Kim Mingyu (3)

Jaehyun menelengkan kepala, penasaran mengapa bisa ada lagu yang belum berjudul walau sudah dirilis.

"Ini lagu ciptaanku sendiri," jelas Seokmin malu-malu. "Aku menggunakan MadeMusic di ponsel Mingyu, lalu setelah jadi, audionya kukirim ke ponselku, tetapi aku belum memikirkan judulnya."

"Wah, sungguh? Aku punya aplikasi itu, tetapi cuma kumainkan sesekali dan aku belum membuahkan satu pun lagu. Versi litenya sangat terbatas, kan?"

"Iya, yang lite fiturnya sedikit sekali. Jaehyun punya juga?" Seokmin semakin gembira mengetahui kemiripan hobi mereka. "Mingyu tidak suka musik, tetapi dia punya akses ke MadeMusic premium dan memberitahuku soal itu, jadi sejak kelas satu, kadang-kadang aku pinjam ponselnya untuk membuat lagu."

"Berarti lagu yang kaubuat sudah banyak sekali, dong?"

"Tidak juga. Dua tahun bermain, aku hanya berhasil menciptakan tiga karya."

"Kamu kan sibuk ini-itu dari kelas satu; bisa berkreasi di luar jam belajar saja sudah keren," puji Jaehyun, yang ditanggapi Seokmin dengan cengiran salah tingkah. "Boleh kudengarkan, tidak?"

"Ah, yang ini jangan."

"Mengapa?"

"Mingyu bilang lagu yang ini iramanya membosankan dan liriknya 'cengeng' sekali, jadi aku berencana mengubahnya ...."

"Memangnya menurut Mingyu, apa yang perlu diubah?"

"Dia tidak menyebutkannya."

"Karena itulah, mungkin aku bisa memberimu saran." Jaehyun tersenyum jahil dan Seokmin langsung menyadari bahwa pertanyaan tadi merupakan jebakan agar mau menyerahkan ponselnya. "Ayolah, Seokmin."

Jika Jaehyun sampai memohon seperti itu, mustahil Seokmin tak luluh. Ragu-ragu, ia membuka kunci ponselnya, menampilkan jendela pemutar musik, dan menyodorkan gawai itu pada Jaehyun beserta earphonenya sekali. "Semoga telingamu baik-baik saja setelah mendengarnya."

"Tenang, gendang telingaku kebal terhadap lagu sumbang," gurau Jaehyun, lantas menekan tombol 'putar'. Melodi yang lembut dari gitar akustik mengalun dengan tempo sedang, cocok menjadi musik latar belakang musim semi. Suara Seokmin masuk sesudah intro singkat dan Jaehyun membulatkan bibir, membuat waswas si mata empat yang sedari tadi menghitung ketukan.

"Suaramu bagus sekali, Seokmin. Serius!"

"Sungguh?" Ya ampun, pandangan Seokmin sepertinya mulai dikaburkan kaca-kaca kecil saking terharunya dia. "Terima kasih, Jaehyun ...."

"Kau mungkin akan diburu pencari bakat kalau ini diunggah."

"Tidak bakal sampai seperti itu, lah. Dengarkan sampai selesai, pasti akan ada banyak kekurangan yang kautemukan."

"Kita lihat saja. Kalau ternyata keren sampai akhir, susu stroberimu akan kuminum."

"Jangan, dong!"

Keduanya tergelak kemudian, merasa lebih akrab dari sebelumnya, dan Jaehyun kira salah satu yang mengkatalisir leburnya dinding antara mereka adalah kehangatan dari lagu Seokmin. Memang lagu itu berkisah tentang pahit-manisnya perpisahan, tetapi melodi musim bunganya kental sekali, pun suara Seokmin tidak melulu berwarna biru; malah menurut Jaehyun, suara seperti ini tidak sesuai untuk balada. Berbeda dengan karakter orangnya, suara ini stabil, kuat, dan bisa penuh semangat bila membawakan lirik yang tidak pedih. Barangkali inilah diri Seokmin yang asli; Jaehyun tidak sabar menunggunya mengemuka.

"Jangan mengucapkan selamat tinggal jika esok kita masih berjumpa

atau pertemuan kita akan melukaiku semakin dalam

karena kisah kita berdua tertinggal di masa lalu, yang sekarang tersisa hampa."

Lirik pada bridge lagu Seokmin mengingatkan Jaehyun pada satu gubahan yang lebih menyakitkan milik seorang teman. Kalimatnya tidak persis, tetapi sangat senada. Pemuda berkulit terang itu jadi penasaran, apakah lagu ini sebenarnya terinspirasi dari sana?

"Iya, bridge itu kubuat karena aku mendengar seseorang menyanyikan lagu sedih di atap sekolah dengan lirik yang menyentuh sekali. Aku bahkan ingat melodinya: 'mari mengakhiri semuanya jika kau tak menerima kata maaf, tetapi jangan sisakan kenangan yang takkan bisa diputar ulang'."

Tatkala Seokmin menyelesaikan senandungnya, Jaehyun tercenung. Rupanya benar-benar lagu itu yang mengilhami bridge Seokmin?

"Aku belum pernah mendengar lagu itu di portal musik, tetapi liriknya menyayat walaupun temponya cepat seperti orang marah sehabis putus cinta, sangat emosional," lanjut Seokmin menggebu.

"Apa kau tahu siapa yang waktu itu menyanyi?"

"Hmm ...." Sendok Seokmin mengumpulkan sisa nasi di mangkuk. "Aku tidak yakin, tetapi dia kedengaran mirip Jungkook. Yah, walaupun setahuku Jungkook tidak hobi menyanyi dan suara itu terlalu 'kasar' untuk ukurannya ...."

"Memang bukan Jungkook yang menyanyi--dan kurasa aku dapat menebak mengapa Mingyu mengkritik lagumu." Jaehyun ganti membuka ponselnya, mengaktifkan pemutar musik, dan meminta Seokmin mendengar lagu yang dimainkannya seraya mengulurkan balik earphone Seokmin.

"'Tidak Berjudul - GJH oleh MadeMusic'? Ini juga lagu buatan sendiri, ya?"

Jaehyun mengangguk dan Seokmin yang ingin tahu segera memusatkan perhatian pada lagu tersebut. Maniknya seketika melebar oleh realisasi.

"Iya, ini! Suara ini yang terdengar dari atap sekolah! Sayang sekali Minghao memanggilku, sehingga aku tidak sempat ke atas untuk melihat siapa yang menyanyi. Dia anak kelas kita, tetapi ... siapa?"

"Lihat saja inisial penciptanya dan kau akan tahu," ujar Jaehyun seraya bangkit dengan nampan kosong di tangan. "Coba tebak selagi aku mengembalikan nampan."

Lucu melihat Seokmin menyimak dengan saksama lagu itu untuk mengenali karakter penyanyinya, sementara Jaehyun dapat menebak suara siapa itu hanya dalam selintas dengar. Sekembalinya ia dari menyerahkan nampan ke petugas kantin, ia segera duduk di depan Seokmin yang ekspresinya sulit ditebak.

"Jadi?"

"Aku punya dugaan, tetapi jangan ditertawakan kalau salah," ujar Seokmin sembari memelankan suara. "Goo Junhoe?"

"Seratus." Jaehyun menjentikkan jari. "Nah, kau mengerti kan sekarang, mengapa Mingyu mengkritik lagumu?"

"Ya ... dan tidak." Seokmin membuang napas. "Meski sudah lama bersahabat, aku masih tidak habis pikir mengapa sikap obyektif Mingyu tergusur semudah itu jika terkait orang-orang yang punya kisah pahit dengannya."

"Kisah pahit. Cuma dua orang yang terpikir olehku: Goo Junhoe dan Jung Eunbi."

"Wah, bagaimana kau tahu soal Jung Eunbi?"

"Gosip terpanas akhir semester kemarin di lingkaran gadis-gadis. Mereka mengulangnya nyaris setiap saat; mau tidak mau aku kan mendengarnya juga."

"O." Seokmin terkekeh. "Begitu-begitu, Mingyu orang yang serius menjalani semua ikatannya. Jika ada alasan untuk putus, maka tidak akan ada peluang untuknya kembali. Aku kurang suka dengan caranya menjauhi dua orang yang kausebut semata karena ingin menyingkirkan mereka dari pikirannya, tetapi aku tak berwenang untuk menyinggung soal itu, bukan?"

"Mungkin ada baiknya kau mengingatkannya langsung biar agak 'pedas'; manis mulut sahabat tidak akan selamanya bagus untuk perkembangan pribadi seseorang. Mendadak aku teringat apa yang ia lakukan pada Yuna pagi ini."

Seokmin menggeleng-geleng. "Harusnya, dia tidak sekeras itu."

Jaehyun tersenyum. "Nah, di situlah sahabat yang baik mestinya memperingatkan."

Mendongak, Seokmin tampak bimbang. "Aku tidak berpikir kalau kebaikan Mingyu selama ini bisa kubalas dengan sesuatu yang menyerang privasinya."

Kondisi ini dapat Jaehyun maklumi, tetapi ia tetap tidak setuju dengan sikap menghindar Mingyu yang bukannya menyelesaikan masalah justru menimbulkan masalah baru. Di sisi lain, ia juga mempertimbangkan ucapan Seokmin soal privasi sang peraih medali fisika. Jaehyun mungkin dekat dengan Yuna (dan, dulu, juga Junhoe), tetapi itu tidak bisa dijadikan dasar untuk menggurui seseorang yang bertindak 'jahat' terhadap mereka. Jaehyun sendiri terkesan melindungi orang-orangnya dan mengabaikan kepentingan Mingyu di situ.

"Kamu sangat mencemaskan Yuna, ya?"

"Tidak secemas kamu, pastinya." Jaehyun tidak mengantisipasi bagaimana Seokmin tersipu oleh kalimatnya, cinta dalam persahabatankah?

"K-Kalau soal Yuna, sepertinya kamu bisa tenang, Jaehyun, karena Chaeyeon selalu ada untuknya."

Sayangnya, keberadaan Chaeyeon di sekitar Yuna memicu kekhawatiran baru. Seokmin tidak perlu tahu mengapa.

"Jaehyun, semua baik-baik saja?"

"Ya," tukas si ketua kelas, "ya, semua baik. Ayo, kita kembalikan nampanmu dan kita selesaikan tugas fisika yang tadi."

***

"Astaga, apa cowok seperti Gong Taekwang itu nyata?"

"Mustahil. Cowok asli tidak akan sepeka itu untuk menemukan cewek yang dirundung macam Lee Eunbi, apalagi menolong mereka," keluh Yuna. Chaeyeon mengiyakan.

"Aku jadi takut, jangan-jangan kita juga tidak sadar ada teman sekelas yang jadi korban perundungan?"

"Mm, tetapi sepertinya di kelas tidak ada yang menunjukkan 'gejala-gejala' seperti Lee Eunbi." Yuna mengingat-ingat. "Aneh, sih, kalau di 3-E ada perundungan terhadap siswi, soalnya ancaman yang nyata kan hanya Junhoe. Masa dia sepengecut itu untuk menyakiti anak perempuan?"

"Hei, cowok sekarang kan banyak yang pengecut, misalnya saja Kim--"

"Yuna."

Chaeyeon spontan mengatupkan mulut, ujung-ujung jarinya menempel di bibir begitu suara ini menghentikan mereka berdua dari menaiki bus sekolah. Pemuda ini menjadi bahan obrolan Yuna dan Chaeyeon sepanjang istirahat siang (plus memancing emosi Chaeyeon karena sikapnya yang tidak gentle); ada apa tiba-tiba muncul dengan wajah kaku begitu? Yuna tentu belum lupa argumennya dengan si pemuda pagi ini, tetapi lantaran ia juga menyesal, ia tetap mengulas kurva tipis.

"Mingyu, ada apa?"

Senyum itu, untungnya, cukup untuk mencairkan suasana. Mingyu ikut tersenyum pula biarpun simpul, lantas membungkukkan tubuh dan meminta maaf.

"Aku sudah mengatakan hal yang keterlaluan karena tidak bisa mengendalikan diri."

"Ah, jangan--aku juga sudah berlebihan." Yuna ikut-ikut membungkukkan tubuh. "Mungkin memang ada beberapa hal yang tidak dapat langsung diceritakan, atau malah harusnya disimpan selamanya. Kalau memang perihal Eunbi ingin kaurahasiakan ...."

"Tidak, penting bagimu dan Eunbi untuk tahu, tetapi tidak sekarang." Mingyu menekankan di penghujung kalimat. "Suatu saat, aku akan membenahi semuanya, tetapi sebelum itu, aku harus mempersiapkan diri dulu. Aku janji akan memperbaiki hubungan kami sebelum suneung atau bahkan lebih cepat. Ketika hari itu datang, aku akan menjelaskan semuanya padamu agar kau tidak salah paham."

Itu pembelaan diri yang panjang, tetapi Yuna tidak menganggapnya sekadar basa-basi. Jika Mingyu tampak bersungguh-sungguh, maka ia akan serius dan tidak cuma membual, kata Seokmin; Yuna tentu tidak meragukannya. Berusaha menyingkirkan prasangka, Yuna meyakinkan diri bahwa di balik kisah Mingyu, pasti ada kondisi-kondisi memaksa yang belum ia ketahui. Kesimpulan yang diambil berdasarkan terbatasnya fakta tidak akan valid, kan?

"Senang mendengarnya darimu. Aku akan menunggu, kalau begitu. Yuk, naik."

Mingyu yang lega segera berterima kasih, mempersilakan Yuna dan Chaeyeon masuk bus duluan. Pimook dan Minghao heboh menggodanya, menanyakan apa yang ia bicarakan bersama gadis-gadis, lalu seperti biasa, Mingyu membalas dengan lawakan santainya: 'dua puluh ribu won untuk cerita asli, gratis untuk yang palsu, tidak ada harga teman', sehingga keduanya mengerang kecewa.

Mingyu yang begini tak mungkin sengaja menyakiti seseorang. Tak mungkin.

"Ih, Yuna, jual mahal sedikit lah biar dia kapok menjahatimu lagi," bisik Chaeyeon usai mengempaskan pantat ke kursi bus, sedangkan Yuna menyebelahinya.

"Untuk apa jual mahal? Memangnya Mingyu, sedikit-sedikit memalak? Aku kan sudah kaya, jadi maafku murah saja harganya karena uangku sudah banyak." Yuna mengibaskan rambut ke belakang dengan gaya, memancing tawa Chaeyeon.

"Yuna memang yang paling baik!" Chaeyeon menggelayut ke lengan Yuna. "Kalau ada cowok yang berani memanfaatkanmu, aku tidak akan membiarkannya!" []

--sorry for the inconvenience! ngupload chapternya pake hape jadi formatnya berantakan T.T and that's quite a response @tvaeny and @sweetestvitamin! cepet banget reviewnya ^^ makasih udah follow ya!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top