In Fast Forward (3)

Sebelumnya: Chaeyeon akhirnya jujur soal rasa sukanya pada Jaehyun, juga ketidaknyamanannya melihat kedua pengurus kelas yang akrab, tetapi sekalipun Yuna bilang tidak ada apa-apa antara dirinya dan Jaehyun, hati Chaeyeon terlalu keras untuk menerima maaf. Sebelum sempat melunakkan Chaeyeon, Yuna--juga Jaehyun--dipanggil ke kantor kepala sekolah. Pil apa itu di atas mejanya?

***

"Seorang siswa melaporkan Lee Seokmin atas kecurigaan pemakaian obat-obatan terlarang. Oleh karena itu, kami melakukan pemeriksaan dan menemukan ini di dalamnya. Saat kami tanyai mengenai obat ini, Lee Seokmin mengarahkan kami pada kesimpulan yang kurang menyenangkan. Ia tidak mengetahui nama obat dan membelinya tanpa resep dari seorang pekerja paruh waktu. Berdasarkan laporan, ia biasa mengonsumsi dua butir saat istirahat siang, tetapi kami menemukan empat—itu artinya, ia telah meningkatkan penggunaan. Semua ini menunjukkan gejala kecanduan, padahal menurut buku peraturan siswa, hukuman untuk penyalahgunaan obat-obatan terlarang—yang termasuk tindakan kriminal—sangat berat. Tentu kalian belum lupa, bukan?"

Memiliki kunci jawaban ujian dan melakukan tindakan kriminal merupakan dua poin teratas dalam tabel hukuman, ditebalkan dengan warna merah. Kolom potongan poin tidak diisi angka, tetapi tulisan 'D.O.'—drop out. Keterangan di bawah tabel menyatakan, tanpa melihat akumulasi poin kedisiplinan sebelumnya, pelaku dua pelanggaran ini akan langsung dikeluarkan dari sekolah.

Seokmin meredam gigil di sebelah Kepala Sekolah Park. Yuna mencengkeram rok seragamnya takut.

"Saya mohon izin bicara," ucap Jaehyun, dan Kepala Sekolah Park menyilakan. "Untuk menyatakan seseorang kecanduan obat terlarang, butuh serangkaian pemeriksaan medis. Tanpa bermaksud merendahkan siapa pun, Anda semua adalah guru, maka Anda tidak memiliki kewenangan untuk menetapkan kondisi Lee Seokmin saat ini. Ada beberapa kriteria kecanduan obat-obatan terlarang menurut hukum yang tidak bisa dinilai seorang guru biasa, maka hukuman tidak bisa dijatuhkan hingga Lee Seokmin diperiksa oleh dokter."

"Kau mengusulkan jalur hukum murni, kalau begitu." Guru Jang menyimpulkan. "Kita tidak tahu apakah Lee Seokmin akan terbukti menyalahgunakan obatnya atau tidak. Jika tidak, akan lebih baik bagi kalian semua, tetapi bagaimana bila sebaliknya? Proses hukum sangat panjang dan selama masih berjalan, Lee Seokmin tidak akan mampu melanjutkan pendidikan di mana-mana. Selain itu, penjara anak tidak semendidik yang digembor-gemborkan petugasnya. Pecandu adalah golongan narapidana anak tertinggi dengan hukuman khusus di samping rehabilitasi. Apakah kalian ingin menjebloskan teman kalian ini ke kurungan?"

Jaehyun mengernyit marah, tetapi tidak menimpali.

"Kalian semua masih ingin bertahan di sekolah ini, seburuk apa pun kami di mata kalian karena prestasi kalian di sini adalah kunci untuk masa depan. Sayangnya, kalian tidak memanfaatkan kesempatan yang kami berikan sebaik-baiknya. Jung Jaehyun, Choi Yuna, harapan kami sangat tinggi pada kalian agar kelas tetap kondusif selama kegiatan belajar-mengajar, tetapi kerja kalian selama ini mengecewakan kami. Kasus-kasus di angkatan ini begitu dahsyatnya hingga kalian tertinggal bahkan dari kakak-kakak kelas kalian sendiri.

"Lee Seokmin, menilik kepribadianmu dari awal kelas tiga ini, kau menjadi orang yang menurut kami paling mustahil melakukan pelanggaran, tetapi harapan kami juga terpatahkan di hari kedua. Sesegera itu! Kau hanya dua kali melanggar, masalahnya dua pelanggaran itu cukup hebat untuk diabaikan begitu saja.

"Namun, bila kalian bertiga dikeluarkan bersamaan, kami akan kesulitan menemukan tiga pengganti sekaligus yang sebagus kalian untuk 3-E, maka akan ada sedikit perubahan kebijakan untuk kasus istimewa ini."

Orang-orang ini terus bersikap tidak konsisten! Aku benci!

Darah Yuna mendidih sampai ubun-ubun. Air matanya akhirnya menetes satu; segera ia hapus lantaran tak ingin secepat itu tampak kalah.

"Jangan menangis dulu, Choi Yuna. Dengarkan apa yang akan kutawarkan pada kalian berdua. Nasib Lee Seokmin setelah ini, bukan ia sendiri yang menentukan, tetapi kalian, para pengurus kelas yang terhormat dan sangat dicintai." Kepala Sekolah Park memajukan telepon di mejanya, memosisikan benda itu tidak di depan Jaehyun atau Yuna, melainkan di antaranya. "Walaupun kalian terbiasa memutuskan sesuatu dan menanggung konsekuensi bersama, kali ini aku membuat pengecualian. Hanya tiga keputusan yang kalian bisa ambil.

"Satu, kalian berdua melaporkan Lee Seokmin sekarang, secara lisan, padaku. Nyatakan dengan terang bahwa ia menyalahgunakan obat-obatan. Laporan ini masih akan kami tindak lanjuti dengan penambahan poin kedisiplinan kalian sebagai pelapor meskipun terlambat masuk, lalu kami akan mengeluarkan Lee Seokmin dari sekolah ini.

"Dua, kalian bisa menerima bahwa kalian terlambat melaporkan Lee Seokmin, dengan kata lain mengakui kekurangan kalian sebagai pengurus kelas, dan kalian akan dikeluarkan. Sebagai gantinya, Lee Seokmin akan tetap berada di 3-E dan kecanduannya akan kami tangani sendiri. Kami akan menganggap pelanggaran Lee Seokmin disebabkan oleh kelalaian kalian, lalu masalah ini selesai.

"Tiga, jika masing-masing kalian memiliki pilihan berbeda, maka hanya pengurus kelas yang memilih untuk tidak melapor yang akan dikeluarkan.

"Jika kalian memilih untuk mengakui keterlambatan pelaporan kalian, silakan hubungi orang tua kalian menggunakan telepon ini. Sampaikan bahwa kalian telah dikeluarkan dari sekolah dan Kepala Sekolah Park ingin orang tua dihadirkan untuk membicarakan perkara ini. Sepuluh menit dari sekarang, kalian berdua harus sudah mengambil dan melaksanakan keputusan kalian, entah menelepon orang tua atau melaporkan Lee Seokmin."

Kepala Sekolah Park dapat memastikan dua muridnya paham instruksi ini, maka ia kemudian bersandar santai ke kursinya, menanti.

Harus bagaimana sekarang?

Pelupuk mata Yuna tidak lagi tergenang; air yang tertahan di sana telah meluber keluar tiada hentinya. Bagaimana ia bisa menentukan? Simalakama. Pilihan pertama akan menyakiti Seokmin. Pilihan kedua akan menyakitinya dan Jaehyun. Pilihan ketiga akan menyakiti salah satu dari ia atau Jaehyun selagi meninggalkan rasa bersalah yang ujungnya akan menyakiti Seokmin pula.

Benar. Yuna tidak sadar ia begitu ingin menyelesaikan pendidikan di Seoul Global High sekalipun atmosfer belajar di sini senantiasa menyudutkan siswa—hingga detik ini, ketika seluruh pencapaiannya berada di ujung tanduk. Tidak hanya itu, persahabatannya juga dipertaruhkan; ketiga pilihan tadi akan membuatnya mencampakkan salah satu kawan terbaiknya andai ia tidak memilih untuk mengorbankan diri sendiri.

"Ssaem! Tolong jangan keluarkan Choi Yuna dan Jung Jaehyun! Saya bersedia ... Saya bersedia dikeluarkan langsung jika Ssaem membiarkan Choi Yuna dan Jung Jaehyun tetap di 3-E!"

Satu tubuh bersujud di lantai bersama deguk permohonan dan harga diri yang digadaikan. Dahi Seokmin menempel ke ubin dingin, lurus menghadap Kepala Sekolah Park bagai hamba yang memohon kepada seorang penguasa. Hati Yuna tersayat. Keselamatan para pengurus kelas tidak akan bermakna tanpa kesejahteraan Seokmin ke depan. Bagaimana ia akan membantu keluarga jika pendidikannya tak tuntas? Lagi pula, ibunya, Chan, dan Gahyun tidak membanggakan sulung Lee itu semata karena ia mampu bekerja, tetapi juga karena prestasinya selama ini, lalu akan dikemanakan kebanggaan itu bila Seokmin di-drop out?

"Kau tidak dengar kata Kepala Sekolah Park?" Sol sepatu Guru Woo menekan belakang kepala Seokmin dengan keras. "Keputusannya sudah final. Jung Jaehyun dan Choi Yuna tidak bisa tidak memilih. Ditambah lagi, kau sekarang tidak berhak bicara, Bocah."

"Hentikan!!!" jerit Yuna, kehilangan semua rasa takutnya. "Kalian semua kejam! Guru macam apa yang memperlakukan muridnya seperti ini?!"

"Guru terbaiklah yang memperlakukan muridnya seperti ini," tukas Guru Noh. Suara perempuan itu lebih dalam dari yang biasa ia gunakan di kelas fisika. "Bukankah sudah pernah dikatakan bahwa kehidupan di luar sana jauh lebih ganas? Apa yang kami lakukan kalian sebut kejam karena kalian tidak cukup kuat untuk melawan. Kalian butuh ditempa dan ditempa lagi, tetapi jika kalian tidak mampu, lebih baik kalian pergi. Barang yang tidak berguna nantinya akan menyampah sendiri tanpa perlu kami ubah."

Sampah. Sampah. Bahkan murid 3-E di hadapan orang-orang ini cuma sampah, bukan siswa, bahkan bukan manusia. Yuna yang geram hendak mencegah Guru Woo menginjaki kaki Seokmin, sayang Jaehyun mencekal lengannya.

"Tolong berhenti. Lee Seokmin belum benar-benar sembuh dari cedera kepalanya. Selain itu," Jaehyun mengangkat gagang telepon, "aku sudah memutuskan."

"Jaehyun?!" Yuna terisak-isak. "Jangan—"

"Apa ini? Luar biasa! Drama di depan mataku!" Guru Woo menggeser kakinya dari kepala Seokmin, tetapi tawa sintingnya masih kedengaran saat tombol nomor yang ditekan Jaehyun berbunyi bergiliran. "Jadi, kau lebih memilih mengorbankan masa depanmu! Sungguh—"

"Diam, Keparat."

Telunjuk Jaehyun mengambang di atas angka terakhir yang hendak ia tekan.

"Aku telah memutuskan untuk keluar, maka kalian di sini bukan lagi guruku. Tak ada gunanya bersopan-sopan lagi." Jaehyun tersenyum miring; dipencetnya angka dua dan nada sambung monoton mengalun. "Catat ini: aku tidak akan berhenti hanya karena kalian memaksaku, Sampah."

Penegasan di penghujung kalimat Jaehyun menyulut amarah nyaris semua guru di ruang kepala sekolah. Seperti biasa, hanya Guru Jang dan Kepala Sekolah Park yang tidak berubah posisi—meskipun raut mereka sangat geram.

"Jung Jaehyun! Jaga bicaramu!"

"Sampah sepertimu tidak pantas bicara sampah, anak kurang ajar!"

"Beginikah akibatnya dibesarkan tanpa seorang ibu, hah?"

Kantor riuh layaknya kebun binatang, padahal isi ruangan adalah manusia-manusia yang harusnya diteladani. Yuna menutup telinga rapat-rapat. Kepala Seokmin berdenyut nyeri seiring tangisnya yang tak terbendung. Jaehyun, masih dengan senyum sinisnya yang mengadili setiap guru di ruangan, menyapa ayahnya melalui telepon.

"Abeoji, ini Jaehyun. Maaf mengganggu kegi—"

Guru Woo tidak sabar lagi. Kerah Jaehyun direnggut dan pemuda yang sedang menelepon itu lantas terpelanting hingga menabrak pot bunga setelah ditinju.

"Jaehyun!" Yuna menahan tangan Guru Woo. "Saya mohon berhenti! Guru Woo, tolong!"

"Minggir!"

"Halo?" Gagang telepon yang berayun-ayun di tepi meja menggemakan suara Tuan Jung. "Jaehyun-ah, apa yang terjadi di sana? Kau baik-baik saja?"

Menggunakan punggung tangan, Jaehyun membersihkan tepian bibirnya yang berdarah. Ia merangkak perlahan menuju gagang telepon, lalu duduk di lantai, bersandar ke meja Kepala Sekolah Park, enggan berdiri. Sang ketua kelas menjawab tanya cemas sang ayah; satu lututnya ditekuk untuk menyangga tangan yang memegang telepon, sementara kaki lain ia luruskan.

"Ya, aku baik-baik saja. Abeoji, sekali lagi maaf mendadak. Apakah Abeoji bisa ke sekolah sekarang?"

"Siang ini juga? Ada apa, Jaehyun-ah?"

Di tengah amukan Guru Woo, Yuna menyaksikan bagaimana Jaehyun yang selama ini dikenalnya berubah 180 derajat. Dasinya miring, pipinya lebam, bibirnya berdarah, dan arogansinya meluap-luap. Tidak pernah Yuna menyangka Jaehyun bisa menunjukkan kesan serupa Junhoe biasanya.

Putra sulung Jung menerawang jauh ketika mengucapkan satu kalimat mengejutkan.

"Aku dikeluarkan dari sekolah. Kepala Sekolah Park ingin bicara denganmu."

"Apa?! Bagaimana mungkin? Jaehyun-ah, apa yang terjadi? Kau bercanda?"

"Abeoji akan tahu kalau sudah kemari. Dan, aku serius. Maaf, kita lanjutkan di ponselku saja. Sampai nanti."

Gagang telepon diletakkan balik ke tempatnya. Jaehyun melangkah menuju Seokmin yang setengah tengadah dan berwajah sembab. Tangannya terulur dengan senyum tulus yang Yuna akrabi, sekali lagi, 180 derajat, sementara Seokmin terbata-bata menyedihkan.

"Jaehyun-ah, a-aku ... ukh ... ha ... m-maaf ...."

"Tidak apa-apa. Kepalamu pasti sakit, kan? Bisa berdiri?"

Tidak beroleh tanggapan, Jaehyun dengan hati-hati meraih telapak Seokmin dan membantunya berdiri.

"Aku sudah pernah bilang, jangan pernah mengalah dalam pertarungan yang bisa kaumenangkan, apalagi lawannya," bola mata Jaehyun bergulir malas ke perempuan berbaju rapi di kursi putar, "hanya preman-preman ini."

Kepala Sekolah Park berpura-pura tidak peduli, tetapi jelas ia sangat terusik. Ia mengalihkan perhatian dengan mengetuk gagang telepon.

"Tinggal dua menit, Choi Yuna. Keputusanmu?"

Guru Woo menggenggam belakang seragam Yuna dan mengempaskan gadis itu ke dekat meja telepon. Yuna memekik; bahunya membentur tepian meja.

"Hubungi orang tuamu, cepat!"

Pada detik tubuh Yuna merosot ke lantai menahan nyeri, kedua pengurus kelas sama-sama gemetar. Yuna takut terus-menerus terjebak di tengah pusaran keliaran ini, sedangkan Jaehyun setengah mati mencegah kepalannya melayang ke muka Guru Woo. Sejak kepala Seokmin diinjak-injak, Jaehyun sebenarnya sudah ingin menghajar pengampu pelajaran kimia itu, tetapi membiarkan kontrol diri tergelincir dari genggaman akan membuatnya sama idiot dengan para musuhnya.

"Walaupun Eomma sayang kamu yang bagaimana juga, Eomma lebih suka kamu bersikap baik. Dengan begitu, Jaehyunie kesayangan Eomma akan punya banyak teman dan tidak sering terluka karena berkelahi."

Namun, melihat Yuna dan Seokmin disakiti terus-menerus, haruskah Jaehyun tetap menahan kekuatannya di dalam?

"Baik .... S-Saya akan menelepon ibu saya ...."

Suara Yuna parau, tertelan duka dan ngeri. Baru tiga tombol angka yang dipencet, Jaehyun sudah memperingatkannya.

"Kamu boleh memilih untuk tetap tinggal."

Tersenyum getir, Yuna menggeleng lemah.

"Aku tidak bisa .... Bukankah kita sudah bekerja bersama-sama hingga detik ini? Aku juga ingin menolong sahabatku, jadi ... aku yakin akan lebih baik begini untukku ...."

Selanjutnya, kekacauan di ruang Kepala Sekolah Park memburam di balik air mata Yuna yang meluber tiada henti. Kesedihan Jaehyun, penyesalan Seokmin, kesombongan dewan guru, amarah Guru Woo ... semua larut dalam kelabu. Dering demi dering membawa Yuna selangkah lebih dekat pada ambang kisahnya di Seoul Global High. Ah, ia belum sempat minta maaf dengan benar pada Chaeyeon pula.

"Apa terlalu berlebihan kalau aku ingin semua anggota kelas 3-E lulus bersama dan memperoleh peringkat setinggi-tingginya, di sekolah maupun di luar sekolah?"

"Mengapa berlebihan?"

"Kamu tahu kan, rumor-rumor apa yang mengelilingi kelas 3-E sebelum angkatan kita? Kematian, drop out, depresi ... hal-hal buruk itu?"

"Tapi, bukankah kelas 3-E memiliki ketua kelas dan sekretaris yang tangguh?"

Semuanya tinggal mimpi sekarang. Ketua dan sekretaris yang tangguh itu sebentar lagi akan terdepak. Bagaimana dengan tiga belas orang lainnya? Yuna tidak akan sanggup merengkuh mereka di masa depan ....

Nyatanya, tak berubahnya foto siswa di buku tahunan 3-E merupakan harapan yang terlalu muluk.

"Halo?"

Eomma, maafkan putrimu telah mengecewakanmu .... Aku memang tidak berguna ....

***

Ibu Yuna mendengar bunyi keretak dari seberang. Gagang telepon terlepas dari pegangan anaknya, menumbuk sisi meja, menggantung dekat gadis belia yang kolaps di kantor sang kepala sekolah. 

---

i think i overdid it~ guru yg seevil ini di korea ada ga sih? ada lah ya. kalo ga, ya diada2in aja toh cuman cerita. and finally HUGE CHANGE! YUNA DAN JAEHYUN DIKELUARKAN! how do you feel guys? ^^

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top