, Junhoe si pembuat onar telah sepakat untuk tidak mengacau di dalam sekolah—yang merupakan wilayah kerja Jaehyun, ketua tim kedisiplinan. Meskipun bertanggung jawab, Jaehyun saat itu masih terlalu muda untuk mendahulukan peraturan di atas persahabatan, jadi kesepakatan ini sangat memudahkannya menjalankan tugas. Terungkapnya kelakuan buruk Junhoe di luar sekolah kini menggoyahkan posisinya; jika ia mengaku terlibat dalam beberapa perkelahian, dengan alasan apa pun, perjalanannya yang mulus semasa SMP akan berakhir mengenaskan. Menurut wacana, Junhoe akan dipindahkan dan Jaehyun jamin mutu sekolah barunya tidak akan sebagus sekolah yang sekarang. Bukankah siswa dari SMP yang unggul akan lebih diutamakan pada penerimaan siswa di SMA yang juga unggul?
Maka, dalam sidang kekerasan sekolah di mana ia juga diselidiki, tak hanya menolak keterlibatan pada perkelahian, Jaehyun juga menyangkal bahwa dia mengenal Goo Junhoe dari kelas 3-B. Alhasil, hanya pemuda bertatapan tajam itu saja yang dikeluarkan.
Sehari sebelum Junhoe diboyong ke Seongnam untuk menuntaskan kelas sembilan, Jaehyun yang akhirnya punya cukup nyali bertandang ke Kediaman Goo.
"June-ya, maafkan aku .... Keadaannya serba menyudutkan dan aku tak tahu harus berbuat apa, t-tetapi kau pasti mengerti kalau yang kukatakan pada sidang kemarin tidak berarti apa-apa buat kita berdua kan?"
"Tidak berarti, kaubilang?"
Sekepal tinju menanamkan lebam di wajah pucat Jaehyun, disusul beberapa lainnya, bertubi-tubi. Junhoe tidak perlu mengucapkan sepatah kata pun agar Jaehyun memahami kekecewaannya. Oleh karena itu, Jaehyun tidak memberikan perlawanan hingga dirinya ditolong para pelayan Junhoe. Pertemuan terakhir mereka di penghujung tahun ketiga SMP bergulir bersama darah dan memar, lalu melangkahlah Jaehyun pulang bersama penyesalan.
Menyaksikan wajah kakak angkatnya membiru di mana-mana, Chaeyeon yang hendak berangkat menuju lokasi pemotretan majalah tersenyum sinis, pastinya tidak terlewatkan oleh Jaehyun. Sadarlah pemuda itu akan apa yang Chaeyeon maksud dengan 'menghancurkan orang tersayangnya'. Rasa jengkel memuncak sampai ubun-ubun, tetapi Tuan Jung ada di rumah dan Jaehyun harus beramah-ramah kepada adik perempuannya bila tidak mau menyakiti sang ayah.
Sejak itu, Jaehyun memutuskan untuk menjaga jarak dengan semua orang, kecuali dari Chaeyeon yang seakan selalu siap menyerangnya. Tahun terakhir sulung Jung di SMP habis dalam kesendirian, berbanding terbalik dengan Chaeyeon yang makin populer karena paras barunya. Satu-satunya yang dapat memuaskan Jaehyun adalah performanya di ujian kelulusan, nilai-nilai sempurna yang dibayar dengan kesepian, prestasi yang membakar Chaeyeon dalam kecemburuan.
Kelas satu SMA, Jaehyun memancang tekad untuk tetap menutup diri dari siapa saja yang hendak mengetuk pintu hatinya. Segala interaksinya tidak boleh berimbas pada hubungan yang lebih intens.
Belum-belum, ia sudah memperoleh cobaan.
"Wo shi .... Tidak, maaf .... N-Namaku Dong Sicheng. Aku berasal dari Wenzhou, Cina. Aku menerima beasiswa untuk bersekolah di Seoul Global High. Tuan Jung Junhyuk adalah orang tua asuh yang ditetapkan untukku oleh badan penyalur beasiswaku."
"Terima kasih banyak sudah membantuku, Jung Jaehyun-ssi .... Maafkan kecerobohanku. A-Aku Ryu Sujeong dari kelas 1-A. Kita satu kelompok untuk praktikum di klub nanti, bukan?"
Minggu pertama, seorang bocah polos berlogat asing muncul di ambang pagar Jaehyun, mengaku sebagai pelajar Tiongkok yang akan tinggal seatap dengannya hingga lulus. Minggu kedua, semua klub memulai aktivitas dan Jaehyun dipertemukan dengan gadis pemalu berambut ikal panjang yang menjadi rekan sekelompoknya di klub kimia.
Sicheng dan Sujeong. Keduanya menyisip perlahan-lahan ke ruang istimewa yang mestinya terus tergembok dalam batin Jaehyun. Keluguan dan ketulusan mereka meruntuhkan pertahanan; Jaehyun terpaksa menerima tamu kembali di serambi jiwanya. Ia berusaha berpikir positif bahwa Chaeyeon tak akan melanjutkan aksi. Dia toh cuma gadis kecil yang perasaannya mudah terbolak-balik. Bahkan ada kemungkinan dara manis itu sudah memaafkannya, tetapi enggan mengungkapkan?
Salah besar.
"Jaehyun, maaf, tetapi aku sudah tidak menyukaimu lagi .... Aku bosan denganmu, mari kita akhiri saja ...."
Kebohongan dalam kata-kata Sujeong kalah dengan kejujuran dari luka-lukanya yang tak Jaehyun ketahui pasti ditanamkan oleh siapa. Seseorang seperti Sujeong yang sulit mempercayai orang lain akan sulit pula melepaskan orang yang telah terikat dengannya, jadi 'bosan' jelas merupakan alasan yang dikarang-karang. Jaehyun mendesak Sujeong untuk mengatakan siapa yang memaksanya memutuskan hubungan ini, tetapi Sujeong terisak semakin keras dan menepis telapak tangan yang mencengkeram bahunya. Ia tekankan bahwa ia tak berbohong dan Jaehyun akan lebih bahagia dengan gadis lain suatu saat nanti, lantas lari menjauh setelah meminta maaf.
Tak lama setelah tamatnya hubungannya dengan Sujeong tersebar, Jaehyun didatangi Kim Jiho dari kelas 1-A, semula untuk urusan belajar bersama, tetapi makin hari makin kerap dan membuat sumpek. Chaeyeon berdiri di belakang gadis itu, di depan banyak orang mengatakan sesuatu yang ambigu: 'oppa-ku ini jagonya termodinamika, tidak, dia sudah menguasai semua materi kimia, Jiho-ya, jadi jangan ragu-ragu minta tolong!'.
Akting yang luar biasa meyakinkan dan menjijikkan. Biasanya sering dikelilingi gadis-gadis dari kelas lain yang minta diajari, Jaehyun jadi dimonopoli oleh Jiho yang kehadirannya 'disokong' Chaeyeon. Ketika itu, kebanyakan orang beranggapan Chaeyeon sebatas sahabat yang terlalu dekat dengan Jaehyun, maka cuma dengan gadis yang direstui Chaeyeon-lah, Jaehyun boleh menjalin hubungan. Tak ayal, masa itu menjadi masa terhening dalam kehidupan Jaehyun sebab ada satu gadis saja yang mengekorinya alih-alih delapan atau sembilan; yang lain mundur teratur, merasa tak mungkin direstui Chaeyeon untuk berpacaran dengan Jaehyun sebesar Jiho.
Setiap hari yang berganti memperbesar api dalam dada Jaehyun dan akhirnya meletup, terlebih ketika ia menyaksikan sendiri apa yang Chaeyeon dan Jiho lakukan pada sang mantan kekasih.
"Sampah kalian berdua! Berhenti menyakiti Sujeong!"
"Ah, jadi begini sosok Jung Jaehyun yang asli? Astaga, Chaeyeon-ie, benar katamu, orang ini penipu ulung!"
"Hentikan! Jaehyun bukan ... penipu .... Orang-orang seperti kalianlah yang terus menyudutkannya hingga menjadi seperti ini! Kalianlah yang terburuk!"
Mendengar Sujeong menyalak balik pada para perundungnya malah memancing tawa Chaeyeon dan Jiho. Mereka mengurut lagi dosa-dosa Jaehyun yang sebenarnya sudah diketahui Sujeong dari Jaehyun sendiri, lalu menambahkan 'masih berpikir dia baik?'.
"Tidak ada orang yang benar-benar baik, tetapi semua orang bisa berubah. Kalian mencegah Jaehyun memperbaiki diri dengan mengungkit-ungkit masa lampau!"
Bagaimana Sujeong mempercayainya menenggelamkan Jaehyun dalam rasa bersalah. Cukup. Tidak boleh ada orang baik lagi yang ia korbankan. Jaehyun bangkit dan menatap nanar adik tirinya.
"Lakukanlah sesuka kalian. Orang ini toh tidak ada hubungannya lagi denganku. Selain itu, mau kalian berbuat baik atau jahat, kalian tetap senilai dengan sampah, jadi teruskan."
[WARNING: TRIPLE UPDATE!]
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top